"Kenapa Mar? Muka kuyu kayak nggak di kasih jatah sama istri aja."Damar langsung menatap tajam rekannya satu letting, Alvin. Sedangkan Alvin menatap Damar dengan alis sebelah terangkat.
Sekarang mereka sedang bersantai sehabis melakukan latihan tembak dengan senapan runduk terbaru yang diproduksi PT Pindad Indonesia. Latihan memang rutin di lakukan untuk menjaga performa prajurit agar tetap baik.
Damar terlihat menghembuskan nafasnya pelan. Seperti berusaha mengeluarkan beban yang ada pada dirinya. Ia menembus pandangan rumput hijau di lapangan batalyon, seperti menelisik kilasan ke belakang.
Ia sebenarnya bimbang. Pantang baginya menceritakan masalah pribadi ke orang lain. Apalagi masalah rumah tangga. Namun dilain sisi ia butuh wadah untuk mengeluarkan bebannya dan berharap mendapatkan solusi terbaik nantinya.
Damar menatap Alvin sebentar sebelum uang berkata-kata. Ia menyakinkan dirinya bahwa sekarang ia butuh orang lain untuk mengatasi masalahnya itu. Dan Damar percaya bahwa Alvin bisa memberikan solusi kepadanya.
"Kemarin gue berantem sama istri,,
"dan, dia nangis." Ucap Damar pelan. Tersirat nada menyesal disana.
Alvin mengerutkan dahinya amat dalam. Berusaha mencerna dan berpikir apakah ucapan Damar barusan adalah benar.
"Lo apain istri lo sampai nangis? Kalau bener itu gara-gara lo kasar sama dia, nggak segan gue hajar lo sekarang!"
Ucapan Alvin barusan bukanlah main-main belaka. Laki-laki itu pantang menyakiti wanita. Baginya wanita itu dijaga, bukan disakiti. Jadi bila ada perempuan yang disakiti ia tak terima. Damar tahu karena Alvin adalah sosok pria yang amat menghormati perempuan. Hal itu terlihat dari dirinya yang tak pernah main tangan kepada perempuan.
Jadi, mendengar Damar bercerita jika kemarin habis berantem dan istrinya menangis, membuat Alvin berspekulasi yang tidak-tidak.
Damar lalu menggeleng pelan, menepis pikiran buruk sang sahabat. "Kami bukanlah pasangan pada umumnya, Vin."
Lalu kedua pria itu terdiam. Terbawa suasana yang kurang enak untuk sekedar tertawa.
Alvin sempat terdiam dan mencerna ucapan Damar, namun kemudian laki-laki itu mengangguk paham. Terjawab sudah pertanyaan selama ini. Alvin yang berusaha menepis anggapan kabar burung tersebut kini menemukan titik terang dari sang narasumber langsung.
"Jadi bener kalian di jodohkan?"
Damar mengangguk pelan. Alvin tersenyum tipis.
"Tapi bokap lo emang bener sih jodohin lo cepet-cepet biar istri lo nggak kedahuluan di lamar orang lain." Celetuk Alvin. Hal itu membuat Damar yang serius langsung menatap jengah.Kemudian mereka sama-sama diam. Alvin sudah paham sekarang mengapa bisa seorang Damar membuat sang istri menangis. Masalahnya satu yaitu kurang komunikasi. Sejatinya bahtera rumah tangga kuncinya adalah komunikasi yang baik antar sesama. Alvin juga memaklumi jika mereka sering berselisih paham sebab mereka adalah dua orang asing yang dipaksa dalam satu ikatan sakral yaitu pernikahan.
"Kunci sebuah hubungan adalah komunikasi, Mar. Ibarat kita sedang perang, komunikasi menjadi titik penting disana. Kita bisa saling mengatur strategi yang baik antar anggota dan saling bekerja sama untuk menuntaskan sebuah misi."
"Sebuah pernikahan harus dilandasi komunikasi yang baik. Cobalah lo membuka hati untuk mengenal lebih jauh siapa istri lo itu. Membangun hubungan yang baik dengan istri bukanlah hal yang buruk."
Alvin kemudian menepuk bahu Damar pelan. Ia berusaha memberi solusi kecil kepada sang sahabat. Bagaimanapun juga rumah tangga adalah urusan masing-masing. Alvin tak mau ikut campur lebih banyak lagi. Cukup ia tahu bagaimana frustasinya Damar belum bisa menjadi suami yang baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Abdinegara
قصص عامةDi umur 24 tahun, Kencana enggan memikirkan perihal pernikahan. Baginya, umur 24 tahun adalah umur produktif untuk menaikkan karirnya. Tetapi, takdir membawanya bertemu dengan jodohnya. Jodoh yang telah di atur oleh para orang tua. Cerita ini hanyal...