Chapter 19

330 39 1
                                    

Fiat POV

Aku sedikit terkejut mendapati P’Nam berdiri di depan toko Ibuku siang itu beberapa menit sebelum jam 12 siang. Walau dia sudah mengirim pesan bahwa dia akan menjemputku untuk makan siang dan bertemu P’Krist, tapi melihatnya benar-benar berdiri disana dengan gagahnya adalah hal yang berbeda.

Mae nampak senang melihat pria itu lagi, siapapun yang melihatnya akan mengira dia sudah tak bertemu dengan P’Nam berbulan-bulan, walau baru semalam mereka berpisah.

Mae jelas-jelas menyukai pria tinggi itu.

“Kau sudah siap?” tanyanya saat melihatku berjalan keluar,

“Uhn…”

“Kau tidak lupa membawa baju ganti kan? Walau perayaan belum benar-benar dimulai, tapi aku yakin para fans akan menyiramkan air ke panggung dan kepada satu sama lain, jadi kita pasti akan basah.” katanya,

“Aku sudah bawa. Jangan khawatir Phi!”

“Baiklah… Ayo berangkat kalau begitu! Ar Pan, Mae… Kami jalan dulu ya!” tak lupa P'Nam memberi wai pada mereka dan beberapa pegawai toko yang kebetulan ada di luar.

P’Nam menyuruhku masuk ke dalam mobil dan mendapati disana sudah ada salah satu adiknya yang sudah menjemput kami di stasiun. N’Pim tersenyum manis padaku dari jok belakang.

“Kau duduk di depan Nong… Aku tak mau menjadi sopir kalian!” katanya sambil tertawa dan menunjuk pintu depan,

“Sawadee Phi Fiat…”

“Sawadee N’Pim…”

“Maaf! Dia merengek ingin ikut untuk melihat acara Krist…” kata P'Nam begitu mobil sudah berjalan,

“Tidak apa-apa Phi… Akan lebih asik jika kita bisa kesana bersama.” sahutku,

“Bagaimana keadaanmu? Semalam kau nampak lelah!”

“Aku baik-baik saja Phi. Tenang saja!” kataku menenangkannya, tapi mau tak mau bergidik mengingat mimpi burukku.

Forward

P’Nam membawa kami ke sebuah restoran kecil di sudut kota tua sebelum bertemu P’Krist dan P’Sing untuk makan siang. N’Pim menggandeng tanganku di sepanjang jalan setapak menuju tempat itu karena restoran itu tidak dapat dijangkau dengan mobil.

Gadis itu terus bicara dan menceritakan tempat-tempat yang sering dia kunjungi di kota tua ini, seolah dia lupa sama sekali bahwa aku juga orang lokal. Dia menceritakannya seolah sedang bercerita pada turis.

“N’Pim ingin menjadi pemandu wisata!” bisik P’Nam di telingaku saat N’Pim berlari kecil meninggalkan kami dan menunjuk sebuah gedung tua yang bersejarah.

Makan siang kami sangat menyenangkan. Keberadaan N’Pim benar-benar menyemarakkan hariku. Aku hampir bisa melupakan ketakutanku atas reaksi P’Nam terhadap masa laluku.

Sesekali aku bisa merasakan tangannya di punggungku, mendorong lembut, memintaku untuk berjalan sedikit cepat atau saat dia mengacak rambutku dengan gemas, karena komentar singkatku atas ocehan N’Pim.

Aku merasa terlalu nyaman dengan kontak-kontak kecil kami. Dan aku tak bisa menahan diri untuk berpikir pria ini ingin meyakinkanku bahwa dia tak masalah menyentuhku.

Begitu kami sampai di tempat acara, N’Pim berteriak histeris melihat P’Krist berdiri di atas panggung dengan watergun besar, berdampingan dengan P’Singto yang terlihat tampan dan sexy dengan kemeja yang sudah hampir basah sepenuhnya.

P’Nam harus mencegahnya berlari memasuki kerumunan agar kami tidak kehilangan dirinya.

“Kita bisa nonton dari samping panggung…” katanya pada N’Pim dan dia langsung tenang kembali,

Let Me Protect you FiatxNammon FFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang