***
Jangan di belakang, kesannya lo kayak babu gue. Sini di samping gue.
~ Gafan Arvano ~
🍁🍁
Kanaya mengikuti pelajaran dengan tidak semangat, ia seperti baru saja kehilangan sesuatu yang berharga, Satya. Kanaya menjadi tidak fokus belajar karena kepikiran cowok itu. Cowok yang sekarang notabennya bukan pacarnya, karena keputusan yang tadi ia ambil.
Kanaya hanya mencoret-coret bukunya dengan menatap malas ke depan, tanpa tahu apa yang ia tulis di bukunya.
"Ya ampun, Nay!!" pekik Agatha pelan membuat Kanaya tersadar dari pikirannnya.
"Lo ngapain nulis banyak nama Kak Satya?" tanya Agatha pelan membuat Kanaya langsung menunduk melihat bukunya.
Kanaya cukup kaget dengan apa yang dilihatnya, coretan nama Satya begitu banyak di bukunya. Kanaya tidak tahu sejak kapan ia menulis nama Satya, bahkan tidak terpikirkan.
Kanaya mengembuskan napasnya pelan, tidak percaya memikirkan Satya akan seperti ini. Jika saja Kanaya tidak mengambil keputusan itu, ia pasti tidak akan seperti ini. Tapi, jika Kanaya tidak mengambil keputusan itu, ia tidak ingin menambah lukanya.
***
Kanaya melangkahkan kakinya keluar untuk menemui Gafan, mengingat cowok itu tadi mengajaknya untuk mengenalkan tempat-tempat di sekolahnya. Sedangkan Agatha, cewek itu tidak ikut karena ada tugas kelompok yang belum diselesaikan. Beruntung kelompok Kanaya sudah, meskipun Kanaya tidak membantu karena sakit. Tapi teman-temannya memaklumi.
"Hai, Nay." Gafan melambaikan tangannya tak lupa dengan senyumannya yang mampu membuat siapa saja merasa sejuk, termasuk Kanaya.
Kanaya hanya tersenyum lalu berjalan mendekat sebelum akhirnya keduanya memutuskan untuk segera pergi. Beberapa pasang mata sempat menatap keduanya, lebih tepatnya pada Gafan. Banyak yang merasa kagum melihat Gafan yang notabennya sekarang adalah murid baru.
Tak sedikit yang menatap Kanaya tidak suka, karena yang mereka tahu, Kanaya adalah pacarnya Satya dan sekarang sudah berjalan dengan cowok lain. Kanaya tak memperdulikan, ia tidak peduli dengan apa yang akan orang lain katakan tentangnya. Toh ini hidupnya, bukan hidup mereka. Tau apa mereka tentang Kanaya?
"Nah, Kak, ini perpustakaan. Di sana itu lapang basket, kalau kakak suka main basket, kakak bisa main sekarang. Biasanya mereka suka main kalau jam istirahat. Di sebelahnya itu kantin, kalau yang dekat teater itu, ruang guru, di sebelahnya ruang BK terus kesiswaan, di bawahnya setelah tangga ada ruang TU," jelas Kanaya dengan tangan yang menunjuk setiap tempat yang ia jelaskan tadi.
"Nah, sekarang kakak tau, kan?"
Kanaya menolehkan kepalanya untuk mengetahui apa Gafan mendengarkan apa yang sudah ia jelaskan tadi. Namun sekarang, Kanaya malah diam membeku saat Gafan malah menatapnya dengan tersenyum.
"K-kak .... Kok liatinnya gitu banget sih?" tanya Kanaya pelan.
"Lo lucu, Nay."
Gafan meringis saat mendapat pukulan dari Kanaya di lengannya sebelum akhirnya tawanya pecah melihat Kanaya yang cemberut.
"Yaudah, temenin gue makan, yuk?"
Kanaya mengangguk sampai akhirnya ia mengikuti Gafan dari belakang. Gafan berhenti lalu membalikkan tubuhnya, Kanaya mengerutkan dahinya heran, tak mengerti dengan sikap Gafan sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
KANAYA
Ficção AdolescenteKanaya semakin yakin ketika Satya mengungkapkan bahwa ia menyukai Kanaya. Hal itu pun membuat Kanaya menyerahkan segala kepercayaannya pada Satya. Tapi, tanpa Kanaya ketahui, Satya hanya menjadikan Kanaya sebagai seseorang untuk menemaninya menunggu...