41.

1.3K 141 14
                                    

Tzuyu menatap pemandangan diluar sana dari balik jendela kamar rawatnya. Hari ini Nenek dengan berbaik hati mau menemani Tzuyu di rumah sakit selagi Mingyu bekerja di kantor. Sesungguhnya hal ini membuat Tzuyu merasa terbebani, apakah Nenek dari suaminya ini merasa kecewa dengannya? Entahlah, yang pasti rasa ingin merutuki diri sendiri selalu terlintas dibenak gadis itu.

"Sayang..." Tzuyu merasakan tangan Nenek yang mengusap kepalanya. Tzuyu menoleh kesisi kanan dimana Nenek tengah duduk diatas kursi disamping kursi rodanya, baik Nenek maupun cucunya sama-sama senang memanggilnya dengan sebutan 'sayang' dan Tzuyu suka itu.

"Kamu tau gak, kalau kamu itu berharga banget dimata Mingyu" Tzuyu tersenyum kecil dan menatap Nenek baik, "Mingyu sering bilang begitu sama aku Nek" Nenek ikut tersenyum dan mengusap pundak Tzuyu sekilas, usapan yang penuh rasa sayang.

"Nenek pernah berada di posisi kamu, bahkan jauh lebih menyakitkan dari ini..."

Tzuyu terlihat memperbaiki posisi duduknya dan lebih menghadap ke arah Nenek karena ia penasaran dengan kisah yang wanita dihadapannya ini maksud, "Nenek pernah keguguran juga?" tanya Tzuyu dan Nenek hanya tersenyum meresponnya.

"Coba kamu bayangkan ya. Nenek bahagia sekali saat dapat kabar bahwa Aku mengandung anak pertamaku hari itu," Tzuyu masih memandangi Nenek dengan seksama, "..kamu tau kan? semakin lama janin ada didalam rahim ibunya, maka ikatan batin mereka akan semakin kuat? Kira-kira begitulah yang Nenek alami kala itu" Nenek mendongkak-an kepalanya ke atas seolah tengah membayangkan bagaimana kejadian waktu itu.

"Nenek semakin hari semakin terpukau dengan kenyataan bahwa seorang calon manusia tengah berada didalam perutku. Setiap hari kami bercanda, berbagi cerita, Nenek bahkan masih bisa merasakan tendangan-tendangannya sampai sekarang" Tzuyu terdiam mendengarnya, seketika matanya beralih pada perutnya yang masih rata saat ini.

"Sampai di usia kandungan ke 9 bulan..." Nenek menggantung kalimatnya membuat Tzuyu kembali penasaran, "..Nenek berhenti merasakan tendangan itu, dia seolah diam dan tertidur lelap didalam perut" Nenek tersenyum kecil menceritakannya.

"Rupanya dia sudah tidak ada sejak didalam kandungan.."

"Nenek... hiks" tangis Tzuyu kembali pecah mendengar akhir cerita Nenek, gadis itu membuka tangannya lebar-lebar hendak memeluk Nenek dan dibalas dengan pelukan hangat wanita tersebut.

"Tidak ada yang salah dari semua kejadian ini, kamu seharusnya bersyukur bahwa Tuhan belum membuat kamu sedekat itu dengan si janin dulu, dan kamu juga harus bersyukur bahwa Mingyu itu benar-benar sayang sama kamu.." Nenek mengusap pundak Tzuyu hangat, "..Suamiku dulu juga dijodohkan denganku, dan setelah kejadian itu, yang ada kami hanya saling menyalahkan satu sama lain serta melontarkan kata-kata yang saling menyakiti" isakan Tzuyu kembali terdengar, ia tak bisa membayangkan bagaimana jadinya kalau berada di posisi Nenek saat itu.

Tapi Nenek benar, dia sangat beruntung.

***

"Selamat malam Nyonya..."

Tzuyu tersenyum ketika melihat Nayeon berjalan memasuki ruangan bersama Jinyoung dan tak lama kemdian Mingyu masuk kedalam ruangan sembari membawa sesuatu didalam kantung plastik berwarna putih. Apa itu makanan? Atau obat? 

"Malam" balas Tzuyu ramah, "terimakasih sudah datang repot-repot kemari..." sambung Tzuyu membuat Jinyoung dan Nayeon jadi merasa tidak enak karena harus direspon dengan senyuman semanis ini oleh Tzuyu, padahal merek atau hal yang baru menimpa istri atasan mereka itu.

"Maaf kami tidak bawa oleh-oleh, Pak Mingyu melarangnya..." Tzuyu mengalihkan tatapannya ke arah Mingyu yang sedang membuka kulkas pada ruangan tersebut, namun yang ditatap hanya menatap balik lalu menaikan kedua bahunya membuat Tzuyu kembali tersenyum melihatnya.

.

.

.

.

.

Satu jam sudah berlalu, saat ini yang ada hanyalah suara yang ditimbulkan televisi dan percakapan antara Mingyu dan Jinyoung disudut ruangan sambil duduk-duduk diatas sofa. Sementara Nayeon terlihat anteng duduk disamping ranjang Tzuyu sembari menyaksikan siaran televisi yang ditayangkan walaupun dia tahu bahwa saat ini Tzuyu tengah fokus dengannya.

"Nayeon..."

"Iya Nyonya?" tanya Nayeon sopan.

"Tidak tidak, kita bukan dikantor... dan aku juga lebih muda darimu, panggil aku dengan nama saja"

"Apa bisa?" Tzuyu menganggukan kepalanya yakin, "baiklah Tzuyu"

"Terimakasih" kata Tzuyu

"Terimakasih untuk?"

"Selalu berada disisi suamiku, selalu membantunya, aku sangat berterimakasih"

Nayeon terdiam cukup lama, sejujurnya dia sendiri bingung dengan apa yang sedang dia rasakan saat ini, perasaan aneh dimana seharusnya dia fokus dengan tujuannya untuk merebut Mingyu dari Tzuyu bukan? Tapi kenapa tiba-tiba semuanya terasa seperti...

"Ah~ itu memang tugas saya kok"

Teach My beloved DaughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang