40. Tuhan itu adil

11 3 0
                                    

Tepatnya setelah kondisi Ardi memulih dengan seiring waktu berlalu ia memenuhi janjinya, bahwa ia akan menemui Nazwa, sampai kapan pun. Dan ini hari kedua Ardi membuktikan cintanya kepada seorang perempuan untuk mencari apartemen yang selama ini Nazwa tinggal, ia pun tak sendirian ia berjuang mencari cinta sejatinya bersama teman-teman nya.

Tok...tok..tokk....

Tak lama kemudian keluarlah wanita di balik pintu yang masih terbilang muda, di salah satu apartemen singapura. Dengan menggunakan baju dress pendek dan rambut pirangnya yang terurai.

"Selamat sore tante. Maaf ganggu tante, kita mau nanya Nazwa nya ada?" tanya Ardi sambil memandang ramah wanita itu.

"Nazwa belum pulang dari sekolahnya. Kalian ini siapa?" menatap satu per satu dengan wajah jutek.

"Hemm... Kita ini teman-teman sekolah nya Nazwa tante."

Rio,Panji, Nita dan Lifia menganggukan dengan ramah kepada wanita itu.

"Kalo boleh tau kemana ya tante?" tanya panji.

"Tante gak tau. Yang tante tau dia belum pulang dari sekolahnya."

"Oh yaudah, makasih ya tante. Maaf mengganggu."

"Iya." sambil menutup pintu dengan cepat.

"Buset dahh, tantenya Nazwa jutek banget." Ucap Rio sambil memerhatikan pintu apartemen.

"Gimana? Kita cari kemana lagi?"tanya Panji.

Tanpa sepatah kata pun, Ardi hanya menaikkan kedua bahunya, mungkin ini sebuah jawaban untuk pertanyaan Panji kepadanya.

********

"Tuhan tidak pernah menjanjikan langit selalu biru, bunga selalu mekar dan mentari selalu bersinar. Tapi ketahuilah bahwa dia selalu memberi pelangi di setiap badai, tawa di setiap air mata berkah di setiap cobaan dan jawaban di setiap doa." jawab Nadive.

"Selagi masih ada waktu dan selagi kita masih mampu untuk berdoa, aku gak akan pernah berhenti untuk mendoakan kedua orang tuaku."

"Betapa beruntungnya aku bertemu denganmu." ucap Nazwa sambil memandang bahagia Nadive. Nadive pun membalas tatapan Nazwa seolah-olah mereka berbicara melalui tatapan mata.

Entah kapan, dan berapa lama Ardi sudah mematung di lain arah dan melihat sosok Nazwa bersama temannya yang sangat bermesraan menikmati indahnya senja di pinggir danau. Betapa kecewanya ia saat melihat pemandangan yang tak semestinya ia lihat. Tak terasa air matanya jatuh membasahi pipinya, mengepalkan tangan di samping jahitan celana dan mengepal tangan satunya yang memegang sebuah bunga, baru kali ini juga ia sangat merasa kecewa dan mengeluarkan air matanya karena melihat orang yang dicintai selama ini telah bersama yang lain.

Tak lama kemudian teman-temannya datang dan menghampiri Ardi yang mematung dari kejauhan. Ardi pun segera menghapus air matanya dengan cepat.

"Nazwa........" panggil Lifia.

Nazwa pun menoleh ke belakang yang sudah ramai oleh teman-temannya. Dan melihat sosok Ardi dengan ramah, walaupun padangan Ardi tidak lagi ingin menatapnya, mematung tanpa sepatah kata pun.

Melirih kepada Nadive. "Benar apa katamu, Tuhan itu adil, selalu memberikan jawaban di setiap doa, dan ini jawaban dari doa Nazwa." sambil tersenyum bahagia.

Nazwa berjalan menghampiri teman-temannya.

"Akhirnya kalian kesini juga? Sejak kapan? Sudah lama disini?" tanya Nazwa sambil berjalan mendekati teman-temannya. Dan diikuti Nadive yang berjalan di belakang Nazwa.

"Naz, dia siapa?" tanya Lifia sambil menunjukkan arahnya kepada Nadive.

"Oh iya, kenalin dia Nadive teman laki-laki Nazwa selama ini." jawab Nazwa dengan keceriaannya.

Nadive pun menyapa mereka dengan sedikit menundukkan kepalanya dan memperlihatkan wajah ramahnya kepada mereka. Ardi melangkahkan kaki beberapa kali kedepan.

"Lo itu kaya angin ya, berhembus pelan membuatku nyaman. Dan berhembus kencang membuatku sakit." ucap Ardi sambil menghelai nafas dalam-dalam dan menjatuhkan bunga yang ia kepal, di simpan tepat belakang punggunya. Ia lakukan agar Nazwa tidak mengetahui bahwa ia membawa bunga cantik untuknya.

"Apa maksud Ardi?" menoleh ke arah Ardi dan melirih bunga yang sengaja dijatuhkan Ardi.

Tanpa memberikan penjelasan apapun Ardi pergi meninggalkan Nazwa yang masih memandangnya.

"Kok Ardi pergi?" memandang kepergian Ardi tanpa sepatah kata pun.

"Si Ardi rindu sama lo. Jauh- jauh kita kesini ternyata lo sama cowo baru!" ketus Rio

Senyum di wajahnya pun menghilang saat mendengar semua perkataan yang di keluarkan Ardi dan Rio kepadanya.

"Maksud kalian cowo baru itu Nadive? Nadive ini teman sekolah Nazwa, bukan cowo Nazwa." jelas Nazwa

"Lo gak pernah peka sama perasaan Ardi selama ini buat lo, yang lo tau Ardi cuma dekat sama lo doang. Beda sama Ardi, Ardi menyimpan perasaan buat lo Naz."

"Liatlah tubuhnya mengecil. Dia sakit sampe di rawat Naz, itu semua gara-gara lo, dia rindu setengah mati sama lo." jelas lifia sambil menunjukkan arah dimana Ardi pergi.

"Bukankah selama ini Ardi gak peduli sama sekali! Semua surat yang Nazwa kirim gak ada satu pun yang Ardi balas." tak terasa air mata nya mengalir dipipi mungilnya.

"Jadi lo anggap selama ini dia gak peduli sama lo?" Tanya Rio.

"Tentang surat? Semua itu salah gua dan Rio. Gua gak ngasih kabar ke Ardi kalo kiriman surat itu dari lo buat dia. Dan gua mohon maafin dia, dia sayang kok sama lo" jawab Panji dengan penuh penyesalan.

"Iya, naz ini bukan salah Ardi kok." Ucap nita.

Nadive pun mendekat ke arah Nazwa perlahan namun pasti Nadive menggenggam erat tangan Nazwa. Genggamannya membuat Nazwa sadar ia pun menoleh ke arahnya dengan air mata yang masih mengalir.

"Kejar dia, dia sosok laki-laki sejati yang setia." ucap Nadive dengan tersenyum ramah. Tak langsung berlari mengejar Ardi. Nazwa malah memeluk Nadive dengan hitungan detik. Ia pun segera melepaskan pelukannya dan langsung berlari mengejar Ardi, meninggalkan semua teman-temannya yang masih mematung.

Panji,Rio,lifia dan Nita pun ikut berlari menyusul mereka berdua yang pergi beberapa menit lalu.

Angin sore membuatnya tenang, memandang indahnya air mancur dari patung Singa. Ya, itulah salah satu ciri khas negara Singapura.

"Aku rindu semua tentang mu." menundukkan pandangannya.

"Apakah kita bisa seperti dulu lagi?"

Vote!!

Terima kasih.

Crazy PeopleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang