Dassa menjadikan Mutia sebagai alat balas dendamnya pada Roy, karena sepupunya itu beserta ayahnya adalah penyebab Dassa menjadi anak yatim piatu.
Tapi siapa yang menyangka, jika bukan Roy yang hancur karena Mutia akhirnya mengandung melainkan Dassa...
Dassa bergerak, sedang Mutia hendak melepas genggaman tangannya namun terlambat, Dassa sudah lebih dulu balas menggenggam tangan Mutia. Dassa menoleh melihat wajah Mutia yang sembab.
"Kita di mana?"
"Di rumah sakit,"
Dassa memandangi langit langit kamar dan membenarkan jawaban Mutia. Tapi tiba tiba dia terperanjat lalu duduk saat sudah bisa mengingat rangkaian kejadian sampai akhirnya dia bisa berakhir terbaring di rumah sakit.
"Julian!" Sergah Dassa, "Dia gak ngapa-ngapain kamu kan? Kamu baik baik aja kan Mut?!" Tanya Dassa sambil memeriksa kedua lengan, menangkup pipi Mutia dengan dua tangannya dengan penuh cemas, bahkan memperhatikan perut Mutia yang sedikit menonjol.
"Aku baik baik aja kok, justru...
Mutia menghentikan ucapannya saat Dassa tiba tiba merangkulnya erat... sangat erat seperti ketakutan... seperti Mutia adalah nadi yang membuat darah yang membuat jantungnya tetap berpacu, membuat Dassa tetap hidup. Seakan jika sesuatu sampai terjadi pada Mutia, Dassa lebih memilih mati.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Aku... Aku gak akan biarkan dia mengambil apapun lagi dari hidupku, termasuk kamu Mut." Kata Dassa.
Deg... Deg... Deg...
Mutia mendengar kalimat itu dengan sangat jelas dan entah mengapa, dipeluk seperti ini, berada sedekat ini dengan Dassa... Mutia merasa nyaman. Seharusnya dia benci bersentuhan dengan Dassa. Pemuda ini sudah menodainya. Tapi malah sebaliknya, sisi lain dalam diri Mutia menginginkannya.
"Aww!"
Dassa langsung melepas pelukannya, "Kenapa?!"
"Nendang! Dia nendang aku!" Mutia panik bergegas mengambil tangan Dassa, meletakkan di perutnya seakan ingin Dassa ikut merasakan keajaiban kecil itu. Dassa dan Mutia berpandangan takjub, kedua mata mereka berkaca-kaca.
"Iya aku bisa ngerasain ada yang bergerak di perut kamu!" kata Dassa lalu turun dari ranjang, terlutut kemudian meletakkan telinganya di perut Mutia yang malah terpaku memandangi tingkah Dassa.
"Hei, kamu ngapain sih? Kamu kecil-kecil udah bisa silat yah di dalam perut ibu kamu?" Tanya Dassa diam-diam mengusap sudut matanya dengan lengannya, seakan bicara pada perut Mutia adalah hal yang sangat menyenangkan
"Dassa gak seharusnya kamu turun dari ranjang, kamu masih sakit." Pinta Mutia lalu memapah Dassa untuk naik ke atas ranjang.
"Dass, aku mau keluar sebentar, aku lapar." Kata Mutia.
"Biar aku temani," sambar Dassa sambil bergegas hendak turun dari ranjang.
"Gak perlu. Aku bisa kok, dan lagi ada Bi Ririn," kata Mutia.
Setelah melihat anggukan Dassa yang tidak berdaya, Mutia berjalan keluar dari ruangan. Dia ingat belum sempat makan di cafe, wajar jika bayi dalam perutnya terus bergerak dan Mutia baru menyadarinya. "Kamu pasti lapar yah," gumamnya sambil mengusap-usap perutnya sambil jalan.