KETIGA PULUH LIMA

14 4 13
                                    

"Dasar jalang, gue udah nggak bisa ngerti lagi jalan pikiran lo! Udah suka sama si Rendy masih aja manfaatin Radit," Chika melempar kertas tepat ke permukaan wajah ku.

Saat ku lihat apa yang telah Chika lempar ternyata ini surat kecil tadi yang hampir saja aku baca, milik Aurel. Apa maksudnya Chika memberi ku ini? Dengan cepat ku buka ada apa di dalam nya seiring langkah Chika yang telah pergi meninggalkan ku.

Isi surat :

Kenapa nggak pernah bales surat dari gue? Chatt dari gue aja nggak pernah lo bales. Nanti temui gue di taman belakang, jangan nolak!

R

Apa maksud Chika? Jelas-jelas tadi dia sendiri yang mengambilnya dari ku, bahkan dia mengatakan bahwa ini milik Aurel. Tangan ku meremas secarik kertas ini untuk menyalurkan kemarahan. Kak Rendy memang biang dari masalah ku semua. Bahkan Chika tak ingin menemui ku lagi.

Dengan berat ku langkahkan kaki menuju taman belakang, dengan alasan untuk menemukan semua kebenaran yang ada. Beruntung nya jika nanti yang ku temui adalah si manusia es, aku tak akan tinggal diam lagi membiarkan nya terus memperbudak ku.

Seiring langkah berjalan, air mata ku terus mengalir membasahi pipi yang sudah merah padam. Sesakit inikah bila aku sudah bergelut dalam cinta?

Bumi pun seperti enggan menerima pijakan kaki ku lagi. Hanya ada aku seorang dan bayang-bayang luka yang sedang menari-nari merayakan kehancuran.

"Dasar bajingan lo, Rendy!" Teriakan seseorang di depan sana menusuk telinga ku, dengan segera ku percepat langkah ku menuju sumber suara.

"Emang temen yang nggak tahu diri!" Sambar Kak Radit memukul pipi Kak Rendy berulang-ulang, "Kurang sabar gimana gue selama ini ke lo, udah gue maafin masih lo lakuin lagi, Ren!"

Aku hanya dapat bergeming di tempat ku berdiri melihat perdebatan yang menyertakan pukulan dari Kak Radit pada Kak Rendy. Dan Kak Rendy sendiri hanya pasrah menerima serangan dari seseorang di hadapan nya.

"Adik kakak emang nggak ada bedanya ya, sama-sama bajingan!"

BRUK!!

Kali ini Kak Radit yang dihadiahi pukulan segar dari Kak Rendy. Rahang nya mulai mengeras dengan kepalan tangan yang sudah siap meninju kapan saja.

"Jangan samain gue sama si bajingan itu!" Teriak si manusia es murka.

"Lo nggak terima disaat lo sendiri aja sama bajingan nya kayak saudara lo itu!" Kak Radit bangkit setelah beberapa saat yang lalu tersungkur akibat pukulan secara tiba-tiba dari Kak Rendy.

"Gue sama dia beda, Dit. Jangan salah paham lagi kayak dulu. Seenggak nya dengerin gue!" Pinta Kak Rendy dingin namun penuh harap.

"Dan sekarang juga udah beda, Ren. Lo bukan temen gue lagi kayak dulu." Jawab Kak Radit tak kalah dingin nya. Mereka tak tahu bahwa ada aku yang memperhatikan mereka berdebat entah tentang apa. Aku sendiri bahkan tak ingin melerai nya, biarkan saja akan ku dengar apa yang sedang mereka ributkan. Jikalau aku lagi yang menjadi inti dari masalah nya, sudah jelas bahwa dunia ku akan teramat hancur hari ini!

"Dit, gue emang salah. Tapi tolong percaya sama gue, gue tak tahu apa-apa!"

"Mau bohong sampai mana lagi, Ren? Kita temenan udah bertahun-tahun segala kesalahan lo gue maafin, tapi sekarang udah kelewat fatal!"

The Trouble Of Sunset (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang