- - m e s s y - -Gale meremas kaleng minuman soda yang sudah kosong itu, tangannya meremas kuat sampai kaleng itu berubah bentuk. Matanya menatap lurus langit petang yang mulai menghitam. Dalam gelapnya langit petang itu menyembunyikan duka-duka yang dipaksa hilang, kecewa yang dipaksa selesai, harapan-harapan yang dipatahkan begitu saja. Seolah pekatnya hanya sebagai sisi yang menutupi.
Pandangan matanya tidak berubah, masih begitu lurus dan tak terbaca. Begitu sulit menebak apa yang sedang ingin diperlihatkan oleh Gale melalui matanya. Manusia bisa membungkam mulutnya untuk tidak menceritakan apapun lalu menyembunyikan segalanya, namun di mata, segala cerita bisa dibaca tanpa perlu bicara. Kadang-kadang pandangan mata seseorang adalah sebuah kejujuran.
Kata-kata soal laki-laki pantang menangis mungkin memang terlalu melekat, karena dibandingkan perempuan, laki-laki sangatlah jarang membiarkan matanya berair. Selain karena harga diri, laki-laki juga tidak mau terlihat lemah karena air mata. Selama apapun ia bisa menahan dirinya untuk tidak mengekspresikan kesakitan dengan air mata, maka selama itulah sakitnya akan tersembunyi di balik pandangan mata.
Manusia memang seperti itu, ada yang mudah menangis untuk hal-hal kecil, ada yang menangis hanya disaat merasakan sakit, ada yang menangis hanya karena kecewa, ada juga yang diam-diam menangis di dalam diri tanpa memperlihatkan.
Bagi Gale, menangis adalah hal paling pengecut yang akan dia lakukan hanya dipilihan terakhir. Segala rasa kecewa, luka, rasa sakit, atau bahkan emosi di dalam dirinya justru menjadi sebuah dendam tersendiri. Menciptakan sisi gelap dan sisi paling tidak menggunakan hati di dalam dirinya. Sekali seseorang membuatnya merasa terlukai, maka seumur hidup ia akan mengingat itu.
"Diri lo berhak menyuarakan apa yang lo mau, lo nggak bisa menentang itu. Sisi baik lo bilang jangan nyakitin orang lain, tapi sisi gelap lo bilang kalo lo harus tega. Pilihan terkahir selalu ada di tangan lo."
Gale mengepalkan kedua tangannya dengan kuat ketika suara Banyu terdengar. Ia melemparkan kaleng soda itu ke lantai dengan kuat, lalu menginjaknya dengan asal. Perasaannya semakin bercampur aduk, ia tidak tahu bagaimana harus bersikap sekarang.
"Kenapa lagi?" Tanya Gama yang baru saja muncul dari dalam kamar itu. Cowok itu kini duduk di kursi rotan sembari merebahkan diri. Biasanya memang balkon kamar ini bisa membuat mereka mengobrol dengan santai.
Jege ikut duduk di dekat Gama, ia membawa sebungkus kacang. Setelah meletakkan bungkusan kacang itu ke meja, ia mengeluarkan bungkus rokoknya kemudian mengambil satu batang dari nikotin itu. Dihidupkannya pemantik itu dengan cepat, lalu didekatkan ke tangannya yang mengampit nikotin itu. Sampai kemudian ujung dari batang nikotin itu tersulut.
"Abis duit lo biayain Philove? Hah?" Jege tersenyum mengejek. Ia memainkan asap rokoknya dengan santai.
Pavard sudah berdiri di ambang pintu balkon itu, ia masih menggunakan seragam sekolahnya. "Udah makan belum lo?" Tanyanya pada Gale.
Gale hanya menatap ketiga sahabatnya satu persatu tanpa berniat membuka suaranya.
Gama membuka kacang kulit itu lalu memakannya, ia melemparkan kulitnya ke arah Gale, namun tidak sampai mengenai Gale. "Mau lo sekarang gimana?"
"Ngeliat Kein selembut itu sama lo kemaren, gue jadi mikir, sebodoh itu ya dia? Mau aja sama lo yang brengsek gini," kata Jege tanpa takut menyinggung Gale. Dirinya sudah terbiasa.
![](https://img.wattpad.com/cover/150994760-288-k342589.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Messy (COMPLETE)
Teen FictionDari awal pun, hubungan ini dimulai dengan alasan yang tidak jelas. Terlalu berantakan untuk memulai cinta di dalamnya. Ada yang salah dalam hubungan ini, tapi mereka sama-sama tidak peduli, atau lebih tepatnya berpura-pura tidak peduli. Sesuatu yan...