"Kama"

58.4K 3.5K 63
                                    


Tak ada yang sempurna di dunia ini. Seperti pepatah, tak ada gading yang tak retak. Semuanya mempunyai fase tersendiri. Manusia tidak bisa membandingkan dirinya dengan orang lain, seperti membandingkan mengapa ia tak bisa sekaya orang itu, misalnya.

Kadang hidup seperti di permainkan. Melelahkan namun ada dahaga yang mengobati kehausan. Semuanya ada cerita dan porsi tersendiri. Tinggal menunggu giliran saja.

Layaknya roda yang terus berputar, layaknya kristal amethys yang tertempa oleh alam sehingga kilau warnanya begitu cantik. Kehidupan manusia sudah selayaknya seperti itu. Akan ada giliran dimana kita mendapat cobaan, dan ada giliran kita mendapat kebahagiaan. Tempaan hidup pun harus di lalui.

Kadang manusia hanya melihat luarnya saja, hanya mendengar namanya saja, seperti halnya batu konglomerat yang terdengar mewah, namun ternyata hanya seonggok baru sedimen klastik yang tak ada harganya. Manusia terkadang tak menghargai proses dan perjuangan akan proses itu sendiri sehingga hanya akan berbicara sesuai apa yang di lihat.

Kemudian tentang perjuangan dan cinta. Keduanya bak lagu klasik yang terus populer hingga sekarang. Didambakan setiap orang tetapi tidak tahu bagaimana proses keduanya terbentuk seperti kisah-kisah dongeng.

Air mata yang mengiringi setiap langkah, cukup menjadi teman dalam diam saja. Tak akan ada orang yang peduli. Sekalipun cinta yang digadang sebagai pelipur lara. Air mata cukup mewakilkan bagaimana hati itu berbicara. Cukup sederhana tetapi bisa membuat sesak di dada.

Sekarang seorang perempuan cantik dengan balutan hijab berdiri angkuh, menunjukkan bahwa dirinya bisa bangkit kembali. Seperti reinkarnasi Dewi Amba yang merasuk dalam diri Srikandi, menantang bak panah Pasopati yang siap menghujam.

"Terima kasih." Perempuan berhijab itu tersenyum manis seraya mengangguk.
Kemudian perempuan tersebut memilih menepi dan membawa bunga mawar merah yang menguarkan bau harum.

"Selamat ya Mbak, suaminya dapat kenaikan pangkat luar biasa." Perempuan itu mengucapkan terimakasih seraya tersenyum ramah.

"Dek Nana?"

"Subhanallah, kamu kelihatan cantik banget pakai hijab. Ya Allah, Mbak sampai pangling loh." Ucap istri dari Danyon Kencana, Mbak Ela.

"Alhamdulillah, Terima kasih Mbak."

Kemudian seorang laki-laki mendekat dengan membawa buket bunga, lagi.

"Astaghfirullah.. Mas."

Damar tersenyum menatap sang istri. Lengannya masih di perban untuk penyembuhan setelah dioperasi sebulan yang lalu.

"Selamat ya Mas. Semoga mas bisa mengemban tugas yang baru ini dengan amanah."

Damar mengangguk, lalu mencium kening istrinya sekilas dan mengajak untuk berfoto bersama. Sebuah harapan baru terpancar dari kedua mata sejoli itu.


*****


Mama Endang tak henti-hentinya menangis mengetahui sang putra masih hidup. Perempuan itu sangat bersyukur ketika sang putra masih bertahan di lebatnya hutan Papua. Bahkan Mama Endang mencium menantunya itu berkali-kali setelah pihak satuan Damar memastikannya langsung di rumah sakit. Rencananya, besok Damar akan dipindahkan ke Jakarta lebih tepatnya di RSPAD. Hal itu untuk mempermudah penyembuhan dan pemantauan dari pihak keluarga dan tenaga medis.

Kencana sedari tadi hanya bisa menangis tanpa suara. Air matanya terus meleleh. Doa-doanya sudah dikabulkan oleh Tuhan. Keyakinannya selama ini benar adanya jika Damar tak mungkin meninggalkan dirinya.

Berulangnkali nama besar Tuhan di rapalkan dari mulut Kencana. Ia tak hentinya bersyukur atas doa-doanya yang telah di jabah oleh Sang Khalik.

"Besok Damar akan sampai di Jakarta pukul 9 pagi. Kemungkinan operasi akan dilakukan lusa atau nanti kita menunggu pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter ahli." Ucap Papa mertua Kencana. Papa Agus sangat bersyukur putranya masih selamat. Sayapnya ternyata masih utuh, tak hilang separuh.

Damar menderita luka tembak di lengan kanan dan dada kiri. Beruntung di bagian dada ia memakai pelindung sehingga peluru tidak sampai menembus jantungnya. Sementara lengannya harus di operasi karena peluru yang cukup dalam masuk di sana. Selain itu, kesehatan mulai membaik dan tunggu penyembuhannya saja.

