30. Bersama

2.6K 235 25
                                    


- - m e s s y - -

Sebulan ini kehidupannya terasa begitu menyenangkan, setiap hari ia merasakan hidup sebagaimana manusia yang dicintai sekaligus nyata sebagai manusia yang tidak salah pernah mencintai. Waktu pernah menamparnya untuk tidak percaya akan cinta karena dalam rumahnya, cinta hanya sebatas kata yang tidak lagi bermakna.

Ia pernah mendamba kasih di sela sabit yang mulai menipis, memimpi tubuh lain untuk berbagi gelisah dipenghujung pagi, kemudian fajar menyadarkannya untuk beranjak bersama tubuhnya sendiri. Mungkinkah ini memang jawaban atas setiap harapan-harapan yang pernah ia lontarkan di ujung bibirnya tanpa berani dibagi pada orang lain sebelumnya?

Siapapun tidak pernah tahu akan seperti apa takdir sebenarnya bermain, mungkin memberi tawa, mungkin juga memberi duka. Kali ini, biar takdirnya diberi tawa, takdirnya sedang dibubuhkan sedikit kebahagiaan agar ia lupa pernah menyimpan apapun sendirian. Setiap jiwa pernah merasa terluka atas alasan-alasan yang semesta sembunyikan.

Baginya, menemukan seseorang yang ia percaya untuk mendengar semua bukanlah hal mudah. Sampai kemudian, waktu mempertemukannya dengan satu sosok paling menyebalkan yang sialnya membuat dirinya merasakan degupan tidak biasa. Kein menyadari sejak awal kalau Gale bisa membuatnya jatuh berkali-kali, namun masih selalu ada di sisinya. Menjadi satu dari dua yang begitu asing dengan kebersamaan setelah sekian lamanya. Mereka belajar untuk sembuh sedikit demi sedikit dari satu dan yang lainnya. Bungkam akan rasa sakit justru membuat mereka tahu kapan harus sembuh.

Dari banyaknya alasan Kein untuk menutup diri, Gale seolah memiliki celah untuk mematahkan itu. Dulu, Kein pernah memiliki prinsip untuk tidak menjadi pihak yang paling menaruh hati, karena pada akhirnya, yang lebih banyak menaruh hati adalah mereka yag harus siap terluka lebih banyak. Namun, bersama Gale membuat Kein melupakan hal itu sejenak.

"Udah makan?" Tanya Gale yang baru saja duduk di hadapan Kein.

Kein tersenyum lalu menggeleng, ia duduk bersila menghadap Gale. "Belum laper," jawabnya.

Gale tampak berdecak. "Nanti sakit."

"Hehehe."

"Nih," Gale memberikan bungkusan yang sedari tadi ia pegang. "Makan ini dulu."

"Apa?"

"Bubur kacang hijau, tadi waktu mau ke sini liat orang jualan bubur terus keinget kamu, jadi beli," jelas Gale.

Kein mengulas senyumannya. "Nggak tau kenapa aku selalu seneng setiap kali kalimat kayak gitu keluar dari bibir orang lain, makasih banyak. Hal sesederhana kayak; Keinget kamu pas liat ini, itu luar biasa banget berartinya."

Cowok itu ikut tersenyum, ia menyadari kalau setiap perhatian kecil itu sangat bermakna bagi Kein. Selalu menyenangkan memberikan sesuatu yang terkesan sepele, namun dihargai sebegitu besarnya. Tidak ada yang bisa menandingi apresiasi dari terimakasih.

Kein memberi banyak pembelajaran bagi Gale yang sampai detik itu belum tahu harus menjadi orang yang seperti apa. Gale sendiri menyadari kalau Kein setidaknya membawanya menjadi manusia setelah sekian lama kehilangan jiwanya sendiri.

"Gale mau?" Kein menawari sembari mengangkat sendoknya itu. Bubur yang dibawa Gale sudah ia pindahkan ke mangkuk.

Gale menggelengkan kepalanya, senyuman tipis itu singgah di wajahnya.

Bisa ya lo seneng padahal gue cuma ngasih bubur, Kein.

"Kalo Gale mau, Kein nggak apa-apa kok bagi dua," katanya.

"Buat kamu aja."

"Beneran Gale," lanjut Kein.

Gale mengangguk. "Habisin."

Messy (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang