Kencana dan timnya mendapat perintah langsung dari atasannya untuk segera melakukan pengintaian. Ia mendapat kabar jika Anton akan melakukan suap dengan proyek reklamasi di daerah pedalaman. Tentu ini adalah kabar yang baik dan buruk. Kabar baiknya adalah polisi akan segera melakukan eksekusi sedangkan kabar buruknya, mereka harus fokus mengintai dengan hasil yang tidak bisa di prediksi. Bisa saja pengintaian dan penangkapan tersebut berhasil, bisa saja gagal.Mereka satu tim sudah bergerak di daerah pinggiran ibu kota yang jauh dari keramaian. Tempatnya masih hutan dengan pepohonan yang banyak. Mereka sempat di sulitkan dengan medan yang berat sebab jalan masih rusak.
Sedari tadi, Feri dan Tian tidak berhenti mengoceh dengan hal-hal yang kurang penting. Mereka membahas hal-hal yang kadang bikin Kencana bergidik ngeri. Berada di tim yang semuanya laki-laki membuat ia bisa beradaptasi lebih banyak lagi, seperti akan menulikan telinga jika mereka membahas hal yang jorok khas lelaki.
"Anjay! Si Raffi koleksinya wik-wik semua." Raffi langsung merebut ponselnya yang sempat di bawa oleh Feri.
"Njir lo Fer!" Raffi menonyor kepala Feri.
Kencana sebagai perempuan akan langsung pura-pura tidak mendengar dan memilih memantau pergerakan target dalam ponsel canggihnya.
"Lo nggak malu sama komandan dan mbak Nana? Bahas bok*p mulu." Raffi dan Feri yang sempat beradu argumen langsung terdiam dengan ucapan Tian sebagai sopir kali ini. Mereka menatap komandan takut-takut. Namun nampaknya Muria lebih memilih fokus menjalankan tugasnya dengan memantau target.
Beruntung mereka mendapat komandan seperti Muria. Walaupun masih muda, tetapi ia sangat bijak. Muria membebaskan anak buahnya berekspresi asal tidak mengganggu kinerja mereka masing-masing.
Setelah itu, mereka memilih diam. Muria sibuk berkoordinasi dengan badan yang menangani suap negara. Kencana dengan kemampuan melacaknya ia sudah bisa mendeteksi dimana target berada.
"Target berada di titik koordinat 9° arah utara. Kemungkinan masih sekitar 5 km dari jangkauan kita sekarang." Mereka semua mengangguk mengerti dan mulai bersiap untuk memantau pergerakan target dari dekat.
Setelah itu, Kencana memijat pelipisnya pelan. Ia lelah seharian bertugas bahkan sampai tengah malam ini mereka masih aktif melaksanakan tugas. Namun belum sempat ia merasakan kelegaan, komandan Muria mengatakan jika target lolos dari jangkauan petugas. Kencana langsung mengumpat begitu mengetahui target hilang dari jangkauan radar. Mereka semua menggeram marah.
"Kemungkinan besar target berpindah lokasi ke luar daerah ini. Komandan besar memerintahkan kita untuk kembali ke markas."
Suara Muria membuat mereka mendesah nafas panjang. Nyatanya pengintaian yang sudah dilakukan selama seminggu terakhir berakhir sia-sia. Namun setidaknya mereka masih mempunyai semangat untuk menegakkan keadilan dan memberantas kejahatan di bumi ibu pertiwi.
Kencana menutup ponselnya dan memilih memejamkan matanya. Rasanya lelah apalagi ia masih terngiang ucapan ibunya yang membuatnya ingin kabur saja dan memilih ditugaskan berbulan-bulan di hutan belantara.
Kencana meregangkan ototnya ketika ia tersentak kaget mendengar suara dengkuran yang keras dari Feri yang berada di depannya. Perjalanan mereka menuju ibu kota memakan waktu yang lumayan. Terpaksa mereka tidur di dalam mobil kecuali Tian yang sudah terbiasa melek semalaman penuh.
Tian melirik Kencana lewat spion tengah. Ketiga laki-laki yang berada di mobil masih tertidur termasuk komandan Muria. "Baru bangun mbak?" Walaupun umur Tian lebih tua dari Kencana tetapi laki-laki itu menghormati pangkat Kencana yang lebih tinggi darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Abdinegara
Aktuelle LiteraturDi umur 24 tahun, Kencana enggan memikirkan perihal pernikahan. Baginya, umur 24 tahun adalah umur produktif untuk menaikkan karirnya. Tetapi, takdir membawanya bertemu dengan jodohnya. Jodoh yang telah di atur oleh para orang tua. Cerita ini hanyal...