Assalamualaikum semuanya.... Apa kabar?
Penasaran sama next chapter cerita ini?
Saya usahain buat cepat selesaiin cerita ini,Selamat membaca dan semoga kalian suka🙏🙏
Happy Reading :)
_________________________________________
Kamu bohong, Kak! Kamu bohong!
~ Kanaya Larasati ~
🍁🍁
Kanaya melangkahkan kakinya untuk keluar, ia memaksakan diri untuk sekolah meskipun Dewi sudah berulang kali melarangnya, namun Kanaya tetap bersikeras untuk sekolah, dengan alasan ia sudah membaik. Tidak ada penolakan lagi dari Dewi jika Kanaya sudah bersikeras seperti itu.
Kanaya membuka pagar rumahnya, wajah Kanaya terkejut saat melihat Satya sudah berda di depannya.
"Kak Satya?"
Kanaya berniat menghindar, namun Satya sudah lebih dulu menarik tangannya, menahannya agar tidak pergi. Kanaya mengalihkan pandangannya ke arah lain, ia tidak ingin melihat wajah Satya, terlalu sakit untuk hatinya yang masih berharap pada Satya.
"Berangkat bareng gue, ya?" ucap Satya.
"Maaf, aku gak bisa, Kak."
Kanaya melepaskan tangan Satya lalu menatap cowok itu dengan tajam, meskipun sejujurnya ia ingin sekali menatap mata cowok itu dengan lembut bahkan memeluknya. Entahlah, Kanaya tidak bisa menarik kembali keputusan yang sudah ia ambil, ia tidak bisa.
"Asal Kak Satya tahu! Aku benci, Kak Satya! Kak Satya bukan lagi siapa-siapa aku, jadi gak perlu repot-repot datang ke sini untuk jemput!" sentak Kanaya.
Satya menundukkan kepalanya, "Iya, Nay. Kita bukan lagi siapa-siapa. Tapi apa salahnya gue jemput lo? Sebenci itukah lo sama gue, Nay?" lirih Satya.
Mata Kanaya terpejam, menahan agar air matanya tidak keluar. Ia tidak boleh menangis di hadapan Satya, ia harus terlihat kuat.
"Sekarang, aku minta Kakak pergi dari sini!" Kanaya membuang wajahnya sambil merentangkan tangan kanannya ke arah jalan, agar Satya pergi.
Satya masih diam di tempatnya sambil menunduk, ia tidak ingin pergi sama sekali dari sana. Ia ingin agar Kanaya berhenti membencinya.
"Maafin gue, Nay."
"A ... aku bilang ... pergi, Kak!"
Air matanya tak dapat terbendung lagi, Kanaya terisak di tempatnya. Sangat sulit baginya untuk menyuruh Satya pergi. Kanaya tidak peduli lagi dengan niat awalnya untuk tetap kuat, karena sekuat apapun ia menahan air matanya, pada akhirnya ia memang tetap menangis, bahkan di hadapan Satya seperti sekarang.
Kepala Kanaya tertunduk membiarkan air matanya mengalir bahkan isakannya pun terdengar begitu pelan.
"Per ... gi, Kak ...."
Bukannya pergi, Satya justru mendekat dan membawa tubuh mungil cewek itu ke dalam dekapannya. Tidak ada penolakan dari cewek di hadapannya, tapi Kanaya juga enggan untuk membalas pelukan itu.
"Maafin gue, Nay."
Satya memeluk Kanaya begitu erat, air matanya juga menetes, ikut menangis dengan Kanaya. Tapi tidak ada suara isakan yang terdengar dari Satya, ia berusaha agar tangisannya tidak terdengar oleh Kanaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
KANAYA
Teen FictionKanaya semakin yakin ketika Satya mengungkapkan bahwa ia menyukai Kanaya. Hal itu pun membuat Kanaya menyerahkan segala kepercayaannya pada Satya. Tapi, tanpa Kanaya ketahui, Satya hanya menjadikan Kanaya sebagai seseorang untuk menemaninya menunggu...