36. Ruang Rawat

7 4 0
                                    

Seperti ucapan teman barunya, mengirim surat adalah salah satu cara untuk bisa menukar pesan walaupun harus menunggu sebuah balasan.

Malam ini, malam yang berbeda dengan malam-malam sebelum nya.Karena malam ini nazwa memulai aktivitas barunya, menulis surat di atas meja belajar, mengirimnya di pagi hari dan menunggu balasannya di setiap malam.

"Akhirnya selesai juga buat suratnya." sambil mengangkat 1 amplop berbentuk persegi panjang yang berisi beberapa lembar surat didalamnya yang baru saja ia buat.

Pelahan matanya menatap jam dinding. Ternyata sudah pukul 9 malam. Ini waktunya ia harus tidur, tangan kanannya menutupi mulutnya, rasanya ia sudah sangat mengantuk. Ia pun segera membereskan semua alat tulis dan menyimpan surat di dalam lemari. Ia pun tak lupa untuk menutup rapat laci lemari. Setelah membereskan semuanya ia pun berjalan menuju tempat tidurnya dan menarik selimut
Birunya.

Bulu mata lentiknya kini tertutup, tertidur dengan pulas.

*******

"Tumben pagi ini kamu gak baca buku." Ucap Nadive sambil menatap nazwa yang sudah duduk di taman lebih awal dari dirinya.

"Lagi gak mood baca buku hari ini."

"Masa sih, ternyata orang pintar ada malesnya juga ya."

"Iyalah kan nazwa juga manusia, rasa malas itu tentu ada, gimana sih nadive." sambil memukul bahu dan menggelengkan kepalanya.

Tak lama kemudian mereka pun tertawa lepas bersama. Tiada hari tanpa ada tawa di antara mereka.

"Oh iya, kenapa sih rindu itu tiba-tiba datang?" tanya Nazwa

Nadive pun menatap tajam Nazwa dengan tatapan ramahnya.

"Itu artinya lo juga lagi dirindukan seseorang naz."

"Apa mungkin begitu?"

Nadive pun melirihkan pandangannya ke depan saat nazwa membalas tatapannya

"Iyaa, pada dasarnya saat kita terciptanya jarak antara kamu dan dia, pada saat itu juga kerinduan tentang masa-masa yang pernah ada antara kamu dan dia yang telah terekam oleh waktu.

"Jadi ini rasanya dirindukan? Sungguh berat rasanya.

"Iya."

"Siapakah yang kau rindukan?"

"Sudah 6 bulan Nazwa rindu orang-orang yang disana. Terutama ayah dan bunda. Termasuk teman laki-laki nazwa namanya Ardi.

"Ldr itu hanya untuk orang-orang tangguh yang bisa melalui semuanya, kalo kamu bertahan untuk merindukan demi meraih cita-cita,itu artinya kamu termasuk orang tangguh Naz."

"Kok Nadive bisa berfikir gitu?"

"Karena kamu rela ninggalin semua, dan mau mengambil resiko."

******

Tok...tok....

"Ardi... Bangun.... Ini udah siang ayoo bangun, nanti kamu kesiangan berangkat sekolah sayang." ucap wanita separuh baya sambil mengetuk pintu berulang kali, namun tak ada jawaban sama sekali dari dalam kamar.

Krik... "Ternyata pintunya tidak di kunci."

Pintu kamar pun terbuka lebar, wanita itu segera masuk ke dalam kamar dan ternyum kecil, karena melihat anak semata wayangnya masih tertidur pulas.

"Anak ini, masih sama seperti dulu. Masih seperti anak kecil saja." ucap wanita separuh baya sambil menggelengkan kepalanya dan menarik selimut yang menyelimuti seluruh tubuh anaknya.

"Astaga, badanmu panas sekali sayang. Kau sakit?"  sambil menyentuh dahi Ardi. Sentuhan itu pun akhirnya berhasil membuat Ardi terbangun dari tidurnya.

"Eh.. Mamah, gpp kok mah ardi cuma masuk angin aja." sambil berusaha membuka matanya yang masih menyipit.

"Gak Ardi, kamu panas tinggi. Ayo kita ke rumah sakit ya."

Tak lama kemudian wanita separuh baya ini mengambil ponselnya dan menelpon salah satu teman Ardi.

*******

Beberapa jam kemudian....
Seluruh tubuh Ardi sudah dipenuhi oleh selang-selang mulai dari tangan,dada dan hidung. Semua sudah melingkar di tubuh kekarnya itu. Tak terbayang betapa tak berdaya nya sosok Ardi hari ini, anak yang terbilang ceria dan tak pernah memperlihatkan kesedihannya di depan banyak orang, yaa kecuali pada sahabat sahabatnya.

"Panji,panji. Mamah Ardi nelpon gua,katanya Ardi masuk rumah sakit dan harus dirawat." ucap rio sambil menghelai nafas.

"Yaudah pulang sekolah nanti, kita langsung ke rumah sakit."

"Hemm... Iya."

Berlari terus berlari memalui lorong sekolah Purnama. Lifia yang melihat kedua teman-temannya yang terlihat sangat gelisah berhasil membuatnya berhenti.

"Stoppp..... Kalian kok cuma berdua, Ardi mana?"

"Di rumah sakit."

"Apa?"

"Lo kalo mau ikut ikut aja,gak usah banyak tanya." Sambil melangkah agak cepat.

"Gua ikut deh."

"Lo ikut di motor Rio, gua takut ketauan pacar!"

"Enak aja lo panji."

"Masa gua di bonceng sama emak-emak."

"Mau ikut apa gak lo? Dan lo Rio, lo harus nurut aja!" ucap panji dengan nada tinggi.

"Iya deh iya."

******

"Kata dokter Ardi terlalu banyak pikiran sampai ia drop dan tensi darahnya mulai menurun, dokter menyarankan Ardi harus dirawat." ucap mamah Ardi dengan mengelus- elus tangan Ardi.

"Kasian juga ya kalo ngeliat si Ardi sakit begini." ucap lifia sambil membayangkan betapa sakitnya selang-selang di tubuhnya.

"Iya. Mungkin rindu ini yang mambuat Ardi masuk rumah sakit."

"Rindu nazwa maksudnya?"

"Iyalah siapa lagi kalo bukan dia" ketus Rio.

Lifia pun menatap tajam Rio dan panji.

"Memangnya lo semua gak ngasih tau sama Ardi tentang surat-surat yang dia kirim buat Ardi?"

Rio dan Panji saling menatap dan menggelengkan kepalanya.

"Jahat ya lo sama sahabat sendiri kaya gini, jadi lo semua penyebab ini semua."

"Kita gak ngasih tau Ardi tentang ini." jelas panji sambil menunduk

"Jadi kalian semua anggap ini sepele?"

"Kalian itu benar-benar ya, gak habis pikir sama jalan pikir lo semua!" ucap lifia dengan nada tinggi.

"Udah, fia udah kasian mamahnya Ardi. Kita bahas ini nanti ya." ucap Panji.

Tak lama kemudian lifia pun meninggalkan ruangan, meninggalkan mereka ber4 di dalam ruangan.

Panji dan rio saling menatap dan menghelai nafas.

"Jadi gimana nih?" tanya Rio.

"Kita kasih kabar ini setelah Ardi sadar dan pulih." jelas panji.

******


Siapa nih yang udah merasa greget sama cerita crazy people?

Komentarnya di tunggu ya.

Jangan lupa vote and koment😉

Crazy PeopleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang