Dassa selesai memunguti uang dari para pedagang, dia sedang menghitungnya bersama Robby.
"Wah hasilnya lumayan nih, karena makin banyak pedagang yang jualan di taman ini. Rob, uangnya dibeliin makanan kayak biasa, sisanya lo bisa kasih ke anak anak yang sekolah, buat mereka beli peralatan sekolah," kata Dassa sambil memberikan uang di tangannya.
"Lo gak pernah ngambil duit ini perasaan don,"
"Gue buat apa?! Hasil bertanding di Ring Hitam juga udah cukup buat gue. Lo kan tau gue gak punya siapa-siapa selain bibi gue di kampung."
Robby mengangguk-angguk mengerti sambil melihat Dassa dengan senyum kagum. Sudah lama mereka bersahabat, dalam keadaan susah dan senang Robby bersama Dassa tidak ada yang meninggalkan kehidupan di kolong jembatan. Di sana ladang mereka mencari uang sekaligus bisa membagikan uang.
"Rob, kok gue mendadak kepingin rujak yah?!" Tanya Dassa sambil celingukan mencari tukang buah.
"Lucu lo, kayak punya istri lagi nyidam aja! Lo kan sekarang jomblo don, kan udah putus dari Nisa," ejek Robby.
Saat Dassa celingukan tak sengaja dia melihat anak-anak berandalan penuh tatto sedang mengerumuni seorang ibu-ibu, satu di antara anak-anak berandalan itu menggenggam tas si ibu bahkan saling tarik menarik.
"WOY!" Teriak Dassa sambil menunjuk.
Robby langsung bangkit berdiri, membereskan uang, takut takut ada satpol PP. Dassa berlari menghampiri anak anak berandalan itu. "Lo semua anak mana?! Ini wilayah gue! Lepasin tas ibu ini!" Pinta Dassa dengan nada tinggi.
Salah satu anak mendorong Dassa dan pertengkaran itu terjadi. Robby ikut membantu Dassa.
"Waduh Don, ini bakal jadi masalah buat kita nih di kemudian hari." Bisik Robby pada Dassa saat berhasil memukul semua anak anak berandalan itu.
"Mereka masuk wilayah gue!" Sergah Dassa, lalu tiba tiba dengan nada tinggi berkata, "CEPET PERGI ATAU GUE BIKIN BONYOK!"
Berandalan itu berlari tunggang langgang seperti dikejar setan. Ibu itu menghampiri Dassa."Nak, terima kasih ya sudah menolong ibu."
"Iya sama sama, Bu."
"Ibu buru-buru pulang karena ibu dapat kabar anak ibu sakit,"
"Kalau ibu gak keberatan biar saya antar pakai vespa saya, biar lebih cepat sampai,"
Andini tersenyum tanda setuju.Dassa mulai menelan ludah saat Ibu yang ditolongnya ini mengarahkannya ke jalan yang searah dengan jalan yang dia lewati menuju rumah Mutia kemarin. Sampai ibu ini menyuruh Dassa berhenti di depan pagar tinggi tepat di rumah Mutia. Dassa menengadah, melihat ke jendela namun tidak ada Mutia di sana.
"Nak, ayo masuk dulu."
"Emm, gak usah bu, saya pulang aja,"
"Loh loh jangan dong, kita makan dulu ya... Ibu kan hutang budi sama nak Dassa,"
"Saya ikhlas kok bu, jadi..."
"Sudah ayo! Ayo jangan sungkan..." Pintu pagar dibuka satpam, sedang Andini menarik jaket Dassa sehingga Dassa tidak bisa menolak.
***
Memang sudah waktunya jam makan malam, sejak Mutia pulang dari kampus tidak sekali pun dia keluar dari kamar. Ada baiknya dia keluar sesekali agar tidak membuat orang rumahnya curiga, terutama Bi Ijah pembantunya sekaligus tangan kanan ayahnya sekaligus seorang informan di rumah.
Mutia keluar dari kamar, walau dia tidak bisa menyembunyikan matanya yang bengkak akibat menangis. Mutia ke dapur, dia merasa sangat lapar. Saat menuang air Mutia berpas-pasan dengan Bi Ijah yang sedang menyiapkan makan malam, "Astaga non, itu mata kenapa bengkak?" Tanya Bi Ijah, sedang Mutia hanya meneguk air.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kesempatan Keduamu
RomanceDassa menjadikan Mutia sebagai alat balas dendamnya pada Roy, karena sepupunya itu beserta ayahnya adalah penyebab Dassa menjadi anak yatim piatu. Tapi siapa yang menyangka, jika bukan Roy yang hancur karena Mutia akhirnya mengandung melainkan Dassa...