Mohon koreksinya kalau ada typo,,,
.
Kencana tersentak ketika suara alarm yang selalu di setting pukul 5 pagi berbunyi. Perempuan itu lansung mematikan dan menatap jam yang ternyata sudah lewat dari waktu biasanya ia bangun.
Kencana menatap tempat tidur di sampingnya. Damar sudah tidak ada dan kemungkinan laki-laki itu pergi sholat subuh di masjid. Kencana berdecak karena ia tak dibangunkan.
Kencana segera bangun dan merapikan tempat tidur dengan cepat. Setelah itu ia mandi dan melaksanakan sholat subuh.
Setelah sholat subuh, Kencana langsung bergegas memasak seadanya karena pukul tujuh Damar sudah berangkat. Sedangkan dirinya berangkat agak siang karena hari ini ia bersama tim melakukan rekontruksi kasus narkoba kemarin.
"Eh_
Kencana yang sedang menggoreng nasi semalam, terlonjak kaget saat tiba-tiba Damar berdiri di belakang, mereka sangat dekat bahkan jika Kencana bergerak sedikit, mereka saling menempel.
"Maaf ya aku nggak bangunin kamu dulu tadi."
Kencana terdiam. Ia bingung akan merespon apa. Kencana benar-benar berada di kungkungan Damar."Mas, tolong kamu geser dulu. Aku nggak bisa gerak." Ucap Kencana akhirnya. Damar pun segera menyingkir dari sana dan memilih duduk di kursi meja makan.
"Hari ini kamu ke kantor?"
Kencana mengiyakan sambil sibuk memasak sarapan sederhananya.
"Nggak izin dulu? Kamu masih lemes gitu."
"Hari ini ada rekontruksi ulang, Mas. Kemungkinan aku pulang malam lagi. Dan masalah aku kurang fit, insyaallah udah baikan kok."
Damar menatap ragu Kencana yang menata nasi goreng di piring. Laki-laki itu masih belum yakin sepenuhnya dengan ucapan Kencana yang baik-baik saja. Tetapi melihat usaha Kencana yang sudah beraktifitas seperti biasa, membuat Damar sedikit percaya.
"Nanti kalau pulang, kamu hubungin Mas. Biar Mas jemput. Jangan pesen ojek online."
"Jangan lupa pake jaket kalau pulang malam. Jangan sampai telat makan."
Kencana menghembuskan nafasnya panjang, "Sejak kapan Mas cerewet sih? Perasaan dulu diam banget terus kaku gitu, kok sekarang posesif."
Damar terkekeh melihat reaksi istrinya yang kesal. Segera laki-laki itu menariknya untuk duduk di sampingnya.
"Esnya Damar Ganendra Hirawan sudah meleleh. Dilelehkan sama istri Mas yang cantik ini." Damar mencubit hidung Kencana gemas, membuat sang empunya menggerutu.
"Gembel!"
"Gombal, sayang."
"Eh." Pipi Kencana mendadak memerah mendengar ucapan sayang dari Damar. Ia menatap sang suami tanpa berkedip, seakan tak percaya dengan kata-kata sang suami barusan.
"Lah malah bengong."
Kencana tersadar dan buru-buru bangkit, ia malu dipergoki Damar dengan muka yang memerah. "Em anu, aku mau ke kamar mandi dulu." Kencana langsung ngacir ke kamar mandi. Sedangkan ditempatnya Damar terkekeh, merasa senang dengan tingkah istrinya yang malu-malu begitu. Ia tak menyangka bahwa kehidupan rumah tangga begitu menyenangkan seperti ini. Ia menyesali mengapa tak sedari dulu ia membuka hati untuk sang istri? Begitu batinnya.
Tiba-tiba Damar berjalan menuju kamar mandi dan berdiri di depan kamar mandi. "Kalau sudah cepet keluar sayang. Jangan lama-lama. Kalau lama nanti aku ikut masuk loh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Abdinegara
General FictionDi umur 24 tahun, Kencana enggan memikirkan perihal pernikahan. Baginya, umur 24 tahun adalah umur produktif untuk menaikkan karirnya. Tetapi, takdir membawanya bertemu dengan jodohnya. Jodoh yang telah di atur oleh para orang tua. Cerita ini hanyal...