41. Dalam Balutan Jas

7.3K 378 5
                                    

Seperti biasa Mutia bangun sebelum Dassa bangun. Ia menyiapkan sarapan pagi lebih pagi karena hari ini adalah hari pertama Dassa ke kantor. Kemeja, jas, sepatu dan celana sudah Mutia siapkan di atas sofa di dalam kamarnya.

Dassa membuka mata, masih mengenakan sarung dan baju koko seusai sholat subuh tadi. Dia masuk ke kamar mandi, dan keluar dengan handuk. Ada bekas operasi yang masih terlihat jelas namun sudah tidak lagi ditutupi perban. Dengan satu tangan dia mulai mengenakan kemejanya. Rasa nyilu pada bekas lukanya sesekali membuatnya meringis. Mutia masuk ke dalam kamar untuk membantu Dassa memasangkan dasi.

"Mut, apa aku pantas berpakaian seperti ini?" Ceplos Dassa, mendengarnya Mutia menengadah dan memandang wajah Dassa dengan pipi merona merah sambil membuat simpul dasi.

"Eh maksud aku, aku udah rapih belum..." Koreksi Dassa sambil tersenyum malu.

"Kamu tampan." Mutia menjawab.

Kemudian Mutia menemani Dassa sarapan dan mengantarnya sampai di teras

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kemudian Mutia menemani Dassa sarapan dan mengantarnya sampai di teras. Ia sempat terpaku saat Dassa memberikan telapak tangan kanannya sebelum masuk ke dalam mobil. Mutia mengambil tangan Dassa dan menempelkan kekeningnya. Keduanya saling memandang sejenak dibalut senyum tipis, sampai akhirnya Dassa memberanikan diri memegang kepala Mutia lalu mengecup keningnya.

"Cieeee..." Suara Nisa terdengar.

Bagai tersadar dari lamunan jika Nisa sudah ikut tinggal bersama mereka, dengan gugup Dassa langsung masuk ke mobil dan Mutia melambaikan tangan saat mobil mulai berjalan pergi.

Tawa Nisa membuat Mutia berjalan cepat masuk ke dalam. "Masa udah suami istri masih malu malu sih..." Sindirnya.

Dassa sampai di depan pintu masuk gedung tiga lantai itu. Seseorang berjas ditemani dua sekuriti sudah menyambut bahkan membukakan pintu mobil untuk Dassa. Menerima perlakuan sepert itu Dassa jadi sunkan sendiri.

"Tidak perlu sampai begini," ujar Dassa merendah.

"Tak apa Pak, sudah lama saya menanti kehadiran anak dari Pak Daniel. Akhirnya penantian saya terbayar." Kata pria paruh baya ini sambil menggenggam tangan Dassa.

Sejenak suasana jadi penuh haru. "Ada acara kecil kecilan di aula Pak, sekuriti kita akan mengantar bapak..." Kata pria paruh baya itu lalu meninggalkan Dassa.

"Misi misi! Adu misi dong, telat nih..." Kinta menerobos dua sekuriti yang hendak mengawal Dassa. Sepatu heelnya tersandung sepatu Dassa, dan Kinta hampir jatuh menumbur lantai jika saja Dassa tidak memegang pinggangnya dengan kedua tangannya.

Kinta berbalik dan langsung berdiri tegak, memandang siapa yang sudah menolongnya. Mata Kinta berkedip-kedip takjub memandang Dassa yang sedang tersenyum ke arahnya. Laki laki tinggi, gagah dengan balutan jas yang nampak sangat berwibawa.

'Ini mah sih pangeran berkuda putih...' gumam Kinta dalam hati.

"Kamu gak apa apa?" Tanya Dassa, dan Kinta refleks mengangguk-angguk.

Kesempatan KeduamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang