36. VILLA DI GUNUNG (TAMAT) BAG.AWAL

292 30 0
                                    

Ketika aku membuka mataku, aku sedang berada dalam sebuah tempat yang sangat gelap. Tapi anehnya, aku masih bisa melihat dengan jelas tangan dan tubuhku. 

Aku menatap ke sekelilingku, namun tidak nampak apapun, hanya kegelapan yang menghitam dan meluas seakan tanpa ujung.

“Ayano…?” panggilku yang dijawab dengan kesunyian. Tidak ada suara apapun disini.

Rasa takut mulai merayap naik sampai ke tenggorokanku. Dan aku harus bersusah payah untuk menahan diriku agar tidak mulai menangis.

Aku ketakutan…

Dan kegelapan adalah salah satu hal yang paling aku takutkan…

Dengan panik aku mencari-cari di sakuku.

Handphone!! 

Aku terkejut karena tidak menyangka kalau benda itu masih kubawa di sakuku.

Aku segera menyalakan benda itu dan ketika layarnya menunjukkan fotoku dengan Ayano, Cindy dan Rina saat terakhir kalinya kami berpergian bersama, hatiku menjadi sedikit lebih tenang...

“Huuffff… huuupppp!!” Aku menghembuskan nafas dan menarik nafas panjang sebelum memutuskan untuk berdiri.

Dengan berbekal cahaya dari handphoneku, aku berusaha menerangi jalanan di depanku.

“Apa ini mimpi?”

“Atau aku masih berada di villa?”

“Mengapa segelap ini sih?” 

Aku menyuarakan pendapatku dengan keras dengan harapan seseorang akan mendengarku. Aku sangat takut sendirian di kegelapan seperti ini. 

“Ayano…” bisikku gemetar di dalam ketakutan. Kemana dia? Aku sudah terlalu terbiasa dengan keberadaannya yang hampir-hampir tidak pernah jauh dari sisiku. Terutama dalam menghadapi ‘mereka’. Aku tidak sadar kalau ternyata aku sudah sangat bergantung pada keberadaan cowok itu.

Dan sekarang… aku merasa sangat rapuh…

Dan sangat ketakutan…

‘bzzt’

Sebuah suara gesekan dan gerakan berkelebat terlihat dari sudut mataku.

Aku segera berbalik dan mengarahkan cahaya dari handphoneku ke arah suara itu.

Sebuah cahaya berwarna ungu terlihat bagaikan melayang di kejauhan.

Will-o-wisp kah itu? Pikirku.

Aku mendekati perlahan cahaya ungu itu. Semakin dekat, aku memperhatikan kalau cahaya ungu itu lama kelamaan berubah sosok menjadi sosok orang tua.

Setelah aku melihatnya lebih jelas, tubuh dari orang tua itu sama sekali bukan tubuh renta. Tubuhnya penuh dengan otot dan bertelanjang dada kalau saja sosok tua itu tidak mengenakan toga yang hampir-hampir mirip dengan toga orang yunani hanya diikat di salah satu bahu sedangkan bahu lainnya tidak. 

Wajah renta itu melihatku, aku dapat melihat matanya yang seakan memiliki pusaran di bola matanya. Pusaran berwarna keunguan yang berputar dan menatapku tajam.

Terlepas dari auranya yang gelap, sosok ‘kakek’ ini terlihat bijaksana ketika menatapku.

Kakek itu tersenyum “Mendekatlah..” katanya dalam kepalaku tanpa menggerakkan bibirnya sama sekali.

Mata bijaksana itu nampak seperti mempelajariku sejenak. “Oh, ini menarik” kata ‘kakek’ itu. “Kurban dari ‘M******’?” tanyanya, namun aku merasa kalau seakan dia tidak menanyakan itu padaku. Hanya sebuah pertanyaan pada dirinya sendiri.

[Horror] Diary - TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang