39. Kamu seperti senja

11 6 2
                                    

"Siang ini gak ada acara kan?" tanya Nadive sambil menarik kedua tali tasnya yang berada di bahunya.

"Hemm... Gak ada kayanya. Memangnya kenapa?"

"Gpp, kita jalan-jalan yuk. Kamu pasti belum tau betapa indahnya pemandangan di sini."

"Boleh tuh."

"Hari mulai sore, gimana kalo kita liat senja hari ini, pasti indah. Sekalian aku tunjukkin tempat bagus buat kamu disana kita bisa liat indahnya senja. Kamu mau liat gak?"

Tanpa menunggu jawaban dari Nazwa Nadive sudah menarik tangan Nazwa dan mengajaknya ke suatu tempat. Mereka sangat terlihat bahagia menelusuri indahnya air mancur, melewari gedung-gedung bertingkat.

"Ini danau?"  angin sore menggibas rambut pirangnya. Membuatnya sangat memesona dengan keindahan alam.

"Iya, disinilah kita bisa liat indahnya senja." Nadive duduk di atas rumput-rumput hijau yang menjulang ke air danau. Di tepi danaulah ia selalu bercerita tentang indahnya kebersamaan,kebahagiaan dan kesedihan dalam menjalani hidupnya.

"Kamu tau gak? Senja ini mengingatkan Nazwa pada seseorang." ucap Nazwa yang masih berdiri memandang sekelilingnya.

Nadive hanya tersenyum kecil dan memandang perempuan di belakangnya yang masih berdiri.

"Kamu itu sama kaya senja."

Nazwa pun berlajan menghampiri Nadive dan duduk di sebelahnya.

"Maksudnya?"

"Iya, kamu dan senja itu sama-sama hal yang manis dalam hidupku.
Kalau ada orang yang bertanya padaku apa perbedaanmu dengan senja?  Akan ku jawab keindahan senja itu sementara sedangkan kamu tidak.

Dan jika ada orang yang bertanya apa persamaanmu dengan senja?
Lalu akan ku jawab. Kamu dan senja itu sama-sama anugerah Tuhan yang diberikan padaku untuk tetap tersenyum." jelas Nadive.

"Gak tau kenapa sejak liat perempuan sebaik, dan selembutmu aku merasakan hal yang beda." jelas Nadive.

"Ya karna kita beda, Nazwa seorang perempuan dan Nadive seorang laki-laki bijaksana."

"Bukan itu maksud ku. Aku merasakan yang beda, seperti seseorang yang jatuh cinta." jelas Nadive.

"Jatuh cinta? Nazwa belum pernah merasa jatuh cinta. Tapi, Nazwa selalu merasa nyaman di sisi Ardi."

"Yang terindah belum tentu yang terbaik, dan yang terbaik akan menjadi yang terindah pada waktunya. Mungkin aku belum jadi yang terbaik untukmu, tapi aku yakin sosok Ardi itu bakal jadi yang terbaik buat mu." jelas Nadive

Nadive pun hanya tersenyum ramah.
Dengan kedua tangan menempel di atas rumput hijau di belakangnya. Tak lama kemudian kepala Nazwa pun mendarat tepat di bahu kiri Nadive. Ia sangat terlihat tenang saat berada di sampingnya. Kata-kata yang dimiliki Nadive berhasil membuatnya melupakan masa-masa kerinduannya selama ini.

"Kalo boleh tau kamu belajar sama siapa bisa menguasai kata-kata yang membuat seseorang menjadi tenang?"

"Semua ini bukan tentang ucapan, semua ini tentang perasaan. Kita tidak harus selalu berfikir untuk merangkai kata-kata. Yang penting itu kita harus bisa mengerti perasaan seseorang."

"Pernah jatuh cinta?"

"Pernah."

"Pernah punya pacar?"

"Pernah juga."

"Betapa beruntungnya seseorang yang pernah jadi pacar Nadive. Yang setiap saat Nadive menjadi penenang baginya. Dan tentunya hubungan mu pasti langgeng."

"Tidak, ucapan mu hanya angan-angan bagiku."

"Kenapa tidak? Nadive itu cowo tampan, bijak lagi, dan pastinya Nadive setia."

"Memiliki pacar itu bukanlah hal yang mudah, berani memulai berani pula untuk merasakan sakit hati."

"Cinta pertamaku ada pada dia, dia yang aku rindukan, seperti senja yang tak pernah sungkan untuk melepaskan dan mengikhlaskan."

"Kenapa Nadive membiarkan dia pergi? "

"Mungkin dengan cara melepaskannya untuk pergi akan membuatnya bahagia walaupun takkan kuat namun hanya itu yang aku harus lakukan. Dan memulai lembaran baru untuk melupakannya."

Melempar satu per satu krikil ke dalam danau secara bergantian, sambil memandang ujung danau yang sudah berubah warna menjadi jingga, menikmati indahnya senja dengan obrolan-obrolan pendek yang membuat mereka tertawa.

Nadive memandang ramah Nazwa dari arah samping, gembusan angin membuat rambutnya tak beraturan, menutup sebagian wajah cantik Nazwa. Senyum dibibirnya memperlihatkan betapa gembiranya ia hari ini, dan melupakan semua rasa kerinduannya yang selalu menghantuinya setiap malam.

"Sebenarnya apa yang dirasakan kamu sekarang itu, sama seperti pengalaman ku 2 tahun yang lalu." jelas Nadive sambil melingkarkan kedua tangannya dan melipatkan kakinya.
Nazwa memandang Nadive.

"Maksudnya Nadive gak suka tinggal disini?"

"Yes, aku benci semuanya. Waktu merampas kebahagiaanku, waktu mengambil semuanya, cita-citaku, masa kecilku, indahnya kebersamaan dengan teman semua sudah hilang."

"Kenapa Nadive bisa disini? Dan apa penyebabnya?"

"Ayahku bertugas disini. Dulu aku hanyalah seorang anak yang kecil yang harus menuruti semua kemauan orang tuaku. Dan aku tidak punya pilihan lain untuk itu."

"Harusnya kamu bangga masih bisa tinggal bersama keluargamu ? Gak kaya Nazwa, nazwa dititipkan di apartemen tante. Rasanya tidak menyenangkan membuat Nazwa gak bebas disini."

"Tidak. Masa kecilku sangat indah,  namun waktu merampas segalanya, bukan hanya masa kecilku. Keluargaku pun dirampas olehnya. Seiring waktu berjalan, perusahaan ayahku semakin terkenal, setelah itu tidak ada lagi namanya kebersamaan. Ayah selalu sibuk dengan pekerjaannya, sampai kita tak pernah lagi berkumpul bersama di meja makan. Setiap malam keributan selalu terjadi, sampai ayah memutuskan untuk berpisah dengan ibuku dan bertugas disini membawa ku untuk tinggal bersamanya."

"Jadi kamu anak brokent home?"

"Iyaa."

"Tapi kamu sekarang terlihat baik-baik saja, seolah-olah tak ada masalah di hidupmu."

Di part yang akan datang saya akan mempublish lagu dan foto tentang Crazy people.

Jangan lupa vote yaa, 1 vote dari kalian sangat berharga bagi saya😊

Crazy PeopleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang