Part 4

3.9K 211 9
                                    

Posko terlihat sepi. Hanya terlihat beberapa tamu yang ada disana. Jumlahnya bisa dihitung dengan jari dengan mudah Aisyah mengenali Yusuf yang duduk ditempat biasanya saat ia bertamu kesana.

"Bang Yusuf?" Aisyah menyalami Yusuf.

"Gimana kabar kamu Aisyah?"

"Alhamdulillah baik bang. Abang sendiri?" Aisyah duduk disebelah Yusuf.

"Alhamdulillah, abang juga baik."

"Ibu gimana bang?"

"Ibu, baik juga."

"Alhamdulillah kalau begitu Aisyah lega dengarnya. Kenapa baru sekarang abang jenguk Aisyah, Aisyah pikir abang gak ingat lagi sama Aisyah!" Aisyah memasang wajah cemberut.

"Mana mungkin abang lupa sama adik kesayangan abang satu-satunya. Abang sibuk kerja, kamu kan tahu gimana kehidupan kita sekarang. Abang harap kamu bisa ngerti ya!" ujar Yusuf dengan raut wajah sedih.

"Bang,bukan itu maksud Aisyah. Aisyah cuma becanda," Yusuf tersenyum melihat respon Aisyah.

"Iya, abang juga tahu. Abang juga bercanda," Yusuf mencubit pipi Aisyah pelan.

"Ah, abang sakit tahu," Aisyah memegang pipinya.

"Kamu ini, sok manja padahal cuma sedikit abang cubit,"

Aisyah dan Yusuf sama-sama tersenyum. Mereka berdua terlihat begitu akrab.

"Aisyah, sebenarnya ada sesuatu yang ingin abang sampaikan sama kamu!"

"Sesuatu? Soal apa?" Perasaan Aisyah menjadi cemas. Melihat tatapan Yusuf firasatnya menjadi buruk.

Yusuf melihat sekeliling mengambil nafas sejenak lalu mengeluarkannya kembali.

"Eum, tentang perjodohan kamu dengan anak paman Daud,"

Wajah Aisyah yang tadi ceria berubah menjadi datar.

"Aisyah," Yusuf memegang tangan Aisyah. Aisyah menunduk.

"Tanggalnya sudah ditentukan. Gimana menurut kamu?"

Tak ada jawaban. Aisyah tidak tahu harus berkata apa. Semua ini terlalu cepat baginya. Meskipun perjodohan itu telah ia setujui tapi kenapa harus secepat ini? Bukankah ia membutuhkan waktu untuk bisa menata hatinya mempersiapkan diri untuk bisa menerima laki-laki yang akan menjadi imamnya nanti? Dan butuh waktu baginya untuk bisa melupakan cinta yang sudah bersemi dihatinya selama ini kepada Hamdani. Tapi ia tidak bisa berbuat apa-apa.

"Menurut abang dan ibu gimana?" Aisyah menatap Yusuf sayu.

"Kenapa kamu malah nanya balik ke abang? Semua itu kamu yang menjalaninya, Aisyah. Apa kamu benar-benar sudah siap atau belum? Katakanlah Aisyah!" Yusuf membalas menatap Aisyah.

"Jujur sama abang," lanjut Yusuf.

"Aisyah selalu berpikir kalau Aisyah masih kecil karena Aisyah masih punya abang dan ibu yang selalu memanjakan Aisyah. Abang dan ibu gak pernah marah menghadapi sikap kekanak-kanakan Aisyah. Setelah Aisyah menikah nanti apakah Aisyah masih bisa seperti sekarang ini pada abang dan ibu?

Apa calon suami Aisyah nanti gak malu menikah dengan anak kecil seperti Aisyah? Bahkan Aisyah gak ngerti yang namanya ngurus rumah tangga. Aisyah gak pandai masak. Aiayah gak pandai nyetrika baju. Aisyah gak ngerti cara buat kopi yang enak gimana. Buat kopi untuk abang  dirumah aja Aisyah gak becus. Gimana kalau suami Aisyah nanti gak bisa menerima semua kekurangan Aisyah? Apa dia masih mau menerima Aisyah? Dengan segala kekurangan yang Aisyah miliki?

Aisyah takut bang, Aisyah takut kalau dia gak bisa menerima Aisyah yang seperti ini,"

Mata Aisyah berkaca-kaca. Jangankan menjadi ibu rumah tangga menikah saja Aisyah tidak pernah membayangkan akan secepat ini. Ia masih ingin mondok dan menuntut ilmu agama. Berat rasanya jika ia harus keluar dari pesantren.

Calon Imam Untuk Aisyah(COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang