Kesempatan Keduamu - 13

12.8K 559 6
                                    

Sudah pukul tiga pagi, tapi Andini masih saja belum bisa memejamkan mata. Setiap hari ia sulit untuk tidur semenjak Mutia diusir dari rumah. Kadang ia hanya duduk di ranjang sambil memandangi suaminya yang lelap di sampingnya, dan semalaman hanya memikirkan puteri semata wayangnya yang entah berada di mana.

Mutia sama sekali tidak membawa uang, sedang semua kartu kreditnya pun diblokir Hadiwinata. Apalagi puterinya itu sedang mengandung. Andini mengusap linangan air matanya, karena merasa kasihan pada Mutia. Sangat mencemaskan puterinya yang sebelumnya tidak pernah kekurangan kasih sayang juga perhatian di dalam rumah ini meski kenyataannya dia hanya anak angkat, karena Andini tidak bisa mengandung.

"Bunda, masih gak bisa tidur?" Tanya Hadiwinata saat tidak sengaja terbangun dan melihat istrinya termenung dengan wajah sedih.

"Di mana perasaan ayah sih?! Anak kita perempuan dan dia sedang mengandung... Tapi ayah mengusirnya, gimana kalau terjadi eesuatu sama Mutia..." Ujar Andini, tangisannya pecah.

"Memangnya saat melakukan perbuatan dosa itu, dia memikirkan mau diletakkan di mana wajah kita? Gimana perasaan kita? Apa kata orang dan teman teman ayah kalau tahu soal ini? Ayah ini seorang Polisi yang disegani dan dihormati Bunda!" Tegas Hadiwinata tapi ia tetap tidak mau ambil pusing.

Mutia harus menerima konsekuensi dari perbuatan yang dia lakukan.  Hadiwinata kembali memeluk gulingnya dan menutup mata.

***

Mutia duduk di ranjang kayu di kamar yang semula milik Dassa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mutia duduk di ranjang kayu di kamar yang semula milik Dassa. Rumah ini sangat berbeda dari rumahnya. Dinding di rumah ini lebih banyak terbuat dari kayu, atapnya saja masih menggunakan genteng tanah liat. Di dalam kamar ini hanya ada satu lemari, meja kecil di sisi kanan ranjang. Semua nampak asing bagi Mutia, hingga dia baru menyadari betapa dia merindukan rumah, merindukan rutinitasnya... juga kebersamaannya dengan Ayah Bundanya. Dan ada perasaan rindu lain dalam hati Mutia. Dia juga merindukan Roy...

Mutia mengelus perutnya, hanya dia harta yang tersisa yang Mutia miliki. Janin ini. Darah dagingnya. Meski ia tidak akan pernah mengakui ayahnya. Tidak akan pernah menganggap Dassa adalah ayah dari anaknya.

Mutia memutuskan menerima ajakan Bi Ririn untuk tinggal di sini karena ingin janin ini bisa hidup dan lahir dengan selamat. Mutia memang tidak mengharapkan ia akan memiliki anak secepat ini dan dengan cara seperti ini tapi janin tidak berdosa ini berhak hidup...

Dassa melewati kamarnya yang ditempati Mutia, dia menghentikan langkahnya saat melihat Mutia ternyata belum tidur.

"Apa lo butuh sesuatu?" Tanya Dassa.

"Gak!" Jawab Mutia ketus.

"Apa boleh gue masuk untuk ambil selimut di lemari?"

Mutia mengangguk. Dassa masuk lalu membuka lemarinya. "Aku mau wudhu," kata Mutia, lalu turun dari ranjang kayu yang mengeluarkan bunyi reotnya.

Kesempatan KeduamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang