Capter 2

1.5K 142 69
                                    

Bukan putus asa, hanya saja aku belum menemukan alasan yang membuatku semangat.

-Reina Elatta

•••

"SAYANG, bangun udah jam 11!" suara itu membuat gadis itu membuka matanya. "Reina, kamu sudah terlambat ke sekolah!"

"Maaa... Lima menit lagi." Bukannya bangun, gadis itu malah kembali menarik selimut.

"Reina, ini sudah jam 11! Kamu cuma datang buat isi absensi lalu pulang. Gimana mau pintar anak mamaaa? Bangun!" ujar Kirana sambil memerciki wajah Reina dengan air.

"Aaakh, ini sangat menyebalkan! Kalau gue ntar jadi orang sukses, bakal mendirikan sekolah yang bebas masuk jam berapa!" keluh kesah Reina saat terbangun.

"Siap-siap, Mama anterin." Kirana mengacak-acak rambut Reina.

"Padahal tadi sudah titip pesan sama Bi Wati sebelum ke butik, tapi kenapa tidak di bangunin?" Kirana seperti sedang mengingat, "Aduh, lupa! Bi Wati 'kan pelupa!" ujarnya sambil menepuk jidat.

S

ambil menunggu putrinya, Kirana duduk manis di ruang keluarga. Ia menatap layar ponsel, sembari memantau status penjual online langganannya. Ia mengembangkan senyum manisnya saat melihat tas keluaran terbaru sudah ready.


"Ayo Ma."

Wanita paruh baya itu menoleh saat mendengat suara putrinya. Ia mendelikkan matanya saat Reina sudah berdiri di depannya dengan tampilan kusutnya.

"Anak Mama yang cantik gak mandi?" Ia menghampiri gadis itu, menatap putrinya dari ujung kepala ke ujung kaki. "Gapapa! Walaupun gak mandi tetap cantik kok seperti Mama." Kirana bergegas, ia mengambil tas dan kunci mobil. Menuju ke garasi dan diikuti Reina di belakangnnya.

~~~

Keadaan terlihat sepi, waktunya beraksi. Reina melempar tasnya, hingga mendarat di sebelah pagar. Dengan sigap, ia engangkat roknya dan mulai memanjat.

Bukan cuma pertama kalinya, gadis itu sampai di depan sekolah dengan pagar yang sudah tertutup rapat. Bisa dibilang tiap hari Reina tidak melewati pagar depan untuk masuk ke dalam sekolah tercintanya itu. Lewat mana lagi kalau bukan pagar belakang sekolah.

"Rein, anak Mama yang cantik. Tiap hari panjat-panjat gini bahaya sayang!" tegur Kirana yang dari tadi melirik kanan kiri. Ia bertugas mengawasi jangan sampai ada yang melihat.

"Tenang Ma. Gak bakal jatuh kok! Awasin aja. Jangan sampai diliat satpam!" teriak Reina yang sudah berada di puncak pagar.

Brukk!!!

Kirana menutup matanya saat mendengar suara seperti durian jatuh. Detik berikutnya, wanita itu dengan hati-hati membuka mata. Ia menarik napas dalam saat melihat anaknya sudah berdiri membersihkan rok sekolahnya.

Untuk yang kesekian kalinya, putrinya terjatuh saat memanjat pagar.

"Pagar ini nyebelin! Kenapa gak nahan Reina sih?!" Reina terdengar mengoceh di balik pagar, sambil memaki-maki pagar sekolah.

"Anak Mama cantik, ada yang luka?" tanya Kirana dibalik pagar, berusaha memastikan keadaan anaknya.

"Dikit doang Ma," jawab Reina. "Ini salah pagarnya! Mama pulang sana, Reina duluan."

"Cium jauh, cium jauhh!" teriak Kirana lagi.

"Ummuachh. Sana, sana, pulang! Nanti diusilin sama pagar!" teriak Reina sembari mengibas-ibaskan tangannya, mengisyaratkan agar Kirana segera pergi.

JANJI DI TEPI SENJA  (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang