Nikah?

70K 4.8K 53
                                    

Koreksi bila ada bahasa yang kurang enak dibaca ya, masih belajar akunya🙇

***

"Ibu masak apa toh kok banyak banget? Ada arisan Bhayangkari buk?"

Kencana yang baru saja pulang bekerja langsung di seret ibunya untuk ikut berkutat di dapur. Dengan masih membawa seragam dinas tentunya.

"Nanti malam ada temen bapak dateng. Udah lama nggak ketemu, pengen dolan katanya." Kata ibu.

"Temen bapak yang mana buk?" Tanya Kencana sambil menata risoles ke atas piring besar.

"Om Agus."

Kencana mengerutkan dahinya,  ia merasa familiar dengan nama Agus.
"Kayak pernah denger buk."

"Denger dimana? Di jalan atau terminal? Nama Agus itu juga banyak nduk. Kamu mana tau om Agus. Om Agus itu jarang banget ketemu bapak. Pernah dulu ketemu dan main ke rumah pas kamu umur 5 tahun."

Kencana meringis. Ia sok tahu ternyata. Memang sih nama Agus itu pasaran, jadinya Kencana langsung menyahut kalau pernah dengar nama Agus.

"Lama banget buk. Emang kerja dimana kok nggak pernah main ke rumah."

"Om Agus itu temen SMA bapak. Kata bapak sih mereka tuh sohib banget, udah kayak saudara."

Kencana menggelengkan kepalanya pelan. Ia bingung kenapa ibunya begitu gaul hingga tau kata sohib. Lama-lama Kencana kalah dengan ke gaulan ibunya. Maklum lah ibu sering bergaul dengan emak-emak zaman now yang kalakuannya nggak mau kalah sama anak muda.

"Om Agus itu jadi tentara sekarang. Sering pindah-pindah tempat tugas. Kata bapak juga mereka sempet mau berjuang bersama-sama di TNI, tetapi eyangmu nggak setuju kalau bapak jadi tentara. Eyangmu khawatir jika TNI itu kan berat, dulu sempet ada kerusuhan di mana-mana. Tapi bapakmu ngotot pengen ngabdi di negara, alhasil bapak dibolehin tapi harus polisi, nggak boleh tentara."

Kencana baru tahu fakta tentang bapaknya. Ternyata bapak adalah tentara yang gagal. Pantas saja sih bapak dari awal pengen mas Genta jadi tentara, mungkin untuk mewujudkan mimpi bapak yang nggak kesampaian. Pikir Kencana.

"Itu alasannya mas Genta jadi tentara buk? Biar ada yang nerusin cita-cita bapak?" Daripada berspekulasi yang tidak-tidak, lebih baik Kencana bertanya.

Ibu yang selesai menyajikan makanan di meja makan, ikut duduk di kursi meja makan bersama Kencana.

"Ya itu salah satunya juga. Tapi mas Genta itu emang tertarik sama tentara sejak kecil. Beda sama mas Guntur yang suka pesawat sejak kecil."

"Tapi endingnya juga mas Guntur jadi TNI bu. Cuma mas Guntur TNI AU."

Ibu tertawa kecil. "Ibuk nggak pernah minta muluk-muluk anaknya jadi apa. Tapi bapakmu itu pengen anaknya jadi orang yang berguna dan sukses, jadi kebanyakan di kasih saran buat masuk ke tentara atau polisi. Tapi ya mas mu pada milih tentara. Cuma kamu yang nlungsuri bapak."

"Nana jadi polisi kan emang cita-cita sejak kecil bu. Nggak di paksa sama orang lain. Justru bapak yang nyuruh Nana sekolah dokter. Nana ya nggak mau. Bau obat aja muntah apalagi tiap hari ketemu obat. Nana angkat tangan."

Kencana membayangkan jika ia jadi dokter. Ia akan menjadi dokter terburuk sepanjang masa karena pasti akan salah memberi obat dan membuat pasiennya tambah parah. Dia aja sudah teler nyium obat apalagi mau mengobati orang sakit. Yang ada dokter dan pasien sama-sama sekarat.

"Itu juga untuk kebaikanmu. Tapi akhirnya juga keputusan ada di tanganmu juga. Jadi polisi ya monggo."

Perbincangan mereka terhenti kala azan maghrib berkumandang. Kencana yang belum mandi langsung bergegas. Ia sering lupa waktu ketika sudah bercerita dengan ibunya. Ibunya yang memang suka sekali bercerita malah semakin membuat perbincangan tak akan pernah usai.

Cinta AbdinegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang