12. Di balik awan

2.6K 240 17
                                    



- - m e s s y - -

"Kamu nggak apa-apa nyuci gini?" Tanya Gale yang sedari tadi mondar-mandir menunggu Kein yang sedang mencuci sprei juga bajunya itu.

Kein menghela napasnya, sedari tadi Gale menanyakan hal yang sama, yang bahkan sudah Kein jawab kalau dirinya tidak apa-apa. Lagipula mencuci bukanlah hal buruk, juga tidak berat bagi Kein. Ia yang sedang membilas sprei itu menoleh. "Iya, Gale," jawabnya lagi.

"Kamu nggak takut tangan kamu rusak?"

Kein terkekeh, ia menatap Gale dengan pandangan geli. "Rusak gimana? Masa nyuci kayak gini aja rusak tangannya. Ya meskipun ada yang kalo kelamaan kena detergen rusak tangannya, tapi aku enggak kok, tangan aku baik-baik aja."

Gale memilih duduk sembari menunggu Kein, ia kini hanya diam dan memperhatikan Kein yang sedang memindahkan baju itu. Kein tidak merasa keberatan sama sekali untuk mencuci sprei—terlepas dari kesalahannya, Gale merasa Kein memang benar-benar tidak keberatan. Kein terlihat menikmati dan tidak menjadikan itu beban, tidak juga merasa kesal ketika harus mengelap lantai yang basah.

Sejauh hubungannya, Gale tidak pernah merasa Kein akan semandiri itu. Dia tahu kalau Kein mungkin selalu berusaha membiasakan diri untuk melakukan pekerjaan rumah. Satu hal yang paling Gale sukai dari Kein adalah Kein yang mandiri.

Satu fakta itu kembali menampar Gale, pikirannya melayang jauh. Membandingan Kein dan Philove, keduanya benar-benar berbeda. Tidak ada yang salah dengan kepribadian Kein ataupun kepribadian Philove, hanya saja, Gale merasa lebih nyaman bersama Kein.

Senyuman yang menghiasi wajah Kein selalu terlihat tulus, begitu apa adanya. Tidak pernah bergaya yang aneh-aneh, hanya menjadi sederhana selayaknya dirinya. Kein selalu bisa membuat orang lain merasa malu dengan sabarnya, dengan senyumannya yang begitu ikhlas itu. Gale merasa selalu nyaman kembali pada Kein, yang juga selalu menerimanya baik sempurna juga cacatnya. Rengekan manja untuk suatu hal tidak pernah Kein lakukan, dia seperti sudah merasa cukup dengan apapun yang ia punya, meskipun Gale pun tahu kalau Kein tidak sebaik-baik itu.

"Kamu beneran udah terbiasa nyuci kayak gini?" Gale bertanya ketika Kein baru saja mendudukan diri di dekatnya.

Kein mengangguk dengan tersenyum, ia meluruskan kakinya. "Aku itu hidupnya sendiri, Le, apa-apa ya harus terbiasa sendiri. Dari semenjak Bunda sama Ayah pisah waktu kelas sembilan, mau nggak mau aku harus bisa semua sendiri. Tenang aja, kalo cuma nyuci kayak gini, dari kelas sembilan aku udah lakuin sendiri, aku nggak apa-apa. Lagipula, kalo mau manja-manja, mau sampe kapan aku bisa bergantung sama orang lain? Yang ada aku nggak bisa apa-apa."

"Capek nggak?"

"Apanya?"

"Ya kamu," kata Gale sembari menatap Kein.

Kein tidak tahu apa maksud dari ucapan Gale, karena terkadang Gale menanyakan sesuatu yang memiliki maksud lain. Kein lagi-lagi hanya tersenyum. "Capek atau enggak ya harus tetep dijalanin, Le. Aku ini bukan orang punya yang bisa seenaknya minta-minta, udah seharusnya aku belajar untuk diri aku sendiri."

"Kalo kamu mau laundry pakaian kamu, nggak apa-apa, nanti aku yang bayar."

"Mana bisa!" Kein langsung mengelak, itu tidak benar. "Aku masih bisa ngelakuin sendiri Gale, nyuci baju aku sendiri bukan beban kok. Lagipula, mending uang kamu itu ditabung, jangan habisin uang yang dikasih orang tua, Le. Maaf untuk bilang ini, tapi belajar dari aku, uang nggak selamanya ada di deket kita."

Messy (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang