Dassa menjadikan Mutia sebagai alat balas dendamnya pada Roy, karena sepupunya itu beserta ayahnya adalah penyebab Dassa menjadi anak yatim piatu.
Tapi siapa yang menyangka, jika bukan Roy yang hancur karena Mutia akhirnya mengandung melainkan Dassa...
"Kalau bapak tidak menyetujui hubungan Dassa dan Mutia karena ketidakjelasan status Dassa, maka saya katakan... Kami dari keluarga terhormat, tidak ada bedanya dengan bapak,"
Nisa menyusul Roy, langkahnya semakin cepat saat melihat Roy berhadap-hadapan dengan Hadiwinata. Nisa memegang lengan Roy, berusaha meredam emosi Roy.
"Ayo kita kembali ke ruangan rawat Dassa." Kata Nisa.
"Gak Nis, aku udah cukup bersabar! Aku gak bisa terus terusan diam saat saudaraku direndahkan kayak gini!" Tegas Roy sambil menurunkan tangan Nisa.
"Ruangan rawat? Ada apa dengan Dassa?" Tanya Hadiwinata.
"Anda jangan pura pura bodoh pak, saya tau ini ada hubungannya dengan anda dan Papa saya!" Kata Roy.
"Bicara apa kamu?! Saya tidak tau apa apa!" Kata Hadiwinata sambil meliril ke dalam ruangan Mutia, takut kalau Mutia mendengar percakapan ini.
Roy menggenggam lengan Hadiwinata lalu menariknya agar mengikuti langkah marahnya, dia membuka pintu di mana Dassa terbaring bersama banyak alat yang mengelilinginya. Semua alat itu terhubung dengan tubuh Dassa yang penuh lebam. Beberapa kabel memperlihatkan detak jantung, selang besar terhubung dengan mulut Dassa untuk mengalirkan oksigen, satu selang terhubung dengan kantong darah. Ada gips di leher Dassa dengan lebam yang juga menghiasi wajahnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Saya menemukan dia sudah dalam genangan darah karena luka tusukan." Cerita Roy lalu menarik kemeja Hadiwinata tinggi sambil berkata, "Dia hampir mati!"
Meski sudah berumur hampir lima puluh tahun, tapi Hadiwinata masih prima dan mudah memutar kedua tangan Roy agar melepaskan tangannya dari kemeja Hadiwinata. Hadiwinata bahkan mendorong Roy kuat hingga Roy terhuyung dan duduk di kursi tunggu di depan ruangan.
"Saya tidak tau kalau akan seperti ini kejadiannya... Saya memang berencana menangkap Dassa, bagaimanapun dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya pada Mutia! Papa kamu menggantikan saya dalam penangkapan ini karena saya berada di rumah sakit, tapi saya sudah membatalkan penangkapan itu!"
Roy memandang lantai, lalu tersenyum sampai akhirnya ia berkata, "Apa kehilangan satu ginjalnya sudah bisa menebus kesalahannya?" lalu mengangkat wajahnya, memandang Hadiwinata.
"Apa?!" Hadiwinata kaget.
"Iya, luka tusukan itu membuat dokter terpaksa membuang satu ginjal Dassa yang rusak," Nisa menambahkan.
"Kalau itu belum cukup, tangkap saya..." Sambar Roy.
Hadiwinata tidak mengatakan apa apa, dia berbalik, berjalan pergi meninggalkan Roy. Nisa menutup pintu ruangan Dassa, lalu duduk di samping Roy yang masih susah payah meredam emosinya. "Apa Mutia harus kita beritau soal keadaan Dassa?" tanya Nisa.
"Apa ini adalah keputusan yang benar jika kita menyembunyikan keadaan Dassa sampai Dassa setidaknya sadar? Aku takut Mutia tidak sanggup menanggung semua ini. Dia baru saja melahirkan," Roy memiliki kekhawatirannya sendiri, tapi anggukkan Nisa memantapkan niat itu. Demi Mutia.