Koreksi bila typo
Hari libur Kencana kali ini berbeda dengan biasanya. Jika hari liburnya kemarin ia hanya disibukkan dengan lembur dan acara persit, sekarang ia dan Damar sedang menikmati waktu bersama. Dengan sengaja mereka mengambil jatah cuti. Kencana dan Damar sepakat untuk menikmati suasana pegunungan. Mereka akan pergi liburan ke daerah Ungaran.
Rencana awal Kencana kekeh ingin kembali melakukan aktivitas muncak, tetapi Damar menolak keras karena persiapan mereka juga kurang dan Damar yang masih khawatir dengan kesehatan istrinya itu. Beberapa hari sebelum berangkat liburan, Kencana sempat jatuh sakit. Oleh karena itu, mereka hanya akan menikmati wisata di Candi Gedong Songo.
"Setiap aku menginjakkan kaki di tanah Semarang, seketika aku rindu. Rindu zaman taruni dimana aku bisa ketemu sama ibu di bandara ini." Sambil menyeret koper mereka, Kencana bercerita dengan Damar yang nampak antusias dengan liburan mereka kali ini. Itung-itung mereka bulan madulah begitu pikir laki-laki tampan itu.
"Hmm yang kangen sama pendidikan nih." Bukannya menanggapi, Damar justru menggoda sang istri.
"Ish! Nggak gitu Mas." Protes sang istri. Damar hanya terkekeh kecil melihat tingkah sang istri yang menurutnya sangat khas itu. Sampai kapan pun Kencana akan menjadi daya tariknya.
"Berarti kamu hafal Semarang ya?"
"Lumayan sih Mas. Cuma kami dulu sering kalau pesiar perginya cari makan yang enak di mall atau nggak ke pusat kota. Paling sering ubek-ubek Jalan Pemuda."
Damar tergelak dengan ucapan sang istri yang sangat jujur itu. Memang rata-rata kalau pesiar itu menghabiskan waktu untuk kulineran atau nggak pergi ke tempat wisata disekitarnya. Namun yang menjadi fokus tertawaan Damar ialah Kencana jujur mengenai makanan di barak yang pastinya tidak bermacam-macam layaknya di luaran sana. Walaupun memenuhi kriteria gizi tetapi tetap saja jika makan di luar barak lebih enak.
Damar dan Kencana memutuskan untuk tidak langsung ke tempat wisata tetapi mampir ke rumah budhe Ani di daerah Gajah Mungkur, Semarang. Mereka akan berangkat besok subuh supaya bisa menikmati udara pagi yang sehat disana.
Sementara Semarang di waktu menjelang siang ini lumayan panas. Kencana sempat tak percaya bahwa perubahan cuaca begitu drastis. Dulu tak sepanas sekarang ini. Namun hal itu tak menyurutkan niat mereka untuk liburan.
Setelah sampai di rumah Budhe Ani, mereka langsung di sambut antusias."Alhamdulillah kalian udah sampai. Ayo masuk ke dalam kita makan dulu." Ucap Budhe Ani sambil menggiring mereka berdua ke dalam rumah.
"Gimana perjalanan kalian? Menyenangkan?"
Kencana menggeleng, "Seharusnya kami naik kereta tapi kami kehabisan tiket di jam pagi hari, jadinya pake pesawat. Padahal lebih enak naik kereta budhe."
Budhe Ani tertawa. Memang Kencana paling suka naik kereta, "Naik pesawat kan lebih enak tho nok."
"Tapi mahal Budhe. Mau cari diskonan susah, lebih enakan kereta."
Budhe Ani menggeleng, lalu menyentil dahi sang keponakan. "Ada yang mudah kok ya cari yang susah."Kencana hanya mampu memberikan cengirannya.
Damar di tempatnya hanya bisa tersenyum tipis melihat sifat asli Kencana yang lebih manja kepada keluarganya. Kencana yang kesannya angkuh, tegas, dan mampu membuat orang segan kepadanya seketika luruh ketika di depan saudaranya. Kencana berubah menjadi lebih hangat dan apa adanya.
Kencana dan Damar langsung disuguhi makan. Mereka di suguhi nasi krempyeng sudah menjadi ciri khas di daerah Semarang. Budhe Ani tidak membeli tetapi beliau membuat sendiri makanan tersebut. Namun tetap saja rasanya tak jauh beda dan tetap sangat enak bagi Kencana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Abdinegara
General FictionDi umur 24 tahun, Kencana enggan memikirkan perihal pernikahan. Baginya, umur 24 tahun adalah umur produktif untuk menaikkan karirnya. Tetapi, takdir membawanya bertemu dengan jodohnya. Jodoh yang telah di atur oleh para orang tua. Cerita ini hanyal...