Cobalah Mengerti

58.2K 4K 72
                                    


"Kalau kamu di tanya sama senior, jawab yang sopan. Nggak perlu banyak-banyak menanggapi omongan ibu-ibu persit yang kurang bermanfaat. Kalau ada pekerjaan jangan berpangku tangan. Ikut berbaur biar kenal sama semuanya."

Sepanjang perjalanan menuju tempat acara di selenggarakan, Damar sudah mewanti-wanti dengan beberapa wejangan yang terdengar seperti menasihati anak SMP. Kencana hanya mengiyakan ucapan suaminya itu. Ia terlalu lelah di tekan sana sini, sedangkan orang lain tidak pernah bisa mengerti perasaan Kencana yang sebenarnya tertekan juga. Perempuan itu sejak awal sudah tertekan dengan kehidupan asrama yang perlu adaptasi lebih, tetapi Damar sejak awal hanya bisa menuntut dirinya saja, tak pernah mengerti bagaimana perasaanya yang butuh pengertian. Dunia asrama adalah dunia yang baru baginya. 

Kencana tak tau apa yang akan ia lakukan. Perempuan itu memutuskan untuk duduk di kursi yang sudah disediakan.

"Anggota baru ya?" Kencana mengangguk seraya tersenyum kecil.

"Kenalkan, saya istri dari Pelda Faisal, nama kecil saya Adinda Uzati." Perempuan itu mengingatkan pada sosok Mbak Ayu.

"Kalau kamu istrinya sersan siapa?"

"Izin Mbak, saya istrinya Lettu Damar, nama kecil saya Kencana."

Perempuan tersebut lantas kaget karena Kencana tenyata bukan istri dari seorang sersan, melainkan istri seorang perwira.

"Lettu Damar? Maaf mbak, saya kira Mbak istrinya bawahan suami saya." Ucap perempuan itu sungkan. Ia merutuki sikapnya yang asal ceplos saja.

"Loh dek Damar kok disini?"  Mbak Arif kaget melihat Kencana yang justru duduk di belakang.

"Dek Damar duduk nya di depan. Sama istri perwira yang lain." Ucap Mbak Ela lembut. Perempuan cantik itu memaklumi sikap Kencana yang masih bingung dengan adab di militer.

"Izin, maaf Mbak. Saya tidak tahu." Ucap Kencana tak enak. Ia benar-benar merutuki sikapnya yang apatis dengan tata cara berperilaku di militer padahal ia sudah di beri panduan oleh sang ibu mertua. Kencana merutuki dirinya yang selalu menolak diajak sang ibu ketika acara Bhayangkari. Seharusnya ia ikut agar bisa belajar mengenai adab berperilaku meski sedikit berbeda ketika berada di acara Persit tentunya.

Kencana tersenyum sopan kearah istri perwira yang lain. Sebagai anggota baru, ia berusaha seramah mungkin kepada yang lain.

"Dek nanti kamu jangan pulang dulu, ya. Kamu bantu-bantu anggota lain buat mempersiapkan acara penyambutan kepala satuan disini." Ucap Mbak Fina tiba-tiba.

Mau tidak mau Kencana mengangguk mengerti. Kemudian ia mengetikkan sesuatu untuk mengabarkan suaminya jika ia akan pulang terlambat.

"Dek, kamu tolong buat karangan bunga kayak gini ya, hati-hati soalnya ini bunga asli." Mbak Fina menyerahkan sekeranjang bunga segar yang siap di rangkai menjadi karangan bunga yang cantik.

"Semua mbak?"

"Iya? Kenapa? Kamu nggak sanggup?"

Kencana menghela nafasnya berat. Ia tak yakin dalam waktu 2 jam akan selesai sebab pengerjaan membuat karangan bunga itu bukan pekerjaan yang mudah.

"Siap sanggup mbak." Ucapan Damar terngiang begitu saja di telinga Kencana. Gadis itu pun mulai melakukan tugasnya.

Beberapa orang sudah mulai pulang sebab waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. Hanya tersisa beberapa orang disana termasuk Kencana.

"Izin Mbak, mbak kok belum pulang?" Tanya Thania, istri Serda Hasan.

"Iya dek. Ini kurang beberapa saja. Kalau kamu mau pulang nggak papa kok." Kencana tersenyum lembut kepada ibu 2 orang anak tersebut. Sedari tadi Kencana memperhatikan jika Thania juga sama sibuk mempersiapkan acara untuk besok.
Thania sedikit ragu melihat Kencana yang justru malah bekerja sedari tadi. Ia ingin membantu, tetapi ia teringat anaknya di rumah yang masih balita.

Cinta AbdinegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang