50. Ring Hitam

9K 552 50
                                    

Adzan subuh berkumandang, Dassa terjaga dari tidurnya. Ia bangun dan melihat sebuah selimut sudah menutupi raganya. Dia memang tidur di ruang tamu semalaman. Dassa kembali ke kamar hendak masuk ke kamar mandi, namun pintu kamar mandi keburu terbuka dari dalam dan Mutia muncul. Wajahnya basahnya nampak cantik alami setelah berwudhu.

Mutia masih mengingat kejadian semalam, saat Dassa tiba-tiba menjauh darinya dan memutuskan tidur di ruang tamu.

"Aku memang belum bisa mengungkapkan perasaan cinta seperti yang kamu mau Dass, tapi apa kamu gak bisa lihat kalau aku sedang berusaha..." Kata Mutia.

Dassa hanya terdiam, melewati Mutia lalu masuk ke dalam kamar mandi tanpa mengatakan apapun. Mutia menyiapkan dua sajadah untuknya dan untuk suaminya. Pintu kamar mandi terbuka, Dassa berjalan dan berdiri di atas sajadah yang berada di depan. Dia menoleh, memandang istrinya yang juga berdiri dan sudah mengenakan mukena.

"Aku akan melakukan semua hal yang perlu aku lakukan sampai aku bisa melihat cinta untuk aku di mata kamu." Kata Dassa sebelum berbalik dan berdiri untuk memulai sholatnya.

Bagaimana pun Mutia adalah makmumnya, ia harus mengikuti Dassa sampai sholatnya usai. Walau Dassa tidak menoleh lagi untuk memberikan tangan kananya, tapi Mutia tetap mengambil tangan kanan Dassa untuk menyalami tangan suaminya.

Dassa tidak bisa berkata apa-apa melihat Mutia melakukan hal itu, dia malah semakin merasa berat jika harus benar-benar melepaskan istrinya yang begitu dia cintai jika seandainya dia kalah di atas Ring Hitam melawan Roy.

'Tuhan, aku tahu aku jarang berdoa... Aku marah pada takdirMu yang sekejap merenggut orang tuaku ketika aku masih sangat membutuhkan mereka, amarah itu membuatku berhenti berdoa, bahkan menjauhiMu... Tapi Tuhan kehadiran Mutia bisa menggantikan mereka. Kehadiran Mutia membuat aku seperti memiliki kaki untuk menapaki masa depan. Aku tahu aku masih tidak pantas. Aku juga tau kemungkinan untuk menang melawan Roy sangat tipis tapi... Tapi aku mohon bantu aku... Menangkan aku... Agar aku bisa memenangkan hati istriku...'

Sedang Mutia dalam doanya meminta agar Roy bisa menerima kenyataan ini, bisa memaafkan semua hal yang mungkin tidak seperti yang dia inginkan...

Kejadian di lift itu, sebenarnya Mutia mendengar percakapan Dassa dan Roy dengan jelas. Mutia tidak ingin ada perkelahian. Mutia juga bukan barang taruhan yang bisa diberikan pada siapapun yang menang nantinya. Dia sudah memutusakan menikah dengan Dassa. Ikatan mereka suci dan sakral, meskipun Mutia masih berusaha mencintai suaminya, meskipun Mutia masih berusaha menjadi istri sepenuhnya.

Mutia akan bicara pada Roy besok, dia akan menegaskan segalanya, memberi garis batas pemisah antara hubungannya dengan Roy. Mereka punya masa lalu, Mutia tidak menampiknya. Tapi hubungan Mutia dan Roy saat ini adalah keluarga. Tidak akan pernah lebih dari itu.

Setelah sholat, Dassa mengunci dirinya di dalam ruang kerja. Dia membaca banyak berkas namun tidak satu pun kata di tulisan itu yang nyangkut di pikirannya. Matahari terbit, suara tangisan Satya membuyarkan lamunan Dassa. Dassa mengambil ponselnya yang kebetulan bergetar di atas meja, ada sebuah pesan.

"Gue tunggu lo nanti malam di Ring Hitam." Ia baca dalam hati pesan singkat dari Roy.

Roy sepertinya sudah tidak sabar... Dan Dassa juga tidak akan semudah itu menyerah. Bahkan jika sisa satu ginjalnya harus hilang juga... ia akan memberikannya, asal Mutia tetap bersamanya.

Dassa mengancingi kemejanya di depan kaca lemari besarnya, lalu Mutia datang membantu memasangkan dasi yang hanya diputar-putar Dassa sejak tadi tanpa membentuk simpul, kemudian Mutia juga memakaikan jas, saat Mutia mengancingi jasnya tiba tiba Dassa memeluk Mutia erat. Begitu erat hingga Mutia bisa merasakan degub jantung suaminya.

Kesempatan KeduamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang