50.

1.4K 135 8
                                    

Mingyu berjalan menghampiri istrinya itu dan berlutut dihadapan Tzuyu, berharap agar Tzuyu menampakan wajahnya lalu mengungkapkan seluruh isi hatinya kepada Mingyu sehingga masalah ini cepat selesai diantara mereka berdua. Tapi sayangnya harapan Mingyu tidak terkabul, Tzuyu masih mempertahankan posisinya membuat pria itu tersadar bahwa ia terlalu egois jika Tzuyu memaafkannya secepat itu.

"Ayo kita baikan..." tiba-tiba kalimat itu yang terucap dari mulut Mingyu.

Pria itu mendekatkan posisinya dengan Tzuyu sembari mengusap-usap lutut wanitanya. Mingyu bisa mendengar isakan Tzuyu yang juga membuatnya jadi ingin ikut menangis, demi apapun... ia tak pernah menyangka akan melewati cobaan seperti ini, ini semua terlalu berat untuknya.

Tzuyu tersentak saat merasakan sesuatu singgah diatas pahanya, tapi kemungkinan besar ia yakin bahwa itu adalah kepala Mingyu. Benar saja, Pria ini meletakan kepalanya diatas paha Tzuyu dengan wajah yang tidak menghadap pada Tzuyu, apakah pria itu menangis juga?

"Aku ini cuman orang desa yang kebetulan bisa masuk ke dunia perkotaan Tzu, aku gak tau apa-apa kaya yang keluarga kamu bilang. Aku cuman mau hidup lurus, ikuti semua aturan yang ada, berprilaku baik, kenapa? Karena aku tau kalau aku gak pantes ada disini... kalian semua bukan duniaku, aku terlalu takut untuk mengkhianati kamu Tzuyu, aku gak bisa..." Tzuyu mengangkat tangannya pelan untuk mengusap kepala Mingyu, "Aku sendirian..."

Tangis Tzuyu semakin menjadi ketika mendengar kalimat terakhir Mingyu. Pria ini benar, tapi Tzuyu tak mau Mingyu berfikiran seperti itu. Pria itu tidak sendirian, dia punya Tzuyu sebagai istrinya, dia punya Papa dan Mamanya Tzuyu yang menyayanginya. Selama ini Tzuyu selalu berusaha agar semua orang yang menyayanginya ikut menyayangi Mingyu, tapi semuanya malah berakhir seperti ini.

"Aku gak ngelakuin apa-apa..." Mingyu mengeratkan pelukannya pada kaki Tzuyu dan itu sangat bisa dirasakan oleh wanita tersebut.

"Iya...Iya... sini..." Tzuyu menyetarakan posisi duduknya dengan Mingyu dan meletakan kepala pria itu di bahunya, Mingyu langsung memeluk Tzuyu erat dan Tzuyu bisa merasakan air mata Mingyu yang menetes di bahunya. Semuanya terasa lucu, tadinya Tzuyu yang menangis, tapi kenapa sekarang malah Mingyu yang menangis?

"Kita lewatin bareng-bareng ya Gyu..." Tzuyu mengusap-usap tengkuk Mingyu hingga pundak pria itu berulag-ulang dan dijawab dengan anggukan kepala Mingyu, "Aku sedih kamu gak percaya sama aku, padahal kita udah nikah berbulan-bulan... seharusnya kamu tau aku kayak gimana!" suara Mingyu terdengar parau namun menggemaskan ditelinga Tzuyu sekarang sehingga tanpa pria berambut hitam itu sadari bahwa Tzuyu sudah senyam-senyum gemas dibuatnya.

Masa badan sebesar ini masih bisa menangis? 

Tapi, siapa sih manusia yang dilarang menangis?

"Kamu kan tau, aku sayang banget sama kamu. Aku cuman punya kamu disini Tzu..." Tzuyu kali ini menganggukan kepalanya setuju, sepertinya tangisan Mingyu sudah berhenti, buktinya sekarang dia bisa merasakan pria itu tengah memain-mainkan rambut panjangnya, "Aku salah... aku janji gak gitu lagi" kata Tzuyu.

"Tapi, rambut aku jangan dijadiin buat ngelap ingus ya!! aku abis keramas!" ujar Tzuyu memperingati pria tampan yang sedang memeluk tubuh mungilnya ini, "iya-iya... cuman megang doang kok!"

Tzuyu tersenyum dan melepaskan pelukan mereka membuat Mingyu harus berpisah dengan untaian rambut panjang istrinya. "Jangan nangis, kamu lucu kalo nangis!" Mingyu hanya bisa pasrah saat istrinya itu mencubit pipinya gemas, "aku minta maaf ya" pintanya

"Ada syaratnya!" Mingyu menujuk-nunjuk bibirnya yang sudah dimonyong-monyongkan.

Cup! 

"yey! baikan!" Tzuyu bertepuk tangan dan memeluk sang suami lagi seperti tadi, kali ini lebih erat dari yang tadi, "mau kopi?" tanyanya, "enggak... maunya kamu"

Teach My beloved DaughterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang