- - m e s s y - -Pada garis-garis waktu yang kian memudar, terselip sebuah asa yang disenandungkan. Mencari sekedar tempat kembali untuk menyibak dingin yang kelewat menusuk rusuk. Tubuhnya terbalut berlembar-lembar luka juga diselimuti berlapis-lapis lara.
Malam bukan lagi waktunya untuk beristirahat, melainkan menjadi ruang untuknya menepi. Bahwasanya malam bukan lagi untuk terlelap, melainkan untuk berkelana dalam imajinasi liar pada jiwa. Membuatnya lebih menyukai pekatnya larut malam, ketimbang jingganya senja yang katanya menyejukan mata. Kadang-kadang tempat berteduh setiap jiwa memang berbeda. Ada yang diam-diam berteduh dalam gelap penuh bisu bersama apa yang ia suka.
Angin berembus pelan, menyapu wajahnya yang sedari tadi tak berubah. Matanya menyorot kekosongan, pikirannya melayang jauh terbawa oleh angin. Diajak menarik-nari serta bersenandung dalam pekatnya langit malam. Ia larut terbuai dalam pikirannya yang begitu runyam, namun selalu tertutupi. Lukanya ada dibalik awan—jauh tak terambah dan tak bisa digenggam siapapun. Hanya miliknya.
Akar di dalamnya terlampau kuat untuk menahan perih. Seolah apapun yang hadir detik ini bukanlah apa-apa. Terkadang, ia tak benar-benar mengenali dirinya sendiri. Ia bukan tidak bahagia, karena pada kenyataannya ia selalu menikmati apapun yang kini hadir.
Bahkan untuk setiap perih yang hadir, setiap rasanya ia peluk dengan hangat. Membiarkan pisau dari perih itu menikamnya, sampai rasa sakitnya luntur dan tak terasa sakit lagi. Memeluk luka adalah pilihan terbaik, karena nanti, kamu akan terbiasa, bisiknya dalam hati—selalu.
Tak pernah sekalipun ia mengeluh. Pada semesta yang kerap bercanda, ia pun tak memaki atau menyumpah. Hanya tersenyum, jika terlampau menyakitkan, senyumannya berubah menjadi segaris—senyuman begitu tipis. Ia hanya ingin menjadi orang yang sabar untuk dirinya sendiri. Menjadi rumah untuk jiwa juga raganya dalam jalan yang berbatu penuh kepiluan. Biar ia terseok sembari memeluk tubuhnya sendiri.
Pada akhirnya orang-orang yang mengenalnya lebih dulu tak akan mengatakan ia sebagai orang yang sabar. Kasar, keras kepala, egois—kelewat egois, begitu angkuh dan pongah. Padahal, jauh di dalam hatinya, ia tak pernah setega itu. Hanya saja, semesta mengajakanya mengeras dan tak lagi lembut. Terkadang, ia tahu dimana meletakkan dirinya yang begitu nyaman menjadi rumah, namun di waktu lainpun ia tahu dimana menjadikan dirinya neraka bagi mereka yang pernah menyakitinya.
Malam kehilangan penerangannya, bintang enggan menghiasi, bulan apalagi. Ia begitu tanpa warna, hanya hitam yang tak terlalu nyaman untuk dipandang. Namun, tanpa kepura-puraannya, masih ada satu jiwa yang menginginkannya. Menjadi teman kala segala keluh tak bisa ia lampiaskan.
Tak ada lagi hangat bagi tubuhnya, namun dinginnya malam tak akan merobohkan pertahannya. Maaf harus mengatakan ini, namun ia terlalu tangguh untuk sekedar dijatuhkan. Ia membiarkan kedua telapak tangannya bertemu, untuk menghangatkan dirinya yang belum ingin beranjak dari balkon kamar itu.
Tidur bukanlah hal mudah untuk ia lakukan. Entah sudah berapa ratus hari yang ia lewati tanpa terlelap dalam beberapa tahun terakhir. Dalam kepala cantiknya itu, otaknya selalu ingin terjaga dan memikirkan banyak hal. Buku adalah pelariannya. Coklat hangat menjadi pelengkapnya. Ia tak butuh apapun selain buku juga coklat panas untuk malam ini. Namun, dengan pahit ia harus mengatakan pada dirinya sendiri, kalau malam ini ia hanya bisa melamun tanpa melakukan apapun.
Bibirnya tersenyum tipis, ia menyadari kalau ia sudah melangkah jauh. Semesta menempatkannya berada di sisi raga penuh amarah itu. Sejauh ia bisa bertahan, maka ia akan bertahan. Kalau nanti ia akan menyerah, percayalah, itu bukan inginnya. Melainkan keterpaksaan untuk menyerah dan meninggalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Messy (COMPLETE)
Teen FictionDari awal pun, hubungan ini dimulai dengan alasan yang tidak jelas. Terlalu berantakan untuk memulai cinta di dalamnya. Ada yang salah dalam hubungan ini, tapi mereka sama-sama tidak peduli, atau lebih tepatnya berpura-pura tidak peduli. Sesuatu yan...