KEDUA PULUH ENAM

18 10 0
                                    

Sesuai yang telah aku rencanakan dengan kedua teman ku tadi, istirahat ini aku akan menemui Kak Rendy untuk meminta penjelasan akan perasaannya. Apapun jawabannya nanti aku akan menerima karena aku tak ingin jatuh lebih dalam lagi.

Ku telusuri koridor-koridor kelas XI untuk sampai ke area kelas XII. Hasrat ku untuk mengetahui semuanya menuntut ku untuk memberanikan diri berjalan ditengah keramaian kakak kelas yang sibuk kesana-kemari.

Tujuan ku kali ini adalah Kak Rendy, aku tak ingin apa-apa lagi. Hingga sampailah aku di kelas XII IPA 1, dengan segala kekuatan aku melangkahkan kaki ku lebih dekat ke pintu masuknya. Bukan hanya satu atau dua orang saja, laki-laki maupun perempuan sedang menatap ku aneh. Wajar saja aku bukan murid kelas mereka, kebingungan yang terpampang di wajah mereka seakan bertanya padaku 'mau apa aku kesini?'

Satupun tak ada yang aku kenal di lingkungan kelas XII ini, hingga akhirnya mata ku melihat Kak Nisya yang kebetulan pernah menjadi mentor ku saat masa MPLS dulu. Aku melambaikan tangan ku untuk menarik perhatian nya, dan dia peka akan keberadaan ku lalu menghampiri ku yang kini ada di ambang pintu.

"Iya, ada apa?"

Sepertinya Kak Nisya lupa padaku, caranya menatap ku seakan sedang mengingat wajah ku yang mungkin sudah familiar baginya.

"Kak, Kak Rendy ada?" Jawab ku to the point.

"Oy, si Rendy sekolah kagak?" Teriaknya ke teman-teman nya yang ada di dalam.

"Dia dispen dari pagi." Ucap salah seorang teman kak Nisya.

"Oh dia lagi dispen dari pagi katanya,  latihan buat event minggu depan. Ada apa?"

"Eh enggak kak, makasih ya Kak." Jawab ku dengan disertai senyuman

"Iya." Balas Kak Nisya ramah dengan senyum manisnya.

Sekarang aku tahu harus kemana, ruang school band.

Sepanjang perjalanan aku melatih bibir dan lidah ku agar tak kelu saat nanti bertanya pada Kak Rendy. Aku harus terlihat tegas agar dia menjawab pertanyaan ku tanpa rasa malas lagi. Walau keringat dingin mulai bercucuran dan kepalan tangan pada dasi sekolah ku tak pernah lepas untuk menetralisir kegugupan ku, aku tetap berjalan ke tempat dimana Kak Rendy kini berada.

Di kejauhan aku berhenti untuk beberapa saat, aku meyakinkan hati menyemangati diri sendiri. Setelah dirasa aku bisa, aku mulai mendekat ke tempat anak band sekolah latihan itu.

"Coba ganti nada." Ucap seseorang di dalam sana.

"Gak masuk kampret, ulang lagi ulang lagi."

Terdengar seseorang menyanyi dengan diiringi gitar sebagai alat musiknya, walau sesekali selalu ada percekcokan yang aku dengar.

Ku buka pintunya agar sedikit lebih terbuka, ku edarkan pandangan ku mencari sosok kekasih ku. Ada tiga orang didalam sana yang sibuk dengan dunianya masing-masing. Saat suara pintu terbuka menyadarkan mereka, kini objek pandangan nya teralihkan kepada ku. Dengan senyum canggung yang aku berikan, mata mereka masih tetap mengawasiku hingga aku menjelaskan mengapa aku bisa sampai ke tempat ini.

"Ada Kak Rendy?" Tanya ku gugup.

Bibir mereka yang menganga kini terkatup juga saat mendengar maksud kedatangan ku.

"Ren, noh ada yang nyariin." Ucap salah satu laki-laki yang berada di ruang school band ini.

"Siapa?" Suara ini yang aku tunggu-tunggu, suara Kak Rendy.

"Cewek."

"Suruh pergi aja!"

Deg! Dia bahkan mengusir ku tanpa tahu siapa yang diusirnya. Kini mata dan telinga ku mulai bekerja sama, melihat dan mendengar dengan teliti dimana kah Kak Rendy berada. Aku hanya mendengar suaranya tanpa tahu dimana wujudnya.

The Trouble Of Sunset (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang