Hari ini mata ku berat sekali. Perih rasanya terus terpejam, namun sulit rasanya untuk terbuka meski hanya sesaat. Kejadian kemarin sore seakan menjatuhkan ku ke jurang yang terdalam. Hati ku masih tak bisa menerima kenyataan yang membuat ku hingga menjadi seperti ini.
Kulihat jam di dinding dengan susah payah, waktu sudah menunjukan pukul 8:45 AM. Pagi ini seharusnya aku sedang duduk di dalam kelas mendengarkan rentetan materi yang di sampaikan Bu Cici hari ini. Tapi tubuh ku seakan tak membiarkan ku membawanya keluar walau ke toilet sekalipun.
Sebenarnya malam tadi aku tak bisa memejamkan mata ini barang sedetik saja. Dan untuk bayarannya, pagi ini mata ku yang meminta waktu istirahat. Tak ada yang tahu keadaan ku sekarang jika bukan Bibi dan Bang Diaz. Bahkan bang Diaz kukuh tak ingin berangkat sekolah hanya ingin menemani ku, tapi ku yakinkan dia bahwa aku baik-baik saja. Lalu bagaimana dengan orang tua ku? Mereka mengunjungi kota Paris dengan alasan pekerjaan. Lagipula aku tak ingin mengkhawatirkan mereka, walau kenyataannya aku ingin merasakan belaian seorang ibu yang sampai sekarang belum pernah aku rasakan.
Dengan malas kembali ku ingat kejadian waktu kemarin. Begitu kasar dan dingin nya sikap Kak Rendy. Baru kali ini aku diperlakukan seperti itu oleh laki-laki, karena sampai hari kemarin saja seumur hidup ku yang aku dapatkan adalah kasih sayang yang luar biasa dari seorang laki-laki yaitu ayah ku. Ia bahkan sangat menyayangi ku, dulu saat kami masih tinggal di Bali ayah tak pernah meninggalkan ku walau hanya sehari. Tapi kini, sehari saja susah untuk ku menemuinya walau kami satu rumah.
Bang Diaz apalagi, walau terlihat cuek tapi kepeduliannya selalu terasa. Memang dia tak pernah mengatakan secara gamblang bahwa ia menyayangi ku tapi perlakuannya lebih dari sekedar kakak menyayangi adik nya. Mungkin aku hanya belum terbiasa di perlakukan kasar oleh Kak Rendy, jika nanti dia bersikap kasar lagi aku akan kebal atas tindakan nya. Tak salah jika aku disebut lemah, karena nyatanya aku memang sudah jatuh dalam kuasanya.
Perlahan aku larut dalam pikiran kacau ku. Memikirkan bagaimana tentang hubungan ku dengan Kak Rendy ke depannya. Apa pantas Kak Rendy menerima maaf ku atas perlakuan nya kemarin? Tapi apa pantas aku mengisi ruang di hati Kak Rendy yang sampai saat ini saja masih ada bayangan masalalu nya? Terlalu sakit memang, dicintai sebagai orang lain. Terlebih lagi menjadi pelampiasan dari masalalu.
Sekarang aku tahu, alasan Kak Rendy menjadikan ku sebagai kekasih nya hanya agar dia tak meresa kesepian setelah kehilangan sang mantan. Bukan karena cinta tak butuh alasan semata yang dilontarkan Kak Rendy waktu itu. Ternyata aku salah, telah menjatuhkan hati pada orang yang terjebak akan masalalu nya.
"Raniiiii ... " Suara nyaring di luar sana mengejutkan ku. Saat asyik terlarut dalam pikiran yang sebenarnya tidak mengasyikan.
"Tok ... tok ... tok ... Raniiii ... " Pintu dengan keras digedor dari luar, siapa orang yang tak punya adab bertamu seperti itu?
Setelah pintu berhasil terbuka, dan munculah makhluk yang sudah ku duga seperti apa wujud nya.
"Rani, lo gak apa-apa?" Chika menghamburkan pelukan nya kearah ku. Sementara di belakang nya ada Aurel yang melakukan hal serupa namun tak selincah Chika.
"Duh kok lo bisa sakit kayak gini sih, lo kenapa Ran?" Tanya Chika khawatir.
"Kok kalian tahu gue sakit, gue bahkan gak izin atau ngirim surat ke sekolah," Aku malah bertanya bukannya menjawab pertanyaan Chika.
"Noh, tanya sama si curut!" Dengus Chika sebal menunjuk Aurel menggunakan dagu nya.
"Apaan sih, Chik. Masih envy aja lo!" Balas Aurel menyikut punggung Chika, "Tadi Diaz telpon gue, katanya lo sakit jadi gak bisa sekolah dulu," Jelas Aurel beralih kepada ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Trouble Of Sunset (ON GOING)
RomancePernah ngerasain gak sih suka sama dua cowo sekaligus? Gimana rasanya? Saat hati yakin ingin melupakan tapi yang dimaksud memperjuangkan, dan sudah yakin untuk memperjuangkan namun yang dimaksud malah pergi tanpa alasan. Dan pernah gak ngerasain dic...