Anak

60.7K 4.3K 53
                                    


Kini hubungan Kencana dan Damar sudah mulai membaik. Mereka sudah tidak seperti orang asing seperti pertama kali tinggal dalam satu atap. Damar juga tidak sekaku yang sering Kencana keluhkan. Laki-laki itu juga kadang bersikap hangat dengan memberikan perhatian kecil kepada Kencana walau tidak sering.

Kencana juga mulai membiasakan diri dengan memanggil Damar 'mas'. Awalnya ia merasa aneh, begitupun Damar yang sempat tak percaya bahwa istrinya itu memanggil dirinya 'mas'. Mereka juga membuat kesepakatan dalam berbicara. Sudah tidak ada lagi saya, tetapi aku dalam obrolan sehari-hari.

Seperti halnya dengan Ibu yang sudah memerintahkan jika Kencana dan Damar harus menghadiri acara akikahan Aasif. Kencana akhirnya bisa bernafas lega ketika ia bisa menghadiri acara tersebut karena biasanya jika akhir pekan Kencana akan dapat tugas tambahan, tetapi kali ini ia tidak.

Damar pun begitu. Laki-laki itu juga bisa mendapat waktu luang yang sama dengan Kencana. Akhirnya mereka berdua bisa menghadiri acara akikahan putra Bang Guntur di Jogja.

Sehabis subuh, Kencana sudah sibuk mempersiapkan barang-barang yang akan di bawa ke Jogja. Perempuan itu juga sudah memastikan jika tidak ada barang elektronik yang hidup sebab ia akan meninggalkan asrama selama dua hari.

Pukul setengah 6 mereka sudah bergerak menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Dengan di antar oleh Imam, ajudan Damar yang baru sebab ajudan Damar yang lama mendapat pindah tugas ke Makassar.

Sekitar pukul 6 lebih mereka sampai di bandara sebab pukul 7 harus sudah terbang. Sebelumnya Kencana tidak pernah naik pesawat ke Jogja. Perempuan itu lebih suka naik kereta atau mobil.

"Sudah berapa kali ke Jogja?" Tanya Damar ketika mereka sudah lepas landas.

"Lebih dari 5 kayaknya tapi baru ini naik pesawat."

"Naik apa biasanya?"

"Lebih sering naik mobil sendiri"

"Jakarta Jogja kamu nyetir sendiri?" Damar sedikit tak percaya bahwa perempuan yang berstatus istrinya itu mengendarai mobil sendiri dengan jarak jauh.

Kencana mengangguk, "Nggak capek?"

Kencana menggeleng, "Udah biasa Mas, dulu-dulu pas masih baru di Bandung, sering jadi supirnya bu Kapolda ke daerah-daerah pelosok. Paling jauh sampai Banyuwangi."

Damar tersenyum tipis. Istrinya memang perempuan mandiri yang sudah mencicipi kerasnya dunia luar. Jarang sekali ia menemukan model perempuan yang seperti itu.

"Nggak capek? Aku paling mentok sampai Surabaya saja sudah lelah, kamu sampai Banyuwangi."

Kencana terkekeh melihat Damar yang seakan tak percaya dengan pengalamannya. "Iya capek. Kalau nggak percaya tanya aja Ibu."

Setelah itu, mereka lebih memilih menikmati perjalanan selama satu jam. Pukul 8 lewat sedikit mereka sampai di bandara Adi Sucipto.

Kemudian mereka berdua berjalan menuju terminal kedatangan. Disana sudah ada Bang Guntur yang masih mengenakan seragam dinas hariannya menunggu sang adik.

Kencana langsung mencium tangan Bang Guntur. Begitupun Damar bersalaman ala laki-laki.

"Gimana perjalanan kalian?"

"B aja Bang." Sahut Kencana cuek. Kencana kemudian memilih mendahului abang dan suaminya. Ia kesal lantaran abang keduanya ini dua hari terakhir merecokinya untuk datang ke Jogja. Bahkan laki-laki itu mengancam akan mengerahkan satu Batalyon jika Kencana tak jadi datang. Benar-benar menyebalkan.

"Selow aja bro hadapin adek gue. Emang si bontot itu sering ngambekan kayak anak kecil."

"Gue denger Bang!" Ucap Kencana jengah.

Cinta AbdinegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang