Pagi ini Kencana kedatangan Ibu dan mama Mertuanya. Kedua perempuan paruh baya itu seketika langsung pergi ke asrama Damar karena berita terlukanya kembali Kencana ketika bertugas. Tentu mereka diliputi rasa khawatir.
Ibu dan Mama mertuanya pun membawa banyak makanan untuk dirinya. Mulai dari makanan berat hingga camilan. Kencana sedari tadi yang hanya duduk di sofa depan televisi pun hanya diam dan tak menyentuh makanan itu sama sekali. Mendadak ia kehilangan nafsu makan sejak kemarin.
"Kamu nggak makan nduk? Kamu pucat gitu." Mama mertuanya juga getol sekali membujuk Kencana untuk makan. Namun perempuan itu hanya menggeleng lemah.
"Lenganmu tidak apa-apa kan?"
Kencana tersenyum kecil, "Nggak papa kok Ma. Besok juga sudah bisa di lepas perbannya" Memang luka sayatan Kencana tidak dalam dan tidak dijahit. Hanya butuh di ganti perban saja.
Hari ini pun Kencana cuti dari pekerjaannya. Ia akan kembali bekerja lusa. Tentu hal ini bisa dijadikan dirinya untuk istirahat di rumah."Ini kamu minum dulu susunya, nduk." Ibu memberikan satu gelas susu putih, tetapi langsung di tolak oleh perempuan itu.
"Nana nggak nafsu makan. Nana mau istirahat saja." Ucap Kencana pelan.
Ibu menggeleng melihat kekeraskepalaan anak bungsunya itu. Sudah menjadi kebiasaan Kencana akan menolak semua makanan kecuali yang ia inginkan sendiri.
"Kamu mau makan apa? Biar Ibu masakin." Lagi-lagi Kencana menggeleng. Ia kali ini tak ingin makan apa-apa.
Kedua perempuan paruh baya tersebut menggeleng lemah. Gagal mereka membujuk putri yang keras kepala itu untuk makan.
"Mama mau pamit dulu, ada acara habis ini. Maaf ya sayang," Mama Endang kemudian bangkit dan memeluk menantunya itu sayang.
"Nanti makan loh nak." Kencana tersenyum lemah.
"Jeng, aku pamit dulu ya." Kemudian kedua perempuan paruh baya itu bercipika-cipiki dan ibu mengantar sampai depan.
Kini tinggal ibu dan Kencana disana. Damar sudah berangkat sejak pagi tadi sekitar pukul 6.
"Kamu kenapa? Kalau ada masalah cerita sama Ibu, bukan diam kayak begini. Kasian mertuamu datang jauh-jauh malah kamu nggak makan masakannya."
"Nana nggak kenapa-napa Bu. Nana cuma capek aja. Mau istirahat."
Ibu mendesah pelan. Memang tak ada orang yang percaya bahwa Kencana baik-baik saja. Lihatlah penampilan perempuan muda itu. Wajahnya yang kuyu, tatapan matanya yang menyiratkan beban yang banyak membuat siapa saja tahu jika Kencana pasti tidak baik-baik saja. Sebagai seorang ibu tentu prihatin, tetapi beliau juga tak mau memaksa sang putri untuk cerita. Beliau hanya khawatir setelah diberi tahu sang suami jika putri mereka kembali terluka ketika bertugas dan detik itu juga ibu langsung pergi ke asrama Kencana.
"Kalau mau istirahat di kamar aja nduk. Nanti kalau sudah mau makan siang Ibu bangunin."
Kemudian Kencana mengangguk dan beristirahat di kamar. Ibu mendesah pelan dan memilih untuk menyiapkan makan siang.
*****
Ibu sudah pulang lima menit yang lalu. Kencana di bangunkan ketika azan dhuhur berkumandang. Ia langsung di paksa sang ibu untuk makan dan akhirnya Kencana pun terpaksa menelan nasi yang terasa hambar di lidahnya. Setelah itu, kedua perempuan tersebut berbincang layaknya ibu dan anak tanpa menyinggung permasalahan yang sedang menimpa rumah tangga Kencana.
Kencana menatap ruangan di sekitarnya. Ternyata masih rapi, padahal ia ingin melakukan kegiatan untuk mengusir rasa bosannya. Walaupun badannya kurang sehat, tetapi ia bukan tipe yang akan tidur terus. Ia tidur dan beristirahat secukupnya. Setelah itu badannya akan kembali lebih baik walau tidak sepenuhnya fit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Abdinegara
General FictionDi umur 24 tahun, Kencana enggan memikirkan perihal pernikahan. Baginya, umur 24 tahun adalah umur produktif untuk menaikkan karirnya. Tetapi, takdir membawanya bertemu dengan jodohnya. Jodoh yang telah di atur oleh para orang tua. Cerita ini hanyal...