Capter 23

680 50 6
                                    

Percayalah! sekarang aku sedang tidak baik-baik saja.

-Reina Elatta

•••

TANGAN mungil itu mengepal, matanya menyorot sosok yang menjadi penyemangatnya selama ini. Lalu kepalanya menunduk, berusaha untuk tidak menatapnya terlalu lama.

Suara murid-murid yang berbincang sepulang sekolah seakan tidak terdengar, entah kenapa seolah-olah suasana menjadi hening ketika dia melihat laki-laki itu.

Iya, sosok itu adalah Devano. Laki-laki yang menjadi alasan Reina semangat menjalani hari-harinya. Bagaimana bisa dia berfikir untuk menjauhinya? Namun, inilah jalan yang terbaik bagi Reina.

Sementara Devano dikejauhan sana mulai menyalakan motornya, memakai helm yang tadinya bertengger di spion motornya. Mata itu tidak sengaja melihat gadis yang sedari tadi tidak lagi mengganggunya, gadis itu tengah menghentak-hentakkan kakinya sambil menunduk.

"Apa dia menyerah? tapi baguslah!" batin Devano, lalu melajukan motornya melalui gadis itu.

Saat melewati gadis yang berdiri di dekat pagar sekolahan itu, laki-laki itu tidak berhenti sama sekali. Dia tetap sama, tetap saja dingin seperti dulu.

Gadis di belakang sana menghelah nafas berat, itu sangat sulit baginya. Menahan agar tangan itu tidak melambai kepadanya, menahan agar bibir itu tidak tersenyum dan berbicara padanya, menahan agar mata itu tidak melihat kepadanya.

"Mau pulang?" tiba-tiba sosok laki-laki bersepeda berhenti di depannya.

"Juan, gue bisa nebeng gak?"

"Emang nyokap lo mana?" Tanya Juandra, sambil mengganti posisi tas yang tadinya di belakang kini di gendong di depan.

"Gue mau ke rumah sakit, udah telpon nyokap kalau gue bareng lo."

"Lo tau darimana gue mau ke rumah sakit?"

"Kan lo sahabat Anya juga!" mata Reina mulai berkaca-kaca.

"Jangan nangis, ayo buruan naik!" balas Juandra saat melihat genangan air mata di pelupuk mata gadis di depannya.

Reina segera naik di belakang Juandra, merangkul pinggang laki-laki yang sudah menjadi tempat sandarannya dari kecil. Air mata itu mulai menetes, membasahi baju Juandra.

Sementara di depan sana, ada sepasang mata yang tengah memperhatikan dari balik kaca spion. Tangannya mengepal, memukul stir dan menancap gas semakin menjauh dari sana.

~~~

"Buruan turun!" Teriak Juandra, saat sepeda itu sudah berhenti di parkiran rumah sakit.

Gadis itu segera menyeka air mata yang membasahi pipinya, agar tidak ketahuan oleh laki-laki di depannya.

"Lo tidur yah? baju gue sampai basah kena iler lo." decak Juandra.

"Eng-nggak! Reina gak tidur!" gadis itu pura-pura kuat, "Cuma molor aja!" sambungnya, sambil senyum sumringah memperlihatkan deretan gigi putihnya.

"Jorok banget!"

"Bodoamat!" Balas Reina lalu meninggalkan Juandra begitu saja tanpa rasa berdosa.

"Emang, bocah gak ada akhlak!" umpat Juandra, lalu memarkirkan sepedanya.

Laki-laki itu segera menyusul, namun langkahnya berhenti. Dia membuka kantong tasnya, melihat kresek bening berisikan es krim yang sudah mencair di dalamnya.

JANJI DI TEPI SENJA  (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang