35. Takut Kamu Pergi

11.4K 559 5
                                    

Mutia tidak kembali ke ruangannya, malah dia selalu berada di samping Dassa. Mutia hanya pergi meninggalkan Dassa saat waktunya untuk menyusui Satya, karena bayi berusia masih itungan hari itu dilarang masuk ke ruangan intensif.

Baik Roy, maupun Nisa sudah memberitahu Mutia agar istirahat saja di ruangannya, tapi Mutia tidak mendengarkan kata-kata itu. Mutia tetap membagi perhatiannya pada Satya juga Dassa. Meski orang-orang yang melihatnya bisa membayangkan betapa lelahnya Mutia.

Mutia duduk di samping ranjang, walau sebenarnya dokter melarang keluarga pasien terlalu lama di dalam tapi tidak tega rasanya jika mereka melarang Mutia untuk menunggui Dassa. Mutia mengambil tangan Dassa menggenggamnya erat, menyandarkan keningnya di antara jemari itu dengan air mata tanpa suara.

 Mutia mengambil tangan Dassa menggenggamnya erat, menyandarkan keningnya di antara jemari itu dengan air mata tanpa suara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Berat badan Satya semakin naik Dass... kata suster, beberapa hari lagi mungkin Satya bisa pulang... jika dia bisa bicara, dia pasti berkata dia merindukan kamu," Cerita Mutia, namun yang terdengar sebagai jawaban hanya suara mesin pendeteksi jantung.

"Bangun Dass..."

"Aku gak mungkin bisa membesarkan Satya tanpa kamu... A-aku mohon kamu bangun, kamu harus cepat sembuh..." Mohon Mutia.

Pintu kembali terbuka, dokter dan seorang suster datang untuk mengecek. Mutia buru buru berdiri sambil mengusapi air matanya.

"Loh, ibu pasien yang baru melahirkan beberapa hari lalu kan?" Tanya dokter itu ramah.

"Iya dok," Aku Mutia.

Sambil memeriksa Dassa dokter itu tersenyum, melihat raut lelah Mutia juga wajah sembabnya.

"Ibu tenang saja, sebagai dokter saya banyak sekali melihat keajaiban seorang pasien. Orang orang yang mereka cintai adalah semangat hidup sekaligus obat paling mujarab. Anda hanya harus lebih bersabar..." Kata Si dokter saat usai memeriksa Dassa. Mutia tersenyum dengan air mata kembali berlinangan.

Dokter kembali meninggalkan ruangan dan berpas-pasan dengan Roy yang datang dengan plastik berisi makanan. Roy masuk lalu menggenggam tangan Mutia, dia menggandengnya keluar. Dan tidak melepaskan genggaman tangan itu sampai langkah mereka terhenti di depan kursi taman.

"Kita ngapai ke sini Roy? sebentar lagi aku mau ke ruangan Satya."

Roy duduk lebih dulu, lalu menarik Mutia untuk duduk di sampingnya. Roy letakkan bungkusan plastik di antara dia dan Mutia, mengeluarkan makanan yang Roy bawa. "Kamu perlu makan,"

"Aku udah makan kok tadi pagi, aku..."

Mutia bicara tanpa bisa mengelak Roy sudah menyuapkan sesendok nasi untuknya. Roy tersenyum, melihat Mutia mengunyah sambil menutupi mulutnya. Kebiasaan Mutia yang selalu malu jika Roy mendandanginya lekat sewaktu makan.

"Aku gak mau kamu sakit," kata Roy tanpa memalingkan tatapannya pada Mutia.

Rasa cinta itu masihlah ada, dan nampak begitu jelas meski tidak ada yang bisa Roy lakukan pada perasaannya sendiri kecuali merelakan Mutia kini.

Kesempatan KeduamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang