Capter 8

952 96 23
                                    

Seperti angin, seperti debu. Aku tidak bisa menangkapmu, aku tidak bisa memilikimu.

-Anya Andita

•••

SEKOLAH terlihat sepi dari luar. Para siswanya sudah berada di kelas masing-masing. Mereka tengah mengikuti proses belajar mengajar seperti biasanya.

Tentunya, seperti biasanya juga. Akan ada satu orang yang berusaha dengan keras memanjaki pagar sekolahan untuk bisa masuk ke dalamnya. Siapa lagi kalau bukan gadis itu.

"Padahal gue udah janji untuk bangun pagi agar bisa melihat mentari. Tapi nihil, gara-gara Nyokap ama bokap lagi keluar kota seminggu! Gue gak ada yang bangunin." Tangannya menggapai puncak pagar, iapun berusaha membawa tubuhnya agar bisa naik juga. "Bi Wati? Boro-boro bangunin. Kalau diibaratkan obat, ya, suara Bi Wati itu adalah obat tidur yang membuat tidur gue makin nyenyak!" Reina terus mengoceh sambil menaiki pagar di belakang sekolahnya.

"Untung di jalan gak macet. Andai saja iya, bisa-bisa gue lari dari jalan tol ke sekolah!" Reina masih saja mengoceh dan...

Bruk!

Untuk yang kesekian kalinya Reina jatuh ketika memanjat pagar. Gadis itu bergegas berdiri dan membersihkan roknya yang penuh debu, lalu meraih ranselnya yang sempat terlempar jauh saat terjatuh.

Tiba-tiba Reina melihat sepasang kaki yang berdiri pas di dekat tasnya. Ia mengerutkan keningnya saat menyadari bahwa sedaritadi seseorang sudah berada di sana. Melihatnya memanjat dan terjatuh.

Sontak gadis itu mengangkat kepalanya untuk melihat wajah orang itu. Oh shit! Dia adalah Devano Graha.

"De.va.no." Reina cengar-cengir.

Sementara laki-laki itu hanya menatapnya datar. Tidak bergumam sedikitpun, lalu pergi begitu saja.

Seketika saja antmosfer di sekitar Reina terasa panas baginya. Ia manghelah napas kasar saat melihat laki-laki itu pergi begitu saja. Ternyata benar kata Anya, Devano benar-benar spesies berdarah dingin.

Tapi yang benar-benar membuat Reina kesal adalah:

1. Di antara banyaknya siswa yang bersekolah di SMA 2 Makassar. Kenapa yang melihatnya memanjat pagar dan terjatuh adalah Devano?

2. Tidak ada pertolongan sedikitpun. Setidaknya tanya 'kamu gak apa-apa?'

3. Terakhir, cowok itu malah meninggalkannya!

Reina benar-benar kesal tidak percaya.

Gadis itu kembali menghelah nafas berat, dan berjalan menuju kelasnya. Ia berjalan sepanjang koridor sekolah, dan tersenyum lebar meskipun lututnya tengah berdarah. Setidaknya ia melihat mentarinya pagi ini.

"Selamat pagi!" Reina memecah keheningan kelas dimana Bu Heni guru Bahasa Indonesia yang terkenal sangat disiplin sedang mengajar.

Reina tersenyum sumringah, melambaikan tangan kepada Bu Heni. "Selamat Pagi, Bu!" sapa Reina tanpa dosa, membuat seisi kelas melongo melihatnya.

"Mampus! Ngapain tuh anak malah muncul di situ? Kayaknya penyakitnya kumat lagi. Biasanya juga masuknya lewat jendela, tumbenan lewat pintu!" decak Anya di bangku belakang sambil menepuk jidat.

"REINA ELATTA!!! Jam berapa sekarang? Berdiri di depan kelas! SE.KA.RANG!!! " Bu Heni langsung memberi hukuman kepada Reina, yang membuat seisi kelas tertawa melihat tingkahnya yang dari dulunya aneh.

Gadis itu sumringah, ia begitu semangat bertemu Devano tadi. Dengan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ia berdiri di depan kelas selama bu Heni mengajar.

JANJI DI TEPI SENJA  (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang