KEDUA PULUH DELAPAN

25 9 12
                                    

"Gue duluan ya, guys."

Bel pulang sudah nyaring terdengar, kini saat nya warga sekolah menghentikan berbagai kegiatan nya di sekolah. Namun masih saja ada beberapa orang yang betah berlama-lama disini. Dan sekarang langkah ku tertuju ke tempat dimana Kak Rendy berada. Walau otak dan hati ku bertolak belakang untuk menemui nya, selalu hati ku lah yang jadi pemenang nya.

"Ekhemm..."

Saat kaki ku sudah berada di ambang pintu, terlihat empat orang laki-laki termasuk pacar ku itu sedang sibuk dengan dunia nya sendiri. Lalu mata mereka teralihkan pada sumber suara. Semua mata sibuk meneliti siapa yang dengan berani nya mengganggu latihan mereka. Sudah dirasa tahu siapa aku, dua diantaranya menyibukan diri kembali, satu orang selain Kak Rendy sedang menatap nya penuh arti lalu Kak Rendy sendiri menatap ku bagai orang yang melontarkan pertanyaan 'untuk apa aku kesini?'

"Mau apa, dek?"

Jangan kira ini pertanyaan dari si manusia es, sejak kapan dia memanggil ku dengan embel-embel dek? Yang bertanya adalah si Kakak kelas berambut hitam kecokelatan, salah satu orang yang menahan emosi nya pada Kak Rendy sejak kunjungan ku tadi pagi ke tempat ini.

"Mau ke manusia batu ini lagi?" Tunjuk nya pada orang disebelah kiri nya yang tak lain adalah Kak Rendy.

Aku hanya menganggukan kepala ku sebagai jawaban.

"Noh batu, ada yang nyariin lagi. Awas aja kalau lo anggurin lagi!" Lalu si Kakak kelas berambut hitam kecokelatan itu mulai fokus pada gitar nya lagi. Entah lagu seperti apa yang akan mereka nyanyikan, dari pagi sampai siang menjelang sore ini saja belum beres.

"Mau apa?"

And well, ini suara terdingin seantero sekolah SMA NUSA BANGSA. Dia memang bukan termasuk orang yang irit bicara, namun nada dari bicara nya lah yang irit dari kelembutan. Bila harus ku beritahu, setiap kali dia berbicara seperti orang yang tak ingin mengeluarkan suara sekalipun. Dia lelaki terjutek dan tercuek yang pernah aku temui di sekolah ini, semoga setelah ini aku bertemu dengan orang yang jutek nya lebih dari Kak Rendy. Agar ia tidak menyandang cowok terjutek yang aku kenal. 

"Pulang," Jawab ku enteng.

"Kenapa kesini?"

"Pulang bareng Kakak," Lirih ku menyesuaikan dengan keadaan dimana sekarang bukan hanya aku dan Kak Rendy saja yang ada di ruang school band ini. Entah mengapa aku selalu ragu bila menyampaikan pesan pada Kak Rendy jika itu menyangkut di tempat umum.

"Gue pulang sore."

"Aku tahu."

"Ya terus?"

"Ya pulang bareng nya sama Kakak, tadi kan Kakak ngajak bareng," Jawab ku malu-malu.

"Kapan?"

"Tadi Kakak chatt aku."

"Gak ada."

"Iya ih, kakak ngajak pulang bareng," Ucap ku tegas.

"Gak."

"Kalau ngajak bareng ya ngaku aja kali, sok jaim lu!" Celetuk Kak Gus.

"Jadi gimana?" Tanya ku memastikan.

"Gimana apanya?"

"Pulang?"

"Nanti."

"Terus ngapain ngajak pulang bareng kalau Kakak pulang nya nanti," Cibir ku kesal.

Kak Rendy hanya mengacak-acak rambut nya frustasi. Melihat itu aku langsung saja pergi dari tempat ini tanpa berkata apa-apa lagi.

The Trouble Of Sunset (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang