Mutia membuka jendela, memperlihatkan matahari yang baru memunculkan sinarnya. Harapan baru seakan menyambutnya, Mutia membantu Dassa untuk turun dari ranjang, dia merangkulkan tangan Dassa agar bisa berdiri tegak.
"Kamu rangkul aku yang erat, nah nanti aku pegang pinggang kamu saat kamu mulai jalan..." Kata Mutia.
Dassa menurutinya, berhasil mengangkat satu kakinya untuk melangkah pelan-pelan Dassa dan Mutia saling memandang dan tersenyum lebar.
"Nah iya gitu, ayo lagi... Selangkah demi selangkah..." Kata Mutia semangat.
"Aku kayak bayi yang lagi belajar jalan," kata Dassa saat langkahnya sudah sampai di pintu.
"Gak kok,"
"Mut, ada yang mau omongin sama kamu..." Kata Dassa, rautnya berubah serius.
"Aku juga. Gimana kalau aku bawa kamu ke taman? Ini kan masih pagi, sekalian kita jemur Satya?"
Dassa mengangguk.
Dassa duduk di kursi roda dengan Satya di pangkuannya sementara Mutia yang mendorong kursi rodanya. Mutia duduk di kursi taman, membiarkan sinar matahari pagi menyinari Satya dalam gendongannya sedang Dassa duduk di sebelahnya memandangi bunga-bunga yang tumbuh menghias taman. Tenang rasanya, dan ingin sekali Dassa menghentikan waktu saat ini. Bisa bersama Mutia dan anaknya, tidak ada yang lebih berharga dari itu.
"Oh iya Dass, tadi kamu mau ngomong apa?"
"Kamu juga mau ngomong apa? Kamu dulu aja yang mulai,"
"Kamu inget gak, apa yang kamu omongin setelah aku melahirkan si kecil ini nih.. "
Dassa mengangguk, jelas dia mengingat saat dia melamar Mutia walau itu tidak resmi karena Dassa belum membeli cincinnya.
"Aku sudah minta Roy mempersiapkan pernikahan kita," kata Mutia sambil memandang Dassa penuh senyum.
Dassa membalas tatapan itu, mempertanyakan kenapa Mutia malah memikirkan hal yang sebaliknya.
"Aku gak mau ada siapapun lagi yang menghukum kamu. Aku tau kok keadaan kamu seperti ini, pasti karena ayahku, pasti karena Om Julian... Kalaupun ada yang menghukum kamu, hanya aku yang berhak."
Dassa menyimpulkan senyum tipis mendengarnya.
"Kita akan menjadi sebuah keluarga..."
"Tapi keadaan aku sekarang... aku hanya akan merepotkan kamu Mut, aku akan jadi beban..."
"Aku juga punya kekurangan, entah sekarang ataupun nanti... Kita hanya harus jadi sempurna untuk Satya, Dass... karena kita orang tuanya,"
Dassa mengerti semua yang Mutia katakan, dia merangkul Mutia membiarkannya bersandar di dadanya. Tak banyak yang bisa Dassa katakan, walau ada kecemasan dalam benaknya tentang bagaimana semua ini dia lalui tanpa membebani Mutia.
Bohong rasanya jika Roy berkata dia baik baik saja sekarang. Melihat Dassa dan Mutia bahagia, memang menyejukkan matanya namun bukan hatinya. Meski Roy menyayangi Dassa lebih dari yang bisa dia katakan, meski Roy ingin Mutia bahagia walau itu bukan dengannya.
Nisa mengeratkan jemarinya di jemari Roy, memberinya kekuatan. Keduanya melangkah, membaur dengan Dassa dan Mutia. Nisa memperlihatkan gambar-gambar cincin yang akan dipilih Dassa, karena cincin mempelai perempuannya sudah Dassa persiapkan.
Wajah ceria Nisa, perasaan bersemangatnya sangat membantu Roy untuk bisa berada di antara Dassa dan Mutia demi mempersiapkan pernikahan mereka. Dassa menunjuk sebuah cincin yang kurang disukai Mutia, perdebatan kecil terjadi dan derai tawa terselip di antaranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kesempatan Keduamu
RomanceDassa menjadikan Mutia sebagai alat balas dendamnya pada Roy, karena sepupunya itu beserta ayahnya adalah penyebab Dassa menjadi anak yatim piatu. Tapi siapa yang menyangka, jika bukan Roy yang hancur karena Mutia akhirnya mengandung melainkan Dassa...