Dassa memulai pertandingan Ring Hitamnya. Dia sudah siap, dan dia yakin akan memenangkan pertandingan ini seperti biasanya. Robby memberi semangat di bawah ring. Suara pistol angin yang meletup menandakan pertandingan dimulai.
Dassa tidak menunggu lama, dia langsung menyerang, meninju wajah musuhnya yang sama besar badannya dengannya. Pria berkulit hitam itu tersungkur di lantai ring lalu gemuruh sorakan ramai terdengar saat Dassa mengangkat kedua tangannya.
Dassa lengah, dia tidak memperhatikan jika lawannya mulai berdiri, lalu menyikut tengkuk Dassa hingga dia jatuh terlutut. Dassa langsung terkapar di lantai ring, saat lawannya itu menendanginya, bahkan meninju wajahnya memunculkan kilasan kilasan wajah Mutia bersamaan dengan rasa bersalah yang semakin menyiksa, membuat hati Dassa terasa sakit.
Tiga menit berlalu tanpa perlawanan, suara pistol terdengar menandai kekalahan Dassa yang tidak berkutik. Robby melesat masuk ke dalam ring untuk melihat Dassa, namun dia tersentak melihat Don-nya masih sadar, namun tatapannya kosong. Robby membantu Dassa berdiri sambil memegang sapu tangan yang menutup hidung Dassa agar mimisannya terhenti.
"Kenapa Don! Kenapa gak lo lawan!" Robby kesal sendiri.
"Anterin gue ke rumah seseorang," pinta Dassa.
Robby menggonceng Dassa dengan motornya, dia sudah berada di depan rumah Mutia. Dia perhatikan rumah mewah dua lantai itu. Namun Dassa hanya melihat kesunyian, tapi saat dia tidak sengaja menengadahkan kepala ke lantai atas rumah itu, Dassa melihat siluet Mutia di salah satu jendela di balik tirai putih. Dassa tidak mampu memalingkan tatapannya pada Mutia. Gadis yang dia tolong saat hendak menaiki bus, gadis yang tidak tahu jika pengemudi vespa yang dia doakan kebaikan itu adalah orang yang malah melakukan tindakan keji padanya.
Kedua kaki Dassa mendadak lemas hingga dia tiba tiba terlutut di pinggir jalan tanpa bisa mengalihkan pandangannya dari Mutia. Kedua sudut matanya yang basah akhirnya tergenang air mata. Dassa memiliki banyak kebencian, tapi ternyata kebencian itu mampu merubahnya menjadi manusia keji yang bahkan tidak bisa melihat siapa yang harusnya dia benci, dan siapa yang tidak seharusnya dia seret ke dalam kebenciannya.
***
Mutia sampai di kelas dan masih mendapati kursi Roy yang kosong. Ini hari kesekian Roy tidak muncul semenjak hari propose itu. Mutia juga tidak lagi mencoba menghubungi Roy, dia sebenarnya ingin namun lebih baik begini. Toh dia tidak mungkin lagi bersama Roy.Niken melihat wajah teman samping bangkunya masih sedih, dia bahkan yakin dengan tebakannya jika Mutia sering menangis karena matanya yang selalu sembab saat di kelas.
"Mending lo ke rumahnya Mut, kalau lo bener bener pingin ketemu Roy," kata Niken.
"Aku gak bisa, dan lagi hubungan kita juga udah selesai kok."
"Serius?! Kalian sepakat?!"
"Itu kemauanku sendiri," jawab Mutia.
"Keinginan lo tapi lo sesedih ini?!"
Mutia menunduk mengusap air matanya yang berjatuhan sekaligus merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya. Perutnya tiba-tiba bergejolak, Mutia langsung menutup mulutnya dan berlari keluar dari ruangan menuju toilet.
Mutia mengeluarkan isi perutnya yang hanya berupa cairan bening bahkan sampai sudut matanya basah. Perutnya terasa mual.
"Lo kenapa?! Jangan jangan lo hamil?!"
Mutia menoleh dan melihat Nisa berada di sebelahnya. Mutia menelan ludah sambil membuka kran air dan mengusap wajahnya.
"Heh, lo hamil?!" Tanya Nisa dengan nada tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kesempatan Keduamu
RomanceDassa menjadikan Mutia sebagai alat balas dendamnya pada Roy, karena sepupunya itu beserta ayahnya adalah penyebab Dassa menjadi anak yatim piatu. Tapi siapa yang menyangka, jika bukan Roy yang hancur karena Mutia akhirnya mengandung melainkan Dassa...