Capter 28

630 37 11
                                    

Mereka masih terlalu muda untuk merasakan luka. Namun, luka itulah yang membuat mereka saling menguatkan.

-JANJI DI TEPI SENJA

•••

SEBENTAR lagi Mid semester penaikan kelas dan ujian pelulusan bagi Devano.

Devano tidak pernah bercerita sedikitpun kepada Reina tentang keputusannya akan kuliah dimana, membuat Reina takut suatu saat Devano akan meninggalkannya.

Reina berjalan naik ke atap sekolah, melihat seluruh sekolah dari ketinggian. Terasa damai berada di atas sana dengan angin yang berhembus mengibas-ibaskan rambut panjangnya.

"Hiks,hiks!"

Tiba-tiba Reina mendengar isak tangis seseorang, dia berjalan kearah suara itu dan mendapati Devano tengah duduk meneteskan air matanya. Reina berjalan pelan mendekat.

“Dev?” Reina menepuk pundak Devano. Seketika laki-laki itu menoleh dan langsung memeluk Reina.

“Biarkan saja seperti ini.” Ucap Devano sambil meneteskan air matanya di pelukan Reina. Gadis itu memilih diam tanpa bicara sepatah kata pun.

Merasakan Devano sudah membaik, Reina membuka suara, “pada setiap lelahmu, aku ingin menjadi orang yang paling ingin kamu temui.” Bisik Reina.

“Terima kasih.” Balas Devano,

Devano melepas pelukannya dan menatap Reina,“awas lo, jangan sampai ada yang tahu kalau gue nangis!”

"Iya, calon pacar!" Reina tersenyum sumringah.

~~~

Anya menyisir rambutnya, dia kaget setelah melihat rambutnya yang rontok berjatuhan di lantai. Bukan rontok biasa, tapi ini rontok yang sangat banyak. Seketika Anya menangis histeris.

“Ayah! hiks, hiks!

Melihat itu, Sultan dengan cepat memeluknya, “tenang nak! tenang… kata Dokter, ini hanya efek dari obat."

"Anak ayah yang sabar yah, anak ayah pasti akan sembuh!” Sultan berusaha menenangkan putrinya. “Ayah panggilkan Reina yah nak? nanti Reina main sama Anya.”

“Jangan! jangan Ayah! Reina akan khawatir.” Anya melepaskan pelukan Ayahnya dan segera menghapus air matanya. “Anya sudah tidak apa-apa Ayah!” ujar gadis pucat itu, mencoba tersenyum.

“Anak Ayah memang hebat!” Puji  Sultan kemudian mencium kening putrinya, sekali lagi memeluknya dengan penuh kasih sayang.

"Ayah, Anya mau tidur." Suara itu sangat lemas.

Sultan dengan cepat membantu putrinya berbaring.

Anya meraih buku biru tua yang selalu dibacanya, kemudian memeluk buku itu sambil tersenyum. Tidak lama seperti itu, gadis itupun tertidur.

Sultan mengelus puncak kepala putrinya, air bening sudah menumpuk di pelupuk matanya. Dipandanginya wajah anaknya dalam-dalam, putrinya itu sangat mirip ibunya.

Terasa sesak di dada Sultan, kenapa mesti gadis ini mengidap penyakit yang sama seperti ibunya.

"Andita! bangun sayang!" Laki-laki itu menangis disamping tubuh istrinya yang terkujur kaku.

"Bangun sayang! bagaimana bisa aku hidup tanpamu, hiks,hiks!"

"Andita, bangunn sayangg! bangunnn!" Sekujur tubuhnya melemah bagai tak bertulang, laki-laki itu menjatuhkan dirinya tersungkur disamping kasur beroda itu.

Pintu terbuka, seorang gadis kecil dengan boneka barbie di tangannya masuk kedalam ruangan itu.

"Ayah? ada apa?"

Pertanyaan itu berhasil membuat air mata itu semakin jatuh mengalir, gadis itu mendekat. Melihat kearah ibunya yang tidak lagi bergerak.

Sontak, boneka barbie yang dipegangnya terjatuh. "Maaamaaaa..."

Bayangan itu berhasil membuat air bening itu lolos jatuh ke pipinya, laki-laki paruh baya itu membungkam mulutnya agar suara isak tangisnya tidak terdengar.

"Aku tidak ingin kehilangan yang kedua kalinya, kumohon Tuhan. Jangan hukum aku dengan mengambil anakku lagi." Air mata seorang ayah tidak hentinya terjatuh, tanpa disadari oleh seorang putri yang tengah terlelap.

~~~

“Anya tidurnya lama! lihat rambut Reina cantik kan?” Tanya Reina memperlihatkan rambut barunya yang hanya sampai di atas bahu.

“Reina potong rambut?”

“Kita kan sehati! dari dulu waktu kita kecil. Kita selalu pakai baju couple kan? jadi aneh kalau lo mendekin rambut lo ga bilang-bilang sama gue, dasar curang!” Celoteh Reina sambil mengibas-ibaskan rambutnya dengan bangga.

Gadis itu membuka pintu, lalu mendapati seorang ayah yang tengah menangis disamping putrinya yang tertidur.

Matanya menyorot kearah lantai dan menangkap banyak rambut yang berjatuhan, itu rambut Anya?

Gadis itu mendekat, diikuti oleh Juandra. Matanya berkaca-kaca saat melihat wajah sahabatnya yang tertidur begitu pucat, rambutnya pun sudah begitu tipis, hingga kulit kepalanya terlihat.

"Juan, antar gue. Gue mau potong rambut." Ujar Reina dengan mata berkaca-kaca, menarik tangan Juandra keluar dari ruangan itu.

“Rein,”  panggil Anya pelan, suara itu sangat lemas. Membuat orang yang mendengarnya menahan mati-matian air matanya agar tidak terjatuh.

"Iya, Anyakuu." Balas Reina.

Air mata Anya jatuh saat itu juga,  Reina bela-belain memotong pendek rambutnya demi menyemangatinya. Padahal dia sangat tahu kalau Reina tidak suka rambut pendek.

“Kok nangis? Jangan nangis! Lo sayang kan sama gue?” Reina mengeluarkan password mereka.

“Sayang banget Rein!” Anya memeluk Reina sangat erat, merasa sangat bersyukur mempunyai sahabat seperti Reina.

Sementara Juandra dan Sultan menunggu di luar, dengan air mata yang masih menetes di pipi mereka.

"Nyaa," panggil Reina pelan, Anya melepas pelukannya.

"Reina mau keluar dulu, Reina belum makan." Ujar Reina tersenyum, namun matanya berkaca-kaca.

"Iya, sana makan. Kamu harus jaga kesehatan!" Mendengar itu, air mata Reina hampir terjatuh saat itu juga. Bagaimana bisa gadis itu menyuruhnya menjaga kesehatan? sedangkan dirinya sendiri... Akh! dada itu terasa sesak.

Reina menggenggam tangan Anya, "gue bakal balik!" lalu keluar dari ruangan itu, meninggalkan gadis pucat itu sendiri.

Saat kakinya sudah berpijak di luar sana, gadis itu menjatuhkan tubuhnya ke lantai, "aku takut! aku sangat takut, hiks, hiks!"

Juandra segera memeluk Reina yang tersungkur di lantai, dia tidak mampu berkata apa-apa lagi untuk menguatkan sahabatnya. Karena, dia sendiri tidak mampu menguatkan dirinya.

"Hiks, hiks! aku sangat takut."

Suara tangis itu terbenam dalam pelukan sahabat laki-lakinya.

Mereka masih terlalu muda untuk merasakan luka. Namun, luka itulah yang membuat mereka saling menguatkan.

Bersambung...

Sedih gak? 😢

aku sampai nangis nulisnya 😢

Ikutin terus ya! jangan lupa vote dan komen!

btw, kenapa Devano menangis? semuanya bakal terjawab kok, ikutin aja terus ceritanya!

selamat menunaikan ibadah puasa!

JANJI DI TEPI SENJA  (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang