Assalamualaikum, semuanya.
Alhamdulilah, akhirnya ada waktu juga buat bikin cerita ini dan update.Maaf banget, karena saya telat updatenya. Dan, terima kasih buat kalian yang selalu menunggu cerita ini update.
Oh, iya. Di bagian bawah, kalian jangan lupa baca, ya. Saya akan berusaha untuk konsisten agar bisa update cerita ini. Makanya, jangan lupa baca di bagian bawah, ya.
Selamat membaca, semoga kalian suka, ya^^
Typo bertebaran, mohon dimaklum🙏🙏
Happy Reading :)
_______________________________
Gue berterima kasih. Karena lo udah memberikan gue kesempatan untuk berharap, menunggu, dan merasakan yang namanya sakit hati.
~ Gafan Arvano ~
🍁🍁
Kisahnya kembali dimulai. Kisah yang sebelumnya sempat terhenti kembali berlanjut, membiarkan rasa sakit yang diterima masing-masing hilang, terhapus oleh waktu.
Kenyataan saat Kanaya kembali pada Satya tentu membuat Gafan kecewa. Gafan melihat sekaligus mendengar secara langsung bagaimana saat Kanaya menganggukkan kepalanya, menjawab 'iya', lalu membiarkan Satya memeluknya. Gafan melihatnya.
Gafan masuk ke dalam kelasnya, ia menendang beberapa kursi dan meja hingga bergeser dan berjatuhan. Seluruh teman sekelasnya keluar, tidak ingin terkena amukan Gafan yang tengah murka. Gafan memukul dinding dengan tangannya yang terkepal kuat beberapa kali. Membiarkan tangannya terluka hingga darah mengalir di sela-sela jarinya.
"Gue tahu itu hak lo, Nay. Tapi, kenapa gue gak bisa terima?" pekik Gafan sambil membenturkan kepalanya.
Tubuh Gafan merosot, kepalanya menunduk dengan tangan yang mengacak rambutnya dengan frustasi.
"ARRGGHHHH!!!" teriak Gafan mencoba mengeluarkan segala kekesalannya.
Gafan berdiri, tangannya kembali memukul dinding lantas pergi dari sana menuju bangkunya. Gafan menyambar tasnya yang kosong dan berjalan keluar dengan cepat, tak lupa pintu yang ia banting keras. Beberapa orang menjerit terkejut, bukan hanya karena pintu yang terbanting, tapi darah yang menetes ke lantai yang berasal dari tangan Gafan. Hal itu membuat mereka khawatir dan berniat menolongnya, namun Gafan abaikan. Wajah Gafan terlihat dingin dengan tatapan tajamnya, membuat siapa saja yang melihatnya akan ketakutan dan diam tak berkutik.
Gafan berhenti melangkah tepat saat Kanaya berdiri tak jauh di depannya. Gafan menatap kedua bola mata itu dengan sayu. Gafan melihat Kanaya yang berlari khawatir menghampirinya. Kanaya mengambil tangan kanannya dengan tatapan terkejut.
"Kak Gafan habis ngapain? Kenapa tangannya luka dan berdarah kayak gini?" panik Kanaya.
Gafan hanya tersenyum tanpa menjawab.
"Kak Gafan berantem, ya?" tebak Kanaya.
Gafan menggeleng. "Nggak, Nay. Gue gak berantem," jawab Gafan.
Kanaya mengeluarkan sapu tangannya dan membersihkan darah yang mengalir di sekitar jari-jarinya. "Terus ini kenapa? Gak mungkin kalau jatuh, kan?"
"Iya, tangan gue jatuh."
Kanaya memberengut kesal saat tengah membersihkan lukanya. Jawaban Gafan terdengar konyol.
"Ke dinding," lanjut Gafan. Kanaya menghentikan tangannya dan menatap Gafan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KANAYA
Teen FictionKanaya semakin yakin ketika Satya mengungkapkan bahwa ia menyukai Kanaya. Hal itu pun membuat Kanaya menyerahkan segala kepercayaannya pada Satya. Tapi, tanpa Kanaya ketahui, Satya hanya menjadikan Kanaya sebagai seseorang untuk menemaninya menunggu...