Percayalah bahwa kamu adalah tempatku untuk pulang, tempatku untuk mengadu keluh kesahku..

*****

Dengan memakai kursi roda, Kencana begitu antusias menunggu Damar di ruang UGD RSPAD. Walau ia tahu jika tak langsung di izinkan untuk bertemu, setidaknya ia tahu bahwa suaminya telah kembali pulang. Telah kembali kepadanya.

"Ma, katanya jam 9? Kok ini lebih 15 belum datang juga ya?" Di sampingnya Mama Endang tersenyum mengerti.

"Mungkin di jalan masih macet nduk. Yang sabar ya. Habis ini kalian bisa kangen-kangenan." Kekeh sang Mama. Kencana hanya bisa  menahan senyuman malu.

Kemudian ambulans yang digadang-gadang membawa Damar datang. Sontak keluarga besar mendekat namun dengan cepat petugas medis bertindak cepat dan langsung menanganinya di ruang UGD terlebih dahulu.

"Maaf sebelumnya, pasien akan dipindah ke ruang rawat inap nanti pukul 12 siang. Keluarga silahkan menunggu di ruang tunggu." Instruksi perawat tadi langsung di laksanakan dan mereka langsung memilih ke ruang tunggu. Kencana yang ingin berjalan saja karena tak nyaman menggunakan kursi roda pun langsung di cegah. Raut wajah kecewa hanya mampu Kencana perlihatkan. Ia tak bisa membantah.

Pukul 12 siang telah tiba. Damar sudah berada di ruang inap biasa. Mama Endang pertama kali yang menemui sang putra, disusul sang Papa dan mertuanya. Damar terlihat tersenyum  kecil ketika kembali bisa menatap orang-orang terkasihnya.

Seperti layaknya mama pada umumnya, Damar di berondong berbagai pertanyaan hingga mereka semua tau jika yang terbakar adalah Serka Wildan, bukan dirinya. Langsung saja Papa menghubungi beberapa orang untuk menangani permasalahan ini. Nama Damar yang sudah tersebar jika gugur kembali di bersihkan jika Damar masih hidup dan baik-baik saja.

"Nana mana mah?" Tanya Damar begitu ia tak melihat sang istri.

Dengan dibantu oleh satu satu perawat, Kencana masuk dengan tersenyum sendu. Senyuman yang lebih mirip dengan senyuman rindu yang membuncah. Memuncak hingga meluap ingin di sampaikan.

Damar sedikit kaget melihat sang istri yang di dorong dengan kursi roda. Namun laki-laki itu tetap menunggu Kencana yang mulai mendekat.

"Mas Damar. Ini Mas Damar kan? Nana nggak mimpi kan?" Damar menggeleng dan mengusap wajah Kencana yang tak di infus dengan lembut.

"Nggak sayang, ini nyata. Aku Mas Damarmu." Lalu Kencana tersenyum dengan tetesan air mata yang mulai mengalir di pipi tirus nya.

"Kamu kenapa pakai kursi roda? Jatuh?" Lantas Kencana menunduk. Ia belum siap bercerita kepada Damar. Rasanya begitu sakit.

"Maaf." Lirih Kencana.

"Kenapa?" Lalu tatapan menuntut dari Damar terlihat tertuju pada sang Mama. Namun Mama Endang memilih bungkam dan membiarkan Kencana yang bercerita. Lalu Damar dan Kencana di beri waktu untuk berbicara empat mata.

"Kenapa? Ada sesuatu?"

Kencana lalu mendongak, "Maaf Mas, maaf Nana telah gagal menjadi seorang wanita, gagal menjadi seorang ibu yang baik."

"Nana gagal menjaga dia. Anak kita meninggal Mas, kemarin aku keguguran. Maafin Kencana Mas." Kencana mencium tangan Damar dengan menangis sesenggukan. Ia tak kuasa menahan rasa sakit dan bersalah karena tak bisa menjaga amanah Tuhan. Ia masih terbayang-bayang tentang kegagalannya menjadi seorang ibu.

Damar awalnya syok mendengar berita tersebut. Namun ia berusaha menerima takdir tersebut. Ia paham dengan kondisi psikologi istrinya yang terguncang hebat.

"Sttt.. Kamu nggak boleh bilang gitu mbul. Semua udah di takdirkan sama Allah. Kamu nggak gagal kok. Anak kita anak hebat, kelak kita di tunggu di surga-Nya Allah, mbul. Stop kamu nyalahin diri kamu sendiri. Aku nggak marah kok, sama sekali nggak marah. Mungkin ini bagian ujian untuk kita yang diberikan sama Allah."

Damar ingin menenangkan dengan memeluk sang istri namun tangan kirinya masih sakit sehingga jari tangan kanannya saja yang berusaha menghapus air mata sang istri.

"Kamu jangan sedih. Kita hadapi cobaan ini bersama ya. InsyaAllah mas bakal bersama kamu sampai maut menjemput."

...
...
...




Cinta AbdinegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang