Prantunan, Luh, lan Tresna

49.2K 3.4K 67
                                    

Awas typo

Hampir setiap jam Kencana mengecek gawainya. Sedari tadi ia kurang fokus dengan pekerjaannya. Akhir-akhir ini ia sering gelisah dan mengecek gawainya selalu.

Beberapa hari ini Damar memang agak sulit di hubungi. Terakhir mereka berhubungan adalah ketika laki-laki baru sampai di pos pertama, setelah itu sudah sulit di hubungi. Kendalanya sinyal dan Damar juga sudah bergerak ke dalam hutan Papua untuk melakukan operasi.

Kencana pun paham namun tak ada salahnya jika ia mencoba dan berharap ada keajaiban. Ia takut ketika Damar mendapatkan sinyal, ia justru tak tak tahu dan kehilangan momen untuk berbicara walau lewat jaringan telepon.

Kencana hampir pasrah hari ini, ia terlihat lesu. Bahkan beberapa hari ini ia sering muntah ketika makan hingga Mama dan sang Ibu khawatir dengan anak perempuan mereka satu ini. Kencana bahkan mual ketika melihat nasi sehingga hanya beberapa makanan yang dapat masuk ke tubuhnya, beruntung perempuan itu tidak mengalami drop lagi.

Rika yang mengetahui jika sahabatnya itu sedang membutuhkan teman penghibur, hampir setiap hari mampir walau harus menempuh jarak yang lumayan jauh, tetapi beruntungnya masih dalam wilayah Jakarta.

Seperti kemarin lusa, malam ini Rika memutuskan untuk menginap di asrama Kencana. Dengan ditemani Mama mertua Kencana juga. Hari ini sang Ibu tak dapat menemani sebab Ibu sedang menghadiri acara bersama Bapak di luar Jawa.

"Udah makan Na?" Kencana yang menatap gawainya pun mendongak.

"Hmm belum. Tapi gue pengen makan martabak manis nih deket Polda, tapi jauh, gimana yah. Kalau ada Mas Damar pasti aku suruh beliin."

"Eh iya, Mas Damar lagi tugas ya." Ucap Kencana lirih dengan muka kecewanya. Hal itu membuat Rika meringis dan merasakan kesedihan ditinggal sang suami.

"Nggak papa, gue beliin ya?" Tawar Rika. Ia tau jika keinginan ibu hamil itu seharusnya dipenuhi, Rika juga tidak keberatan karena yang diinginkan Kencana juga tidak aneh, masih dalam batas kewajaran.

Kencana lalu menggeleng, "Nggak usah Rik. Kan ada layanan antar makanan, gue pesen itu aja bisa kok." Kencana kemudian tersenyum menyakinkan.

Rika mengangguk, kemudian perempuan itu ikut duduk di samping Kencana. "Eh gimana, lo udah dapat orang yang srek nggak buat lo selama di Jakarta ini?"

Rika mendengus, Kencana selalu saja mengungkit hal itu. Namun tiba-tiba ia berprasangka jika Kencana hanya berusaha menghibur dirinya dengan berbicara kepadanya untuk menghilangkan rasa cemasnya. Selama ini Kencana terlihat berusaha melupakan kesedihan dengan mengajak berbicara orang-orang sekitar. Kencana juga berusaha terlihat lebih santai dan biasa saja supaya tidak membuat orang-orang disekitarnya merasa kasihan kepadanya. Ia tak ingin terlihat lemah, begitu sugestinya.

"Gue buat santai aja Na. Lagipula gue nggak mikir berat-berat dulu. Gue juga baru di pindah ke Divisi baru jadinya gue adaptasi biar nggak mengecewakan banyak orang disana."

Kencana mengangguk, kemudian ia terlonjak ketika ponselnya berbunyi. Segera ia mengangkat telponnya itu.

"Wa'alaikumussalam mas Damar! Alhamdulillah.." Jawab Kencana gembira. Bahkan ia terlihat berseri-seri setelah beberapa hari ini tak berhubungan dengan Damar. Lalu Rika memilih beranjak dan memberikan privasi bagi Kencana untuk berbicara.

"Maaf Ya Mbul. Mas kemarin Nggak dapat sinyal sama sekali. Ini juga Mas dapat sinyal harus pergi ke deket tower dan manjat pohon dulu." Kencana Justru tergelak.

"Ya Allah.. Mas baik-baik saja kan? Mas sehat kan?"

"Iya, Mas sehat dan baik-baik saja. Terus kamu gimana? Masih mual nggak? Terus makanannya nggak telat kan? Di rumah ada Ibu sama Mama kan?" Deretan pertanyaan Damar membuat Kencana terkekeh. Sifat cerewet laki-laki itu muncul kembali. Hal itu membuat dirinya semakin rindu padahal baru seminggu ditinggal tugas.

Cinta AbdinegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang