43. Kebahagiaan

9 5 0
                                    

"Berisik lo, bosen gua ngedenger ocehan yang sama sekali gak bermutu dari lo." Jelas Ardi dengan wajah kesal.

"Yaelah, gitu amat sih Di. Iya deh iya." ucap Rio menundukkan kepalanya

"SUE LO HAHAH!" ledek Panji.

"Berisik lo." ucap Rio sambil mendumel mulut Panji yang tak hentinya meledek dirinya.

"Heh,heh,heh udah udah kaya anak kecil aja kalian tuh." Ucap Lifia sambil meleraikan keduanya.

"Apa perlu gua pondasiin antara lo berdua. Biar gak berantem mulu jelas Nita.

"Ya, janganlah sayang." ucap Panji sambil menggenggam tangan pacarnya.

"Ih,,,,,geli, merinding dah bulu kudug gua nih. Ngedenger lo ngerayu begitu." Ucap Rio sambil mengelus punggung lehernya dan menaikkan bahunya beberapa kali.

"Dasar jomblo karatan." ledek Panji

"Iihh geli sumpah gua."

"Jomblo gak pernah ngerasain gimana dag dig dug nya pas nembak cewe secara langsung iya gak di?" Ucap panji.

"Kurang asem si Panji, gua kan belum pernah nembak cewe secara langsung." gumam Ardi dengan wajah kesal.

"Hahahahaha." sontak mereka berlima menertawakan tingkah Rio yang konyol. Suasana pun kembali damai tanpa keributan adu mulut Rio dan Panji.

Saat kebersamaan kembali menghiasi mereka, tak ada lagi kerinduan, tak ada lagi kesedihan di antara mereka dan tak ada lagi yang namanya kesepian.

"Panji, ikut gua yuk." ajak Ardi

"Kemana?" jawab Panji bingung

"Ayo ikut gua!." menarik tangan Panji dan membawanya keluar dari gedung.

"Jadi gimana? Gua tembak aja Nazwa disini? Sekarang juga nih?" bisik Ardi menatap tajam Panji

"Iyalah disini, sekarang juga, menit ini, detik ini juga."

"Gua serius kampret, lo bercanda mulu."

"Gua duarius dari lo." ucap Panji dengan memamerkan gaya 2 jarinya.

"Bodoamat! Tapi......."

"Lo serius apa gak? Buktiin tuh di depan orang tua Nazwa kalo lo cowo sejati."

"Iya deh iya." jawab pasrah Ardi, menghelai nafas sembari membenarkan dasi biru dongkernya yang agak miring, kaki terasa bergetar, bibir rasanya tiba-tiba kaku, dan sekujur tubuhnya mulai mendingin. Bagaimana tidak, ini adalah pengalaman pertamanya untuk nembak perempuan. walaupun Ardi seorang play boy, Ardi tetap bersikeras untuk mengungkapkan perasaan nya di depan umum, dan di depan kedua orang tua Nazwa. Karena ia ingin membuktikan bahwa seseorang yang brutal sekalipun masih memiliki sisi baik.

"Ayo cepet!" Ucap Panji sembari mendorong Ardi untuk masuk kembali kedalam gedung.

Menghelai nafas, menelan ludah sesekali, berjalan menghampiri Nazwa yang masih sibuk berbincang dengan sahabat dan teman-teman kuliahnya. Entah sejak kapan ayah dan bunda Nazwa ikut bergabung bersama kumpulan Siswi-siswi teman Kuliah Nazwa. "Kayanya, Ayah dan Bunda Nazwa lagi ngobrolin sesuatu tentang masa-masa pengalamannya saat kuliah." gumam Ardi.

"Oh, definitely" ucap Ayah kepada sekumpulan siswi asal singapura.

"Aaa....Ayahh..." kata Nazwa sambil tersenyum malu saat ayahnya menceritakan masa kecilnya Nazwa saat di indonesia.

"Nazwa...." menoleh ke arah Ardi yang memanggil namanya.

Ardi menarik tangan Nazwa hingga ia tak bisa menyeimbangi langkah Ardi. Ardi membawa Nazwa untuk kembali naik ke atas panggung tanpa sepatah kata yang ia keluarkan. Suasana berubah hening seketika, sorotan mata tertuju kepada satu titik. Ya, titik itu adalah Nazwa, ia menjadi sorotan semua orang yang berada di gedung, ia sangat terlihat bingung acara pelepasan siswa-siswi sudah terlaksanakan. Lalu untuk apa seorang Ardi mengajaknya ke atas panggung. Tanpa mencurigai gerak gerik Ardi.

"Ada apa ini?" tanya Nazwa bingung

"Udah lo diem aja disini!"

"Gua boleh ngungkapin 1 permintaan?" tanya Ardi

"Permintaan?"

"Iya"

"Permintaan apa?"

"Gua minta, lo tutup mata lo rapat-rapat sampe gua bilang buka!"

"Sebenernya apa yang mau Ardi lakukan?"

"Syuttt..." sambil menutup mulut Nazwa dengan jadi telunjuknya.

"Ikutin saja, gua mohon" Ucap Ardi menatap tajam Nazwa. Matanya membulat seketika.

Nazwa pun perlahan memejamkan matanya, mengikuti apa yang diucapkan Ardi padanya. Detak jantungnya semakin kencang 2 kali lipat dari sebelumnya, tubuhnya terasa bergetar.

Semua sahabatnya ikut bingung, Ardi membuat konsepnya tersendiri untuk mengungkapkan perasaannya.
Setelah mengajak Nazwa untuk naik ke atas panggung Ardi pun turun kembali, Ardi mengambil sebucket bunga di tangan Panji yang baru saja memasuki gedung, setelah berbincang dengannya tadi, yang sengaja Ardi suruh umtuk membawakannya sebucket bunga. Dan kembali ke atas panggung.

Menaiki anak tangga dan mendekatkan sebucket bunga ke indra penciuman nya, menyipitkan matanya menghirup aroma bunga mawar.

"Buka mata lo!" Ucap Ardi seraya memberikan sebucket bunga indah kesukaan Nazwa. Terkejut tak main-main.
Wajah Nazwa berbinar-binar tak menyangka hal ini akan terjadi kepadanya, Ardi memang laki-laki yang sejati dan romantis. Memandang wajah Ardi bahagia, mengingatkan Nazwa pada satu kalimat yang diucapkan Nadive padanya." YANG TERINDAH BELUM TENTU YANG TERBAIK, TAPI YANG TERBAIK PASTI MENJADI INDAH PADA WAKTUNYA.

"Lo mau kan jadi pacar gua Naz?"

"Yang gua inginkan, bukan cinta yamg luar biasa, bukan cinta yang sempurna bahkan bukan cinta romantis. Namun yang aku inginkan yaitu cinta yang sederhana, dimana kamu mencintaiku dengan tulus dan menerima gua apa adanya." jelas Ardi.
N

azwa melirih ke arah Ayahnya, Mr Anwar hanya tersenyum kecil dan menganggukkan kepalanya.

Perlahan namun pasti, Nazwa menerima bunga yang Ardi berikan kepadanya. Senyuman di wajahnya melebar. Suasana pun berubah, sorak-sorakan berhasil menggemuruh gedung, di susul dengan suara tepukan tangan yang bergantian. Para sahabat tersenyum bahagia, tak percaya apa yang telah dilakukan Ardi.

"Mungkin, kita hanya di takdirkan untuk bertemu bukan bersatu, Tuhan terima kasih telah memberika aku kesempatan untuk bertemu perempuan selembut dan sebaik dia. " Ucap Nadive yang sedari tadi duduk di pojokan bangku dan melihat moment bahagia yang terus menghampiri Nazwaa.

Bangkit dari duduknya,berniat menghampiri Nazwa dan membersihkan jas hitamnya dengan kedua tangannya.

Berjalan menuruni anak tangga bersama pacar barunya Ardi.
Senyumannya semakin lebar.

"Kok Nadive gak datang ya?" gumam Nazwa melirih kanan kiri mencari sosok Nadive.

"Kenapa Naz?" tanya Ardi.

"Gpp kok." jawab singkat.

"Asekkk, akhirnya kalian berdua dipersatukan lagi setelah sekian lamanya kalian merasakan kesepian." Ucap Lifia.

"Iya nih, emang jodoh mah gak kemana." Jelas Panji.

"Hai Naz." menepuk bahu Nazwa.

"Eh Nadive,baru datang?"

"Hemmm, lumayan sih."

"Oh iya, HAPPY GRADUATION YA NAZ, DAN SELAMAT AKHIRNYA KAMU DI KASIH KEPASTIAN SAMA ARDI."

"HEM.. Iya."

"Oh iya, aku pamit pulang ya."

"Tunggi dulu."

Memurungkan niatnya untuk pergi.

"Nadive, makasih ya selama ini udah jadi temen curhat Nazwa, dan makasih suport nya."

"Hemm,,, iya. Oh iya kamu jangan sedih-sedih lagi ya. Aku ikut bahagia kok kalo kamu bahagia." jelas Nadive
Dengan wajah ramahnya yang selalu di hiasi dengan tersenyuman nya.

~udah baper belum?

Makasih udah setia membaca wattpad Crazy people.

Crazy PeopleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang