Part 20

3.2K 180 1
                                    

"Tgk, tgk jangan bicara begitu." Aisyah mencoba melerai tapi Hilal tak memperdulikan Aisyah.

"Gibran, kamu jangan mendengarkan kata-kata ayahmu. Semuanya tidak benar, nak."

"Kamu mau menikah dengan gadis itu kan? Pergi lah, selangkah kamu keluar dari rumah ini kamu bukanlah pewaris tunggal keluarga Daud. Dan ingat, jangan pernah kembali lagi kesini." Ancam Daud.

"Ayaahhh," Siti semakin terisak.

Aisyah tak kuasa menahan tangis mendengar ucapan Daud. Ia tak pernah melihat Daud semarah ini.

"Kalau itu yang ayah mau, baiklah." Hilal membalikkan badannya.

"Gibran, jangan pergi nak." Siti menahan Hilal. Ia memeluk Hilal.

"Maafkan Gibran bu," Hilal melepas Siti perlahan. Ia menyalami Siti lalu beranjak keluar. Aisyah menyusul.

"Ayah, cegah Gibran yah, ayo yah," Siti merengek tak rela kehilangan Hilal.

"Buat apa kita mencegahnya. Ini lah yang dia inginkan." Daud melangkah menuju kamar.

Siti semakin terisak ia terduduk dilantai.

"Tgk, tunggu tgk. Tgk mau kemana?" Hilal tak menghiraukan pertanyaan Aisyah.

"Tgk jangan mendengarkan kata-kata ayah. Ayah pasti berbohong, dia hanya emosi." Aisyah terus mengikuti Hilal.

Hilal mengambil kunci motor disakunya.

"Tgk." Aisyah memegang lengan Hilal namun Hilal menepisnya dengan kasar.

"Tgk, tgk gak boleh pergi." Ucap Aisyah lirih dengan mata sayu.

"Diam kamu. Semuanya gara-gara kamu, Aisyah. Seandainya kamu gak pernah hadir dalam hidup aku pasti hidup aku gak akan serumit ini. Aku membencimu, Aisyah." Hilal menunjuk Aisyah dan menatapnya tajam.

Beberapa butiran bening terlihat disudut mata Hilal. Aisyah tidak bisa berkata apa-apa atau pun mengelak karena itu benar adanya, ia menunduk. Air mata kembali membasahi pipinya. Sebesar itukah Hilal membenci dirinya? Sehingga Hilal mampu mengucapkan kata-kata yang paling menyakitkan itu padanya untuk kedua kalinya setelah laki-laki itu menyuruhnya merahasiakan pernikahan mereka dulu di pesantren. Aisyah memegang dadanya. Saraf-sarafnya terasa mati, ia tak dapat berdiri tegak. Aisyah tersungkur.

Hilal menghidupkan motor meninggalkan rumah.

Aisyah dan Hilal tidak tahu dibalik pagar ada seseorang mendengar percakapan mereka. Orang tersebut menggepalkan tangannya melihat kejadian itu.

Siti terkejut ketika masuk kamar mendapati Daud pingsan dilantai tak sadarkan diri.

"Ayah, ayah, bangun ayah. Aisyah tolong Aisyah, Aisyah,"

Mendegar suara Siti, Aisyah berusaha berdiri. Ia menghapus air matanya. Aisyah berlari kedalam.

"Astagrfirullahal'azim bu, apa yang terjadi sama ayah?" Aisyah terkejut melihat Daud dilantai.

"Ibu juga tidak tahu Aisyah. Tadi saat ibu masuk ayah sudah tak sadarkan diri." tangis Siti semakin menjadi-jadi.

"Aisyah, tolong panggilkan ambulance." lanjut Siti.

Aisyah mengambil ponsel menghubungi rumah sakit terdekat.

Hilal melajukan sepeda motor dengan kecepatan tinggi. Pikirannya kacau, ia tidak bisa berpikiran jernih. Rasa marah, kesal, kecewa dan sedih bercampur aduk menjadi satu. Tetesan air mata terlihat dipipinya meskipun ia mencoba untuk tidak menangis tapi ia tidak bisa. Kejadian tadi benar-benar mengguncang jiwanya. Sesuatu yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Tidak pernah dalam sejarah hidupnya Daud berbicara kasar dan marah besar padanya.

Calon Imam Untuk Aisyah(COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang