36. Yang Memilih Berhenti

2.3K 285 102
                                    



- - m e s s y - -

Kein mendudukan dirinya di ranjang kamarnya, kakinya bergerak-gerak pelan. Ia masih bungkam sejak beberapa saat yang lalu. Kalau tahu akan bertemu Gale, mungkin Kein akan memilih meninggalkan supermarket itu lebih cepat.

Ia bukan perempuan bodoh yang tidak tahu apa-apa saja yang berhubungan dengan Gale. Mungkin dibalik gelap masih banyak yang disembunyikan, namun Kein cukup tahu caranya mengenali. Terkadang berpura-pura tidak tahu dan menjadi manusia yang terlihat bodoh itu menyenangkan, seolah tidak tahu padahal jelas sudah mengetahui semua.

Matanya mengerjap, setetes cairan bening itu menetes. Tangannya menghapus cepat air mata itu, ia lalu tersenyum sendiri. Sesakit itu ternyata. Jauh sebelum hal ini akan terjadi, dirinya sudah bersiap, tapi masih semengejutkan itu. Kehilangan Gale dari genggamannya bukan hal yang mudah. Lebih jauh dari hubungan tidak jelas yang mereka jalani, keduanya saling berbagi.

Harus sampe sini ya? Bisik hatinya pilu.

Seharusnya sejak lama ia mundur, memilih menyudahi karena pada akhirnya hanya satu pihak yang tersakiti. Namun, Kein tidak mau Gale terlihat buruk di mata siapapun. Gale tetap baik padanya, ia tidak akan mengelakkan hal itu. Ketika semua memandang rendah padanya, Gale tetap menjadi orang yang tidak melakukan itu.

Kein tahu, akan begitu berat untuk melepaskan  apa yang menguatkannya selama ini. Melalui hal baik juga buruk bersama dua tahun ini cukup membuatnya merasa nyaman dengan Gale. Begitu banyak hal yang terjadi, dan ia memilih bertahan. Namun, detik ini, haruskah disudahi?

"Apa sih yang ditunggu? Bertahan buat siapa kalo yang dipertahanin juga belum tentu punya perasaan yang sama?" Tanyannya dengan suara lirih.

Apa yang harus dipertahankan ketika salah satu pihak tak lagi merasa hubungan yang dijalani itu membahagiakan? Iya, hubungan tidak semudah itu memang. Sudah begitu banyak ego-ego yang dikesampingkan, penerimaan yang diberikan, kasih yang berlabuh. Semua itu tidak lagi berarti kalau salah satunya justru kembali pada yang sudah berlalu.

"Jangan berhenti, aku masih butuh kamu."

Kein tersenyum masam ketika mengingat kalimat yang selalu Gale ucapkan. Rasanya seperti tercubit, nyeri. Apakah meninggalkan adalah pilihan yang tepat? Tidakkah itu justru melukai? Ia dan Gale akan sama-sama terluka kalau memang kalimat meninggalkan ia ucapkan. Tapi lebih terluka kalau terus bersama 'kan?"

Semua berhak berusaha, tapi semesta lebih tau bagaimana baiknya. Begitu baiknya sampai terkadang diperlihatkan yang menyakitkan. Untuk apa? Si tukang mengeluh itu bertanya. Bukankah lebih baik tidak tahu? Tambahnya. Kemudian, jawabannya hanya supaya tidak terlalu jauh tersikiti. Memang ada hal-hal yang menyakitkan datang lebih dulu, semesta cuma mau semua tahu kalau ditutupi justru akan lebih menyakitkan.

Ddrrtt

Ddrrtt

Kein menahan dirinya untuk tidak menangis. Ia mengusap layar benda pipih miliknya ketika terdapat panggilan yang masuk. Ia sudah tahu kalau seseorang itu cepat atau lambat akan menghubunginya.

Kein menempelkan benda pipih itu ke telinganya, memilih diam dan menunggu seseorang di seberang sana bersuara.

"Aku di depan rumah kamu," katanya dengan suara yang begitu tenang. "Kita bicara."

Messy (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang