Sampai di rumah, Bi Ririn menyambut dengan senyum lebar. Dia penasaran sekali dengan hasil pemeriksaan Mutia. Dassa duduk di kursi kemudian dengan semangat menceritakan apa yang bidan jelaskan sampai sampai tidak ada satu pun kata kata bidan yang terlewat. Bi Ririn bisa melihat sumringahnya wajah Dassa, di mana sudah lama sekali dia tidak melihat wajah bahagia Dassa. Sedang Mutia lebih memilih masuk ke dalam kamar, mendengar dari dalam betapa Dassa terdengar sangat bahagia. Namun Mutia kembali murung, ketika dia melihat ponselnya yang seharian dia sembunyikan di bawah ranjang. Ada puluhan panggilan tidak terjawab dari Roy, bahkan tumpukan chat yang belum juga dia baca.
Dassa mengetuk pintu kamar lalu Mutia buru buru kembali menyembunyikan ponselnya.
"Mutia gue... Eh aku! Aku mau berangkat cari kerja. Mungkin akan pulang malam, apa kamu mau nitip sesuatu? Emmm, tadi bidan kan bilang kalau janin itu bisa mendengar suara di sekitarnya, jadi mulai hari ini aku akan berubah... Aku akan berusaha jadi sopan, " Kata Dassa.
Mutia memandang Dassa tanpa ekspresi, dia hanya mengangguk singkat namun dalam hati berkata, 'Apapun yang coba kamu lakukan, buatku kamu tetap orang yang sama Dassa. Kamu seorang penjahat.'
"Harus pekerjaan halal dan... Cepat pulang."
Dassa dengan sangat jelas mendengar dua kata terakhir yang Mutia ucapkan. Wajahnya bersemu merah, walau ia sembunyikan dengan menunduk. "I-iya. Aku akan cepat pulang." Jawab Dassa lirih.
Bi Ririn masih duduk di ruang depan, dia mendengar apa yang Mutia katakan. Sejujurnya dia senang, kecuali kalau bukan karena omongan Mutia tadi pagi,
"Bukankah bibi yang bilang, aku berhak menghukumnya? Selama aku tidak menghukum anak ini?!"
Dassa sangat bersemangat untuk berubah menjadi orang baik, tapi Mutia? Apa kebaikannya pada Dassa hanya untuk mengangkat Dassa terbang tinggi namun suatu saat akan menghempaskannya ke tanah begitu saja? Apa kebaikan Mutia ini adalah caranya membalas semua yang Dassa lakukan meski Dassa juga pantas mendapatkannya?
Dassa keluar dari kamar, lalu Bi Ririn mengantar Dassa hingga teras, dia memperhatikan langkah riang Dassa menuju stasiun kereta api. Dassa menoleh lalu melambaikan tangan pada Bi Ririn, senyumnya seakan meminta Bi Ririn agar menjaga Mutia selama dia tidak ada di rumah. Namun Bi Ririn yang membalas lambaian tangan itu malah tersenyum pilu...
Tuhan memiliki rencanannya sendiri, lebih sempurna dari yang manusia rencanakan, batin Bi Ririn. Dassa memang salah, namun anak itu... Juga berhak bahagia setelah apa yang dialami di masa kecilnya.
***
Dassa menghampiri Robby yang sedang duduk sambil memandangi keramaian di deretan pedagang di jam makan siang.
"Rob, kira kira ada kerjaan gak yah?" ujar Dassa sambil duduk di sebelah Robby.
Melihat kemunculan Dassa, Robby tersentak kaget. Tapi keduanya kembali memperhatikan aktifitas pedagang.
"Lo kan udah punya Don, Ring Hitam itu ladang uang lo. Dan di sana, lo bahkan disambut dengan karpet merah..." Kata Robby.
"Istri gue minta gue kerja yang halal," kata Dassa dengan nada bingung.
"Ring hitam itu halal don, kita kan gak nyuri."
"Iya juga sih, gue kan bertarung dan menang jadi gue dapat uang. Iya kan?" Kata Dassa dan melihat anggukan Robby.
"Ya udah kita ke sana, gue lagi semangat cari uang nih Rob, gue suka peran gue jadi suami sekarang..." Kata Dassa sambil merangkul Robby berjalan menuju tempat Ring Hitam akan di mulai saat matahari terbenam.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kesempatan Keduamu
RomanceDassa menjadikan Mutia sebagai alat balas dendamnya pada Roy, karena sepupunya itu beserta ayahnya adalah penyebab Dassa menjadi anak yatim piatu. Tapi siapa yang menyangka, jika bukan Roy yang hancur karena Mutia akhirnya mengandung melainkan Dassa...