- - m e s s y - -Cowok itu menutup pintu mobilnya dengan kasar, ia lalu berjalan dengan langkah lebar—cenderung tergesa menuju rumah sederhana itu. Yang di depannya diberi lampu temaram untuk penerangan di halamannya. Tidak butuh waktu lama ia sudah berdiri di depan sebuah pintu yang tetutup rapat.
Tangannya yang mengepal menggedor pintu rumah itu, tanpa berpikir pemiliknya akan terganggu atau lebih parahnya akan marah. Sebagai tamu ia tidak memikirkan kesopanan lagi, kepalanya sudah akan pecah, terlalu banyak yang membuat otaknya terasa sakit.
Ia menggedor pintu itu lebih kuat ketika pemilik rumah tak kunjung membukakan pintu. Bertambah kesal dan bercampur emosi yang melingkupinya. Kalau tidak ada tetangga di sekitar rumah itu, mungkin sudah ia tendang pintu rumah itu. Beruntung, otaknya yang sudah kalut masih bisa berpikir kesitu. Dan tahu akibatnya kalau sampai itu ia lalukan. Semakin bodohlah ia kalau sampai dilakukan.
"Kein!"
"Kein!" Serunya semakin dibatas kesabaran.
"KEIN BUKA PINTUNYA!" Ia yakin suaranya terdengar sampai halaman belakang rumah ini yang bahkan ukurannya tidak lebih dari bagian depan rumahnya.
"Iya, sebentar," kata si pemilik rumah—Kein. Suaranya terdengar meski samar-samar. Entah apa yang dilakukan perempuan itu sampai lama sekali membuka pintunya.
"KEIN! BUKA!"
Suara kunci dibuka dengan terburu-buru karena sang tamu juga tak sabaran. Tanpa permisi, cowok itu masuk mendahului Kein yang bertahan di ambang pintu.
"Gale?" Kein seperti tidak percaya sosok yang duduk di kursi rumahnya itu adalah Gale.
Gale sendiri tidak mau memikirkan apa yang ada di kepala cantik Kein. Ia hanya butuh tempat untuk menenangkan diri, dan di sinilah ia. Datang dengan segala emosi yang memuncak, namun perlahan akan membaik jika bersama Kein. Entah apa yang dimiliki Kein sampai bisa membuatnya lebih bisa mengontrol diri.
Gale tahu kemana ia harus pergi ketika sedang kacau. Kein tempatnya. Rumah sederhana yang bagi Gale sebenarnya tidak terlalu ia sukai, namun bisa membuatnya nyaman. Bahkan jika hanya disuruh berdiam diri. Ada keistimewaan tersendiri di dalam sini. Seolah keheningan juga sepi yang selalu menyelimuti Kein malah menjadi hangat untuk Gale. Bahkan ia betah berlama-lama duduk di dalamnya, bersama Kein yang larut dalam bisunya. Atau lebih tepatnya ia lah yang membisu dan tak mengajak Kein berbicara.
"Kamu kenapa?" Tanya Kein lembut, perempuan itu duduk sembari melepaskan mukena yang masih ia pakai, kalau tadi ia harus melepasnya lebih dulu, bisa jadi Gale menghancurkan rumahnya.
Gale menyipitkan matanya, entah ia yang terlalu terburu-buru atau memang tidak fokus, ia tidak menyadari kalau Kein mengenakan mukena. Perasaan bersalah sedikit mencubit hatinya, bodohnya ia. Andai ia tidak sebrutal itu menggedor pintu juga saat memanggil Kein, mungkin perempuan itu masih bisa melepaskan mukenanya. Ah sudahlah. Gale tak mau ambil pusing perihal itu, ia memejamkan matanya dan menyandarkan kepalanya pada kepala sofa itu. Mengatur napasnya yang masih menggebu-gebu.
"Aku balikin mukena dulu," kata Kein sembari berdiri, sebelum berjalan meninggalkan Gale, suaranya kembali terdengar. "Tenangin diri kamu, Le, kontrol emosi kamu."
Gale hanya diam tanpa membuka matanya, tak ada suara yang ia dengar selain keheningan. Atau sekedar mobil yang baru saja melintas di jalan depan rumah Kein.
![](https://img.wattpad.com/cover/150994760-288-k342589.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Messy (COMPLETE)
Novela JuvenilDari awal pun, hubungan ini dimulai dengan alasan yang tidak jelas. Terlalu berantakan untuk memulai cinta di dalamnya. Ada yang salah dalam hubungan ini, tapi mereka sama-sama tidak peduli, atau lebih tepatnya berpura-pura tidak peduli. Sesuatu yan...