Capter 4

1.1K 108 21
                                    

Pertama kali melihatmu,
hatiku berkata 'kamulah orangnya'

-Reina Elatta

•••

Tak!

SEBUAH batu kerikil terjun bebas ke lantai kamar gadis itu, membuatnya mengeryitkan dahi. Perlahan ia menoleh ke arah jendelany yang terbuka, melihat ada lagi batu kerikil yang melayang memasuki kamarnya.

"REINA!" teriak seseorang di halaman rumah Reina.

"REINA! REINA!"

Reina berjalan ke arah balkon kamar dan melihat kearah bawah. Ia melihat Anya yang melambai-lambaikan tangannya sambil melompat-lompat.

"Woi! Turun sini!"

"Iya, tunggu!" Reina bersiap-siap ke halaman rumahnya.

"Mati lo Anya, gue tabok lo. Ninggalin gue di kelas!" gerutu Reina dan terburu-buru sampai di halaman rumah.

Tidak butuh waktu lama, gadis itu sudah berada di ambang pintu masuk rumahnya. Ia menatap tajam ke arah sahabatnya yang berdiri di depan sana.

"ANYA!!!" Reina berteriak dengan tatapan pembunuh. Ia mengambil ancang-ancang kemudian berlari ke arah Anya untuk memberinya pelajaran.

Brukk!!!

Anya menggelengkan kepala. Lagi-lagi gadis ceroboh itu terjatuh pas di depannya.

"Rein, kebiasaan sih jatuhnya tersandung kaki sendiri!" tegur Anya, seraya menyodorkan tangannya membantu Reina berdiri.

"Anak gadis kok lututnya penuh luka?" Anya berlutut dan memasangkan plaster luka yang selalu dibawanya khusus untuk Reina.

"Anya." Reina cemberut.

"Kenapa?" balas Anya.

"Gak jadi!" Reina lagi-lagi memasang wajah kesalnya, mau marah tapi Anya baru saja menolongnya.

"Muka lo kayak tempe Kang Hadi. Kusut! butuh disetrika," decak Anya.

Reina mengatur napasnya yang memburu. Ia memicingkan matanya kepada Anya.

"ANYA GUE LAGI MARAH! MARAH BESAR!" Reina berteriak membuat Anya tersentak. Memang gadis itu tidak bisa sabar lebih dari tiga puluh detik.

"Astaga, Rein. Gue di samping lo. Gak usah pakai teriak-teriak gitu?!" Anya berusaha menutupi telinganya.

"Biarin! Biar Anya jadi budek!" Reina masih cemberut. Ia menyilangkan kedua tangannya di dada.

"Reina marah sama Anya?" tanya Anya mencolek pinggang Reina.

"Tau ah, bodoamat!" Reina masih berusaha untuk bersabar. Bersabar untuk tidak mengatakan kalau dia marah gara-gara ditinggal.

Anya tersenyum, melihat Reina dengan wajah manyun seperti itu. Sangat jelas terlihat kalau Reina punya unek-unek di dalam kepalanya yang hampir saja meledak.

"Reina sayang sama Anya?" tiba-tiba Anya melontarkan pasword kejujuran mereka berdua.

"Saaaayang," seketika Reina luluh dan menggigit bibir.

"Reina, kenapa?" tanya Anya lagi, tapi Reina masih terdiam.

Anya ikut terdiam, suasana terasa sangat canggung. Terasa sunyi jika Reina tidak bicara satu katapun. Membuat Anya berpikir keras harus membujuknya dengan cara apa.

"Re..." Baru saja Anya ingin memulai berbicara, langsung dipotong oleh Reina.

"ANYA ANDITA!!! ANYA JAHAT!!! ANYA NINGGALIN REINA TIDUR SENDIRI DI KELAS!!! ANYA GAK BANGUNIN REINA !!! MALAH NINGGALIN REINA! ANYA SAYANG GAK SIH SAMA REINA?" Seketika saja seribu kata keluar dari mulut gadis cerewet itu, membuat Anya tertawa melihat kemarahannya.

JANJI DI TEPI SENJA  (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang