Part ini ditulis oleh Nayzaashfa
Aku hanyalah batu kerikil diantara batu hias yang mencolok dan menarik minat.
°°°°
Masih di hari yang sama. 4 september
Di malam hari
Shiko masih sibuk bergulat dengan handphonenya. Dengan jari yang tak berhenti bergerak dan sesekali tersenyum. Yap, dia sedang chatting dengan pujaan hatinya, idolanya.
Seperti mimpi memang.
Aneh rasanya jika seorang idol jatuh cinta pada fans nya yang biasa saja. Yoshiko tidak percaya diri. Kenapa harus dia yang di pilih Chandra? Padahal tak ada yang spesial darinya, hidupnya juga datar datar saja. Oke, munafik kalau Yoshiko bilang dia tidak mencintai Chandra. Munafik kalau selama ini dia ngga baper sama kata kata Chandra. Ya namanya juga perempuan, hatinya lemah dan mudah rapuh.Yoshiko tidak menyadari kalau malam semakin larut. Ia melihat mamanya yang tertidur cukup pulas di sofa. Ia mengamati wajah mama dan papanya. Guratan wajah nya menunjukkan mereka kelelahan, belum lagi garis di ujung mata, kantung mata yang mengendur. Mama papanya Yoshiko berusia setengah abad. Wajar jika mereka sudah tidak muda lagi secara fisik, namun semangat mereka mengalahkan semangat para pemuda 20 tahunan.
Yoshiko memilih tidur. Tapi sebelum tidur ia mendekati papanya yang menutup mata tenang itu.
"Pa, cepat bangun. Kami merindukanmu. Rindu akan lelucon mu, canda tawamu, segala tingkah lakumu. Entah akan jadi apa jika papa tidak lagi membuka mata ini. Mungkin dunia kami akan hancur, karena papa adalah jantung dari kehidupan kami. Bangun pa," ucap Shiko lirih setelah itu ia mengecup kening papanya lama.
Yoshiko memilih tidur setelahnya.
------
5 september, SelasaPagi pagi ruang ICU tempat papa Yoshiko ramai. Suster hilir mudik. Yoshiko mengerjapkan mata. Yoshiko melihat mamanya panik sambil menangis. Yoshiko pun menghampiri mamanya.
"Ma, ada apa? Kok banyak suster sama dokter gitu?" Tanya Yoshiko dengan suara serak khas bangun tidur.
"Papa kejang lagi tadi pagi"
Shit. Ucapan mamanya barusan membuat hati Yoshiko kembali terenyuh. Rapuh. Yoshiko dan mamanya di giring keluar oleh salah satu suster karena papanya akan diperiksa lebih lanjut.
Setelah 1 jam menunggu akhirnya para suster itu keluar dari ICU. Dokter memanggil mama. Yoshiko pun ikut menemani.
"Ba-bagaimana dok, kondisi suami saya? Tolong katakan dok!"
Dokter setengah baya itu menghela nafas dan mengambil nafas panjang.
"Saya mohon ibu jangan terlalu panik" ucap dokter itu
Yoshiko mengusap pundak mamanya. Berusaha menguatkan padahal ia sendiri rapuh. Setelah tangis mamanya mereda dokter itu menjelaskan.
"Suami ibu drop, kemungkinan untuk sembuh memang nihil tapi untuk bertahan mungkin masih bisa. Kini suami ibu tidak bisa berbicara karena hampir seluruh syaraf nya tidak berfungsi dan aliran darahnya juga tersumbat. Saya mohon ibu dan keluarga agar tidak membicarakan hal yang membuat pasien berpikir sesuatu. Dan saya meminta perijinan dari pihak keluarga untuk memasang saluran makanan dan alat lain di tubuh pasien. Yang mungkin akan membuat pasien bertahan lebih lama dari yang saya kira" jelas dokter itu.
"Memangnya anda tuhan yang tahu takdir suami saya?!" Mama tiba tiba tersulut emosi.
"Ya saya tahu saya memang tidak berhak apa apa tentang takdir. Saya sebagai dokter hanya memperkirakan selebihnya tuhan yang maha tau dan mengatur segalanya"
KAMU SEDANG MEMBACA
Lose You (END)
Подростковая литератураBased on true story. Hidupku tak se enak dan semudah yang kalian bayangkan. Mungkin kalian selalu melihat aku bahagia, tertawa ceria, memamerkan pacarku. Kalian selalu berkata "Enak ya hidup nya kayak di cerita novel" Salah. Akupun punya sisi lemah...