37. Sebagian Alasan

2.1K 268 53
                                    



- - m e s s y - -

Jari-jarinya mengapit sebatang nikotin itu, ujungnya ia hisap dengan kuat, lalu bermain dengan asapnya. Matanya menggelap tapi tidak mengurangi sorot kecewa yang hadir sejak lama itu. Sesekali matanya justru berubah kosong, seolah ia tidak tahu apa yang benar-benar sedang ia lihat.

Sebagian dari dirinya mengajak beranjak sejak lama, sedangkan sebagian lainnya justru memintanya tetap tinggal. Di antara gelap malam, tubuhnya dilebur sesak yang kian menikam. Malam tidak lagi memberi kenyamanan, justru tempat untuknya menitipkan gelisah. Sedangkan pagi hanya tempatnya menggantung raga.

Setelah ini, ia harus kemana? Masih sanggupkah menjalani sendiri sedangkan selama ini ia bersembunyi. Kembali menjadi pengecut karena tidak pernah berani sekedar mengakhiri. Ia pandai memulai tapi pecundang saat harus pamit undur diri. Lembaran usang itu kembali terhampar, lukisan asing jadi penghiasnya. Ia tidak pernah sebaik-baik itu selama ini.

Senyuman tipis itu terbit, begitu tipis sampai nyaris tidak terlihat. Matanya terpejam saat bibirnya menyentuh ujung nikotin itu lagi, kali ini ia menahan asapnya lalu mengembuskannya kemudian.

Orang-orang tahu apa sih? Cuma melihat dengan matanya tanpa tahu apa saja yang sudah dilewati selama ini. Seolah menilai orang lain itu keren, padahal menjijikan karena prasangka yang tidak-tidak. Berlagak paling suci padahal sama kotornya. Memang menjadi Tuhan untuk orang lain menyenangkan dan menjadi hakim atas kesalahan orang lain mudah 'kan? Maha benar setiap penilaian dan Maha tahu atas derita orang lain. Sibuk menilai buruk sampai lupa seberapa hina diri sendiri.

Matanya semakin menggelap, ditatapnya langit malam yang tidak diterangi bintang satupun. Seolah tahu betapa kalut perasaannya kini, semesta selalu memahami. Tangannya mengusap wajahnya dengan kasar, ia lalu menarik rambutnya sendiri. Tidak mengurangi sedikitpun rasa sakitnya, justru semua semakin terasa.

"Brengsek!" Gale berteriak keras ketika baru saja sampai di tempat Mata Angin biasa berkumpul. Kakinya sudah menendang salah satu tong yang berjejer itu.

Beberapa anak yang sudah mengenalnya sejak dulu itu terkejut bukan main. Sebagian lainnya yang jumlahnya lebih dari sepuluh itu langsung berdiri dan menatap Gale. Tidak semua yang duduk di situ mengenal Gale karena wajah-wajah baru akan selalu ada di Mata Angin.

Pandangan Gale lurus, menajam saat tahu siapa yang harus ia incar. Ia tidak peduli dengan suara siapapun yang menanyakan dirinya atau bahkan balik memaki. Gale menarik cowok itu untuk maju dan sedikit menjauh dari kerumunan itu.

Bugh!

Bugh!

Tanpa aba-aba tangannya melayangkan bogeman keras ke wajah cowok itu. Kini kaki Gale menendang dengan cepat perut cowok itu sampai tubuhnya jatuh tersungkur. Ia mendecih dan tersenyum remeh melihat hal itu, seluruh amarahnya sudah di ubun-ubun. Matanya menatap nyalang ketika salah satu anak mendekati cowok itu dan membantunya berdiri.

Tidak pernah ada kata takut di tangan Gale ketika menghadapi orang lain. Untuk bertarung dengan siapapun pastilah akan ia ladeni asal bertarung secara sehat. Tangan Gale menangkis dengan cepat ketika teman dari cowok itu hendak memukulnya, ia lalu memelintir tangan itu sampai kemudian terdengar teriakan kesakitan.

"ARRRGHHHH!" teman dari cowok itu mati kutu.

Cowok itu kini menatap marah Gale, ia menendang Gale dengan cepat ketika cowok itu lengah. Tubuh Gale terdorong mundur beberapa langkah.

Messy (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang